وَ أَمَّا الْأَلِفُ فَتَكُوْنُ عَلَامَةً لِلنَّصْبِ فِي الْأَسْمَاءِ الْخَمْسَةِ نَحْوُ رَأَيْتُ أَبَاكَ وَ أَخَاكَ وَ مَا أَشْبَهَ ذلِكَ
“Adapun alif menjadi tanda nashab bagi asmā’-ul-khamsah, seperti kalimat “Saya melihat ayah dan saudara laki-lakimu.”
Anda telah mengetahui definisi asmā’-ul-khamsah dan telah mengetahui pula tanda i‘rāb-nya, yaitu dengan huruf wāwu dalam keadaan rafa‘, dengan huruf alif dalam keadaan nashab, dan dengan huruf yā’ dalam keadaan jarr.
Sekarang kami akan menerangkan kepada anda bahwa tanda yang menunjukkan bahwa suatu kata asmā’-ul-khamsah berkedudukan manshūb adalah dengan adanya huruf alif pada akhir kata-kata tersebut, seperti:
(اِحْتَرِمْ أَبَاكَ) – Hormatilah bapakmu.
(اُنْصُرْ أَخَاكَ) – Tolonglah saudaramu.
(زُوْرِيْ حَمَاكِ) – Kunjungilah iparmu.
(نَظِّفْ فَاكَ) – Bersihkan mulutmu.
(لَا تَحْتَرِمْ ذَا الْمَالِ لِمَالِهِ) – Janganlah anda menghormati seorang hartawan karena tamak akan hartanya.
Semua kata (أَبَاكَ), (أَخَاكَ), (حَمَاكِ), (فَاكَ), (ذَا) pada contoh di atas dan yang semisalnya ber-i‘rāb manshūb, karena kata-kata tersebut berkedudukan sebagai maf‘ūl bihi. Tanda nashab-nya adalah alif sebagai pengganti harakat fatḥah. Seluruh kata setelahnya – baik itu huruf kāf atau kata (الْمَالِ) – merupakan mudhāf ilaihi.
Huruf alif yang berfungsi sebagai pengganti harakat fatḥah hanya terdapat pada asmā’-ul-khamsah.