Yakinlah Pada Janji Allah s.w.t. – Hakikat Hikmah Tauhid & Tashawwuf

Hakikat Hikmah Tauhid dan Tashawwuf
(al-Hikam)

Karya: Dr. Muhibbuddin Waly

Penerbit: Gunung Jati – Jakarta.

7. YAKINLAH PADA JANJI ALLAH

 

Mengenai hal ini, maka al-Imām Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī telah merumuskan dalam Kalam Hikmah yang ke-7 sebagai berikut:

7. لَا يُشَكِّكَنَّكَ فِي الْوَعْدِ عَدَمُ وُقُوْعِ الْمَوْعُوْدِ وَ إِنْ تَعَيَّنَ زَمَنُهُ لِئَلَّا يَكُوْنَ ذلِكَ قَدْحًا فِيْ بَصِيْرَتِكَ وَ إِخْمَادًا لِنُوْرِ سَرِيْرَتِكَ.

Janganlah engkau diragukan pada janji Allah oleh (sebab) tidak (belum) terjadi sesuatu yang dijanjikan, meskipun zamannya telah tertentu. Hal ini supaya jangan ada keraguan itu (menimbulkan) kerusakan pada mata hati engkau dan memadamkan nur-cahaya rahasia hati engkau.

Kalam Hikmah ini menerangkan kepada kita pelajaran-pelajaran yang terkandung di dalamnya yang apabila kita dalani maka dapat kita terangkan sebagai berikut:

  1. Bagi hamba-hamba Allah s.w.t., yang selalu patuh dan taat pada menjalankan ajaran-ajaran agamanya, di dalam hidupnya pasti akan timbul sewaktu-waktu suatu “Keputusan hati” atau dengan kata-kata lain “ketetapan-hati” pada sesuatu yang tidak bertentangan dengan agama. Misalnya ketetapan hati untuk kawin dengan seorang perempuan yang menurut kita adalah baik pada pandangan agama, untuk menjaga kita jangan sampai jatuh pada sesuatu yang tidak diridhai oleh agama. Ketetapan hati telah ada dalil-dalilnya pada kita, apakah disebabkan hasil dari mimpi kita yang tidak dikacaukan oleh Iblīs, dan syaithān, ataukah seolah-olah datang dari Malaikat. Cuma yang terang hal keadaan itu kita terima dari hamba Allah yang shāliḥ dan taat ataupun keputusan hati itu datang dengan perantaraan ilham yang betul-betul dari Allah s.w.t.
  2. Apabila keputusan hati atau ketetapannya datang seperti di atas, tetapi kenyataannya bahwa yang terjadi tidak seperti demikian, atau betul terjadi tetapi meleset dari waktu yang ditetapkan maka dalam hal ini, kita mesti yakin dan tidak boleh ragu-ragu bahwa janji Allah akan pasti terjadi.

Tentang belum Allah menyampaikan janji-Nya kemungkinan salah satu dari tiga hal:

  1. Mungkin janji itu akan ditukar oleh Allah dengan yang lebih baik menurut Allah.

Kalau dalam contoh di atas dapat kita ambil misalnya, bahwa kita tidak di idzinkan Allah kawin dengan perempuan “A”, tetapi Allah merialisasikan janjinya bahwa kita akan kawin dengan perempuan “B”.

  1. Adakalanya janji Allah ditetapi oleh-Nya di akhirat, dengan menjanjikan hal keadaan ini sebagai pahala buat kita, seperti pengajian kita yang telah lalu.
  2. Janji Allah itu dilaksanakan juga oleh-Nya, tetapi agak lambat dari waktu yang telah ditetapkan, oleh karena mungkin saja Allah melaksanakan janji-Nya ada pertalian dengan syarat-syarat atau sebab-sebab di mana kita tidak mengetahuinya sama sekali.

Misalnya, contoh di atas ya‘ni dilambatkan oleh Tuhan perkawinan kita itu karena Allah menghendaki agar persiapan-persiapan kita telah begitu lengkap sebelum menghadapi perkawinan.

Allah s.w.t. tidak memperlihatkan syarat-syarat untuk terlaksana janji Allah itu, tidak lain selain hikmah yang dikehendaki oleh-Nya. Dan apabila kita menoleh kepada hikmah tersebut, maka tentu saja dalam hati kita tidak timbul keraguan apa-apa tentang Allah melaksanakan janji-Nya.

  1. Karena itu wajib atas kita selaku hamba Allah mengetahui di mana ukuran kita, yang dalam hal ini kita tidak boleh mendahului Allah, dan kita harus menjaga adab kita kepada-Nya. Dengan demikian maka tenanglah hati kita, yakin dan tidak ragu-ragu atau keputusan-hati atau ketetapan-Nya di mana telah kita anggap keadaan ini sebagai janji Allah.

Apabila pendirian kita seperti ini, maka berarti ‘aqīdah kita terhadap Allah telah begitu mendalam dan pasti tidak akan tergoyang oleh apa pun.

Maka barang siapa yang telah diberi hikmah oleh Allah seperti ‘aqīdah ini, niscaya orang tersebut telah dapat disebutkan dengan ‘Ārif Billāh (yang betul-betul mengetahui Allah), Salīm-ul-Bashīrah (yang sejahtera mata hatinya), Munawwir-us-Sarīrah (yang bercahaya hatinya).

Tetapi apabila pada hamba Allah itu tidak ada dalam keyakinannya seperti yang telah kita sebutkan tadi, maka tentu saja orang tersebut adalah tidak mengetahui Allah, mata hatinya rusak dan hatinya penuh dengan kegelapan yang bermacam-macam adanya.

Demikian arti Kalam Hikmah di atas, dan mudah-mudahan dengan keterangan ini dapat kita jadikan petunjuk buat kita dalam mengatasi sebagian masalah-masalah yang timbul dalam masa hidup kita di dunia yang fanā’ ini. In syā’ Allāh.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *