1-1 Kalam – Ilmu Nahwu Tuhfat-us-Saniyah

Dari Buku:
Ilmu Nahwu Terjemah Tuhfat-us-Saniyah
(Judul Asli: Tuḥfat-us-Saniyati Syarḥu Muqaddimat-il-Ajurrumiyyah)
Oleh: Muhammad Muhyidin ‘Abdul Hamid
Penerjemah: Muhammad Taqdir
Penerbit: Media Hidayah

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Kalām

MATAN

قَالَ الْمُصَنَّفُ: وَ هُوَ أُبُوْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مُحَمِّدِ بْنِ دَاوُدَ الصَّنْهَاجِيُّ الْمَعْرُوْفُ بِابْنِ آجُرُّوْمِ، وَ الْمَوْلُوْدُ فِيْ سَنَةِ 672، وَ الْمُتَوَفَّى فِيْ سَنَةِ 723 مِنَ الْهِجْرَةِ النُّبُوَّةِ ــــ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى ــــ قَالَ

Penyusun kitab al-Ajurrumyyah, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Daud ash-Shahaji, yang terkenal dengan Ibnu Ajurrum yang lahir pada tahun 672 H, dan meninggal pada tahun 723 H. – semoga Allah merahmatinya – berkata:

الْكَلَامُ هُوَ اللَّفْظُ الْمُرَكَّبُ الْمُفِيْدُ بِالْوَضْعِ

Kalām adalah suatu lafazh yang tersusun, memiliki makna yang sempurna dengan pengucapan sesuai dengan bahasa ‘Arab.

SYARAH

Saya (pensyarah kitab al-Ajurrmiyyah, yaitu Muhammad Muhyiddin ‘Abd-ul-Hamid) berkata: Kata “kalām” memiliki dua makna, menurut etimologi (bahasa) dan menurut terminologi (istilah) ilmu nahwu.

Menurut etimologi, kalām berarti ungkapan yang dapat memberikan satu makna yang sempurna, baik berupa ucapan, coretan, tulisan, ataupun isyarat (kode atau simbol tertentu – pent.)

Menurut terminologi ahli nahwu, sesuatu dapat disebut sebagai kalām apabila menghimpun empat hal, yaitu:

  1. Harus berupa lafazh.
  1. Harus murakkab (tersusun dari dua kata atau lebih).
  1. Harus mufīd (memberi makna yang sempurna).
  1. Harus diucapkan sesuai dengan pengucapan orang ‘Arab.

Maksud kalimat “berupa lafazh” adalah ungkapan tersebut berupa suara yang terdiri dari beberapa huruf hija’iyyah, yang dimulai dari huruf alif dan diakhiri dengan huruf yā’. Contohnya seperti (أَحْمَدُ), (يَكْتُبُ), dan (سَعِيْدُ). Seluruh kata tersebut tatkala diucapkan terdiri dari empat huruf hija’iyyah. Berdasarkan hal ini, ahli nahwu tidak memasukkan isyarat sebagai kalām, karena syarat bukan berupa suara yang terdiri dari huruf-huruf hija’iyyah, meskipun sebagian ahli bahasa tetap memasukkannya ke dalam kategori kalām, karena bisa memberikan makna yang sempurna (dapat dipahami).

Maksud kalimat “murakkab” adalah ungkapan tersebut harus terdiri dari dua kata atau lebih, contohnya:

(مُحَمَّدٌ مُسَافِرٌ) – (Muhammad adalah seorang musafir).

(الْعِلْمُ نَافِعٌ) – (Ilmu itu bermanfaat).

(يَبْلُغُ الْمُجْتَهِدُ الْمَجْدَ) – (Orang yang bersungguh-sungguh akan mencapai kemuliaan).

(لِكُلِّ مُجْتَهِدٍ نَصِيْبٌ) – (Setiap orang yang bersungguh-sungguh akan memperoleh hasil).

(الْعِلْمُ خَيْرُ مَا تَسْعَى إِلَيْهِ) – (Ilmu merupakan usaha terbaik yang anda lakukan).

Semua kalimat di atas dikategorikan sebagai kalām karena masing-masing dari kalimat tersebut terdiri dari dua kata atau lebih. Oleh karena itu – menurut ahli nahwu – satu kata saja bukanlah kalām kecuali jika kata itu digabungkan dengan kata lain, baik penggabungannya bersifat hakīkī (sebenarnya), seperti pada contoh-contoh di atas atau bersifat taqdīrī (terdapat kata lain yang menyertai yang tidak ditampakkan namun dapat diperkirakan – ed.), contohnya adalah jika ada seseorang yang bertanya kepadamu.

(مَنْ أَخُوْكَ؟) – (Siapa saudara laki-lakimu?)

Kemudian anda menjawab: (مُحَمَّدٌ) (Muhammad).

Ucapan “Muhammad”, meskipun hanya terdiri dari satu kata, tetap dikategorikan sebagai kalām, karena jawaban anda tersebut secara lengkap dapat diperkirakan sebagai berikut:

(مُحَمَّدٌ أَخِيْ) – (Muhammad adalah saudara lelakiku).

Jadi, meskipun terlihat hanya satu kata, tetapi sebenarnya jawaban anda tersebut merupakan ungkapan/ucapan yang terdiri dari tiga kata yakni: (muhammadun), (akhun), dan (yā’ mutakallim).

Maksud dari “ungkapan itu harus mufīd” adalah apabila orang yang diajak berbicara paham akan kalimat yang disampaikan, di mana si pendengar dapat memahaminya dengan sempurna dan tidak menunggu kelanjutan kalimat tersebut.

Apabila anda mengatakan:

(إِذَا حَضَرَ الْأُسْتَاذُ) – (Jika ustadz telah hadir).

maka perkataan anda tersebut tidak termasuk kalām, meskipun terdiri dari tiga kata, karena si pendengar tentu masih akan menunggu kelanjutan perkataan anda, yaitu konsekuensi yang terjadi apabila ustadz telah hadir.

Namun, jika anda mengatakan:

(إِذَا حَضَرَ الْأُسْتَاذُ أَنْصَتَ التَّلَامِيْذُ) – (Apabila ustadz hadir, para murid pun terdiam).

maka perkataan anda ini dapat dikategorikan sebagai kalām karena dapat dipahami oleh pendengar.

Maksud dari ungkapan “harus diucapkan sesuai pengucapan orang ‘Arab” adalah kalimat-kalimat yang digunakan dalam pembicaraan merupakan kalimat yang telah dibuat dan digunkan oleh orang ‘Arab untuk menunjukkan suatu makna tertentu. Contohnya, kata (حَضَرَ) (hadir). Kata ini adalah kata yang digunakan oleh orang-orang ‘Arab untuk menunjukkan suatu makna, yaitu kehadiran sesuatu pada waktu lampau. Kata (مُحَمَّدٌ), kata ini digunakan oleh orang-orang ‘Arab untuk menunjukkan suatu pribadi tertentu yang menggunakan nama tersebut. Jika anda mengatakan:

(حَضَرَ مُحَمَّدٌ) – (Muhammad telah hadir).

berarti anda telah menggunakan dua kata, yang masing-masing kata telah digunakan oleh orang-orang ‘Arab. Berbeda halnya jika anda mengatakan suatu ucapan yang digunkan oleh orang-orang ‘ajam (non‘Arab), seperti orang Persia, Turki, Barbar, atau Perancis (Eropa). Ucapan mereka tidak dinamakan kalam menurut ahli bahasa ‘Arab, sekalipun ahli bahasa lainnya menamakan ucapan tersebut sebagai kalām.

Beberapa contoh kalām yang memenuhi syarat-syarat di atas:

(الْجَوُّ صَحْوٌ) – (Cuaca cerah).

(الْبُسْتَانُ مُثْمِرٌ) – (Kebun itu berbuah).

(الْهِلَالُ سَاطِعٌ) – (Bulan itu bersinar).

(السَّمَاءُ صَافِيَةٌ) – (Langit itu bersih).

(يُضِيْءُ الْقَمَرُ لَيْلًا) – (Bulan itu menerangi malam).

(يَنْجَحُ الْمُجْتَهِدُ) – (Orang yang bersungguh-sungguh itu berhasil).

(لَا يُفْلِحُ الْكَسُوْلُ) – (Orang yang malas tidak akan berhasil).

(لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ) – (Tidak ada sesembahan (yang hak) selain Allah).

(مُحَمَّدٌ صَفْوَةُ الْمُرْسَلِيْنَ) – (Muhammad adalah rasul pilihan).

(اللهُ رَبُّنَا) – (Allah adalah Rabb kami).

(مُحَمَّدٌ نَبِيُّنَا) – (Muhammad adalah Nabi kami).

Beberapa contoh lafazh yang mufrad (tunggal):

(مُحَمَّدٌ) – (Muhammad)

(عَلِيٌّ) – (‘Ali).

(إِبْرَاهِيْمُ) – (Ibrahim).

(قَامَ) – (berdiri).

(مِنْ) – (dari).

Beberapa contoh kata yang murakkab (tersusun atas 2 kata atau lebih) tetapi tidak memberikan makna yang sempurna:

(مَدِيْنَةُ الْإِسْكَنْدَرِيَّةُ) – (Kota Iskandariyyah).

(عَبْدُ اللهِ) – (Hamba Allah).

(حَضْرَمَوْتُ) – (Hadhramaut).

(لَوْ أَنْصَفَ النَّاسُ) – (Jika manusia adil).

(إِذَا جَاءَ الشِّتَاءُ) – (Jika musim dingin datang).

(مَهْمَا أَخْفَى الْمُرَائِيْ) – (Bagaimana pun orang yang riya’ menyembunyikan perbuatan riya’nya).

(إِنْ طَلَعَتِ الشَّمْسُ) – (Jika matahari terbit).

Pertanyaan:

  1. Apa yang dimaksud dengan kalām?
  1. Apa maksud dari kalimat “kalām harus berupa lafazh?”
  1. Apa maksud dari kalimat “kalām harus mufīd?”
  1. Apa maksud dari kalimat “kalām itu harus murakkab?”
  1. Apa maksud dari kalimat “kalām itu harus sesuai dengan wadh‘-ul-‘arab?”
  1. Sebutkanlah lima contoh kalimat yang dapat dikategorikan sebagai kalām menurut ahli nahwu.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *