Hukum Asal I’rab – Ilmu Nahwu Tuhfat-us-Saniyah

Dari Buku:
Ilmu Nahwu Terjemah Tuhfat-us-Saniyah
(Judul Asli: Tuḥfat-us-Saniyati Syarḥu Muqaddimat-il-Ajurrumiyyah)
Oleh: Muhammad Muhyidin ‘Abdul Hamid
Penerjemah: Muhammad Taqdir
Penerbit: Media Hidayah

Rangkaian Pos: Mu‘rabat (Kata-kata yang Mu‘rab/Di-i‘rab) - Ilmu Nahwu Tuhfat-us-Saniyah

Hukum Asal I‘rāb
Pada Seluruh Kata yang Di-i‘rāb dengan Perubahan Ḥarakāt dan Berbagai Hal yang Terkecualikan

 

MATAN

 

وَ كُلُّهَا تُرْفَعُ بِالضَّمَّةِ وَ تُنْصِبُ بِالْفَتْحَةِ وَ تُخْفَضُ بِالْكَسْرَةِ وَ تُجْزَمُ بِالسُّكُوْنِ
وَ خَرَجَ عَنْ ذلِكَ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ جَمْعُ الْمُؤَنَّثِ السَّالِمِ يُنْصَبُ بِالْكَسْرَةِ وَ الْاِسْمُ الَّذِيْ لَا يَنْصَرِفُ يُخْفِضُ بِالْفَتْحَةِ وَ الْفِعْلُ الْمُضَارِعُ الْمُعْتَلُّ الْآخِرُ يُجْزَمُ بِحَذْفِ آخِرِهِ

“Seluruh kata tadi di-rafa‘-kan dengan ḥarakāt dhammah, di-nashab-kan dengan ḥarakāt fatḥah, di-khafadh-kan dengan ḥarakāt kasrah, dan di-jazm-kan dengan ḥarakāt sukūn. Dikecualikan dari hukum ini (tiga) 3 hal, yaitu jama‘ mu’annats sālim yang di-nashab-kan dengan ḥarakāt kasrah, isim ghairi munsharif yang di-jarr-kan dengan ḥarakāt fatḥah, dan fi‘il mudhāri‘ mu‘tall ākhir yang di-jazm-kan dengan hadzful ‘illah (dihilangkan ḥurūf ‘illah-nya).”

 

SYARAH

 

Hukum asal keempat jenis kata tersebut – yaitu kata yang di-i‘rāb dengan perubahan ḥarakāt – adalah di-rafa‘-kan dengan ḥarakāt dhammah, di-nashab-kan dengan ḥarakāt fatḥah, di-jarr-kan dengan ḥarakāt kasrah, dan di-jazm-kan dengan ḥarakāt sukūn.

(Berdasarkan hal ini) maka seluruh kata tersebut memiliki tanda rafa‘ dengan ḥarakāt dhammah. Oleh karenanya, seluruh kata tersebut ber-ḥarakāt dhammah ketika dalam keadaan rafa‘.

Contohnya:

(يُسَافِرُ مُحَمَّدٌ وَ الْأَصْدِقَاءُ وَ الْمُؤْمِنَاتُ) – Muḥammad, rekan-rekan, dan wanita-wanita yang beriman itu akan bersafar.

(يُسَافِرُ) merupakan fi‘il mudhāri‘, ber-i‘rāb marfū‘, karena fi‘il ini tidak didahului oleh ‘āmil yang me-nashab-kan dan ‘āmil yang men-jazm-kan. Tanda rafa‘-nya adalah ḥarakāt dhammah yang zhāhirah.

(مُحَمَّدٌ) merupakan fā‘il-nya, ber-i‘rāb marfū‘. Tanda rafa‘-nya adalah ḥarakāt dhammah yang zhāhirah. Kata ini adalah isim mufrad.

(الْأَصْدِقَاءُ) berkedudukan marfū‘ karena kata ini di-‘athaf-kan kepada isim yang marfū‘. Tanda rafa‘-nya adalah ḥarakāt dhammah yang zhāhirah. Kata ini merupakan jama‘ taksīr.

(الْمُؤْمِنَاتُ) berkedudukan marfū‘ karena kata ini juga di-‘athaf-kan kepada isim yang marfū‘. Tanda rafa‘-nya adalah ḥarakāt dhammah yang zhāhirah. Kata ini merupakan jama‘ mu’annats sālim.

 

Begitu pula berdasarkan kaidah di atas, keempat kata tersebut ber-ḥarakāt fatḥah ketika dalam keadaan nashab. Seluruhnya mengikuti hukum asal kecuali jama‘ mu’annats sālim, karena kata ini di-nashab-kan dengan ḥarakāt kasrah sebagai pengganti ḥarakāt fatḥah.

Contohnya:

(لَنْ أُخَالِفُ مُحَمَّدًا وَ الْأَصْدِقَاءَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ) – Saya tidak akan menyelisihi Muḥammad, rekan-rekan, dan wanita-wanita yang beriman itu.

(أُخَالِفُ) merupakan fi‘il mudhāri‘ yang di-nashab-kan dengan (لَنْ). Tanda nashab-nya adalah ḥarakāt fatḥah zhāhirah.

(مُحَمَّدًا) adalah maf‘ūl bihi ber-i‘rāb manshūb. Tanda nashab-nya adalah ḥarakāt fatḥah yang zhāhirah. (مُحَمَّدًا) adalah isim mufrad sebagaimana yang telah anda ketahui.

(الْأَصْدِقَاءُ) ber-i‘rāb manshūb karena kata ini di-‘athaf-kan (disambungkan) kepada isim yang manshūb. Tanda nashab-nya adalah ḥarakāt fatḥah zhāhirah. Kata ini adalah jama‘ taksīr sebagaimana yang telah anda ketahui.

(الْمُؤْمِنَاتِ) ber-i‘rāb manshūb karena kata ini di-‘athaf-kan kepada isim yang manshūb juga. Tanda nashab-nya adalah ḥarakāt fatḥah kasrah sebagai pengganti fatḥah karena kata ini adalah jama‘ mu’annats sālim.

 

Adapun tanda khafadh dengan ḥarakāt kasrah merupakan tanda asal bagi keempat jenis kata tersebut. Dalam keadaan khafadh seluruh kata tersebut mengikuti hukum asal tadi. Akan tetapi, fi‘il mudhāri‘ terkecualikan dari hukum tersebut, karena prinsip dasar menyatakan bahwa fi‘il tidak di-khafadh-kan sama sekali (tidak memiliki i‘rāb khafadh). Selain itu, isim ghairu munsharif juga terkecualikan dari hukum asal tersebut, karena isim jenis ini di-jarr/khafadh-kan dengan ḥarakāt fatḥah yang berfungsi sebagai pengganti kasrah.

Contoh:

(مَرَرْتُ بِمُحَمَّدٍ، الرِّجَالِ، الْمُؤْمِنَاتِ، وَ أَحْمَدَ) – Saya melewati Muḥammad, para lelaki, wanita-wanita yang beriman itu, dan Aḥmad.

Pada kata (مَرَرْتُ) terkumpul fi‘il, yaitu (مَرَرْ) dan fā‘il, yaitu (تُ).

(ب) merupakan huruf jarr.

(مُحَمَّدٍ) di-jarr-kan oleh huruf (ب) bā’. Tanda jarr-nya adalah ḥarakāt kasrah zhāhirah. Kata (مُحَمَّدٍ) adalah isim mufrad yang munsharif sebagaimana yang telah anda ketahui.

(الرِّجَالِ) merupakan isim yang majrūr karena kata ini di-‘athaf-kan kepada isim yang majrūr. Tanda jarr-nya adalah ḥarakāt kasrah zhāhirah. Kata ini adalah jama‘ taksīr yang munsharif sebagaimana yang telah anda ketahui.

(الْمُؤْمِنَاتِ) berkedudukan majrūr karena kata ini di-‘athaf-kan kepada isim yang majrūr. Tanya jarr-nya adalah ḥarakāt kasrah yang zhāhirah. Kata ini adalah jama‘ mu’annats sālim sebagaimana yang juga telah anda ketahui.

(أَحْمَدَ) berkedudukan majrūr karena kata ini di-‘athaf-kan kepada kata yang majrūr. Tanda jarr-nya adalah ḥarakāt fatḥah sebagai pengganti kasrah karena kata ini adalah isim ghairu munsharif. Faktor yang menghalangi sharf (tanwīn) masuk pada isim tersebut adalah ‘alamiyyah (karena isim tersebut merupakan isim ‘alam/nama) dan pola isim tersebut sesuai dengan pola fi‘il.

 

Anda telah mengetahui bahwa i‘rāb jazm khusus untuk fi‘il mudhāri‘. Jika fi‘il mudhāri‘ tersebut merupakan fi‘il shaḥīḥ ākhir maka fi‘il itu di-jazm-kan dengan ḥarakāt sukūn, sesuai dengan hukum asal i‘rāb jazm.

Contoh:

(لَمْ يُسَافِرْ خَالِدٌ) – Khālid tidak akan bepergian.

(لَمْ) merupakan huruf nafi, jazm, dan qalb.

(يُسَافِرْ) merupakan fi‘il mudhāri‘ yang di-jazm-kan oleh (لَمْ). Tanda jazm-nya adalah ḥarakāt sukūn.

(خَالِدٌ) merupakan fā‘il, berkedudukan marfū‘. Tanda rafa‘-nya adalah ḥarakāt dhammah zhāhirah.

Jika fi‘il mudhāri‘ itu adalah mu‘tall ākhir maka tanda jazm-nya adalah dengan menghilangkan huruf ‘illah pada fi‘il tersebut.

Contohnya:

(لَمْ يَسْعَ بَكْرٌ، وَ لَمْ يَدْعُ، وَ لَمْ يَقْضِ مَا عَلَيْهِ) Bakr belum berusaha, belum berdoa, dan belum menunaikan kewajibannya.

Kata (يَقْضِ، يَدْعُ، يَسْعَ) merupakan fi‘il mudhāri‘ yang di-jazm-kan oleh (لَمْ). Tanda jazm-nya adalah dengan menghilangkan huruf alif dari kata (يَسْعَ); dan ḥarakāt fatḥah yang terletak pada huruf ‘ain merupakan pertanda akan penghapusan huruf alif. Begitu pula tanda jazm pada kata (يَدْعُ) adalah dengan menghilangkan huruf wāwu; dan ḥarakāt dhammah pada huruf ‘ain merupakan pertanda akan hal ini. Demikian pula dihilangkannya huruf yā’dari (يَقْضِ) dan ḥarakāt kasrah pada huruf dhād merupakan pertanda dari jazm-nya kata tersebut.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *