005 Pengertian Bahwa Tobat Memiliki Pintu yang Luasnya Sejauh Perjalanan Tujuh Puluh Tahun – Pancaran Spiritual – al-Qunawi

PANCARAN SPIRITUAL
TELAAH 40 HADITS SUFISTIK

(Diterjemahkan dari: Syarḥ-ul-Arba‘īna Ḥadītsan)
Oleh: SHADR-UD-DĪN Al-QUNĀWĪ

Penerjemah: Irwan Kurniawan
Penerbit: PT LENTERA BASRITAMA

HADITS KELIMA

(Pengertian Bahwa Tobat Memiliki Pintu yang Luasnya Sejauh Perjalanan Tujuh Puluh Tahun)

 

Ditegaskan dari Rasūlullāh s.a.w. bahwa beliau bersabda: “Tobat itu memiliki pintu yang lebarnya sejauh perjalanan tujuh puluh tahun. Pintu itu tidak terkunci hingga matahari terbit dari tempat terbenamnya.” (11).

 

Penyingkapan Rahasia dan Penjelasan Maknanya.

Pintu tobat merupakan kiasan dari umur orang-orang mu’min. Pengkhususannya dengan tujuh puluh tahun menunjukkan apa yang disebutkan Rasūlullāh s.a.w. di dalam hadits lain, yaitu: “Umur umatku adalah antara enam puluh dan tujuh puluh tahun.” (22).

Adapun sebab disebutnya ihwal lebar, tidak disebutkan panjang, adalah karena lebar selalu lebih pendek daripada panjang. Manusia, sebagaimana dikabarkan oleh al-Ḥaqq, memiliki dua ajal, yaitu ajal yang berakhir dan ajal yang tidak berakhir. Ajal yang berakhir adalah kadar umurnya dalam penciptaan di dunia ini. Sementara ajal yang tidak berakhir adalah ajal rohani yang dikabarkan oleh al-Ḥaqq sebagai sesuatu yang khusus berkenaan dengan kehidupan akhirat, baik di neraka maupun di surga. Di dalam jangka waktunya tidak ada akhir. Hal itu ditunjukkan dengan firman Allah s.w.t.: “…. dan ada lagi satu ajal yang ditentukan di sisi-Nya….” (QS. al-An‘ām: 2).

Para muḥaqqiq terkemuka telah mengetahui hal ini. Karena itu, mereka mengatakan: “Alam ini memiliki panjang dan lebar. Panjangnya adalah alam jisim, sementara lebarnya adalah alam arwah. Adapun rahasia terkuncinya pintu merupakan kiasan dari berakhirnya umur.” Hal itu ditunjukkan dengan sabda Rasūlullāh s.a.w: “Sesungguhnya Allah menerima tobat hamba-Nya selama belum sekarat.” (33).

Adapun terbitnya matahari di tempat terbenamnya dalam kaitan dengan kejadian manusia merupakan kiasan dari perpisahan roh dari badan. Karena, ketika roh melekat pada badan dan mengaturnya, ia tenggelam di dalamnya, terwarnai oleh aturan-aturannya, dan terikat dengan sifat-sifatnya. Apabila datang kematian, maka kematian itu terbit dari tempat terbenam. Saya tidak mengatakan: “Tidak ada makna hadits ini selain makna tersebut.” Melainkan saya katakan: “Karena penciptaan manusia merupakan satu lembaran dari penciptaan alam dan syariat mengabarkan bahwa matahari akan terbit dari tempat terbenamnya pada saat menjelang datangnya hari kiamat yang merupakan kiasan dari kematian makhluk yang menerima kematian di alam adalah seperti roh hewani dalam hubungannya dengan jisim manusia, maka mestilah suatu sifat atau hukum alam di luar manusia memiliki bandingan dalam lembaran kemanusiaan. Karena itu, saya ingatkan penjelasan tersebut yang khusus bagi penciptaan manusia karena pengetahuan terhadap sesuatu yang khusus berkenaan dengan manusia adalah penting. Sebaliknya dengan sesuatu yang berada di luar manusia, pada sebagian besar aspeknya tidaklah penting dan tidak perlu. Pahamilah hal itu.

 

Catatan:


  1. 1). Diriwayatkan oleh ath-Thabrānī. Lihat kitab al-Jāmi‘-ush-Shaghīr karya as-Suyūthī, cet. Mesir: 1321, jilid I, hal. 82. 
  2. 2). Diriwayatkan oleh at-Tirmidzī di dalam bab ad-Da‘wāt, hal. 101 dan Ibn Mājah di dalam bab az-Zuhd, hal. 27. 
  3. 3). Diriwayatkan oleh at-Tirmidzī di dalam bab ad-Da‘wāt, hal. 98 dan Ibn Mājah di dalam bab az-Zuhd, hal. 30; dan Ibn Ḥanbal, II/132, 155 dan III/425. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *