002 Rahasia Takbir Ketika Naik & Tasbih Ketika Turun – Pancaran Spiritual – al-Qunawi

PANCARAN SPIRITUAL
TELAAH 40 HADITS SUFISTIK

(Diterjemahkan dari: Syarḥ-ul-Arba‘īna Ḥadītsan)
Oleh: SHADR-UD-DĪN Al-QUNĀWĪ

Penerjemah: Irwan Kurniawan
Penerbit: PT LENTERA BASRITAMA

HADITS KEDUA

(Rahasia Takbir Ketika Naik dan Tasbih Ketika Turun)

 

Dari Jāmi‘-ul-Ushūl (11) riwayat Abū Dāūd r.a., dijelaskan bahwa ketika Rasūlullāh s.a.w. dan bala tentaranya mendaki gunung-gunung, mereka bertakbir. Ketika mereka turun, mereka bertasbih. Maka ketika itu dilakukanlah shalat. (22).

 

Penyingkapan Rahasia dan Penjelasan Maknanya.

Ketahuilah, bahwa tinggi dan naik adalah keunggulan, dan itu termasuk takabbur (menganggap diri besar). Jika keunggulan itu tampak, maka itu merupakan bentuk dari takabbur. Jika keunggulan itu tersembunyi, maka itulah makna dari takabbur. Karena kesombongan hanya milik Allah s.w.t. semata dan karena ketika menaiki gunung-gunung itu suatu bentuk keunggulan itu ada dan muncul, maka pada saat tersebut disunnahkan bertakbir. Yakni, bahwa Allah Yang Maha Besar dan Maha Tinggi dari adanya sekutu di dalam kebesaran-Nya jika tampak dalam bentuk yang mengisyaratkan persekutuan. Adapun perintah untuk bertasbih ketika turun, maka itu karena rahasia kesertaan yang ditunjukkan dengan firman Allah s.w.t.: “Dia bersamamu di mana saja kamu berada.” (QS. al-Ḥadīd: 4).

Apabila kita percaya bahwa Dia ada bersama kita di mana saja kita berada, maka ketika kita turun, Dia ada bersama kita. Padahal, Allah disucikan dari sifat bawah dan turun. Karena, Dia Maha Suci dari sifat “bawah” sebagaimana Dia Maha Suci dari sifat “atas”. Penisbahan arah kepada-Nya secara seimbang adalah karena Dia tersucikan dari ikatan dengan arah dan karena Dia melingkupinya. Karena itu, disyariatkan bertakbir ketika naik dan bertasbih ketika turun seperti yang diingatkan. Maka pahamilah.

 

Catatan:


  1. 1). Jāmi‘-ul-Ushūl. Judul lengkap buku ini adalah Jāmi‘-ul-Ushūli min-al-Ḥadīts-ir-Rasūl karya Ibn Atsīr (tahun 607 H.). Buku ini dicetak di Beirut pada tahun 1950 dan berjumlah 12 jilid. Hadits ini terdapat pada jilid II, hal. 186. 
  2. 2). Diriwayatkan oleh Abū Dāūd di dalam bab al-Jihād, hal. 73. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *