Syarah Hikmah Ke-62 – Syarah al-Hikam – KH. Sholeh Darat

شَرْحَ
AL-HIKAM
Oleh: KH. SHOLEH DARAT
Maha Guru Para Ulama Besar Nusantara
(1820-1903 M.)

Penerjemah: Miftahul Ulum, Agustin Mufarohah
Penerbit: Penerbit Sahifa

Syarah al-Hikam

KH. Sholeh Darat
[Ditulis tahun 1868]

SYARAH HIKMAH KE-62

 

الْأكْوَانُ ظَاهِرُهَا غِرَّةٌ وَ بَاطِنُهَا عِبْرَةٌ فَالنَّفْسُ تَنْظُرُ إِلَى ظَاهِرِ غِرَّتِهَا وَ الْقَلْبُ يَنْظُرُ إِلَى بَاطِنِ عِبْرَتِهَا.

Alam ini lahiriahnya berupa tipuan sementara bāthiniyyahnya berupa pelajaran (peringatan). Nafsu melihat kepada lahiriah yang menipu. Sementara qalbu melihat kepada bāthinya yang menjadi pelajaran.

 

Memenuhi hak-hak Allah itu dengan cara melanggengkan anggota badannya untuk berbuat ketaatan dan anggota bāthinnya ḥudhūr kepada Allah di dalam setiap keadaan. Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:

الْأكْوَانُ ظَاهِرُهَا غِرَّةٌ وَ بَاطِنُهَا عِبْرَةٌ.

Alam ini lahiriahnya berupa tipuan sementara bāthiniyyahnya berupa pelajaran (peringatan).

Segala hal yang disukai nafsu berupa harta-benda atau lainnya, itu secara lahiriah menggiurkan dan melenakan sebab keindahannya.

Sementara sisi bāthiniyyah bisa dijadikan pelajaran karena keburukannya dan akhirnya juga akan rusak. Maka, lahiriah dunia itu indah dan bāthiniyyahnya buruk. Barang siapa melihat lahiriahnya ia akan tertipu dengan keindahannya dan hatinya akan menyukai dunia. Sebaliknya, barang siapa melihat bāthiniyyahnya maka dia akan melihat akan kejelekannya dan kehinaannya, karenanya dunia juga akan sirna dan menjadi tidak berguna.

 

فَالنَّفْسُ تَنْظُرُ إِلَى ظَاهِرِ غِرَّتِهَا.

Nafsu melihat kepada lahiriah yang menipu.

Nafsu ammārah itu suka melihat sisi lahiriah ya‘ni perhiasan dunia, sehingga lupa akan bāthiniyyahnya, ia tertipu oleh lahiriahnya, maka ia menjadi orang yang rusak.

 

وَ الْقَلْبُ يَنْظُرُ إِلَى بَاطِنِ عِبْرَتِهَا.

Sementara qalbu melihat kepada bāthinya yang menjadi pelajaran.

Adapun hati seorang mu’min itu melihat sisi bāthiniyyah keburukan dunia, dunia tak akan pernah mau menepati orang yang hendak mencari tujuannya. Karena orang yang mencari dunia itu, jika ia ingin berisitirahat, ia menjadi lelah; jika hendak mencari kebahagiaan, ia menjadi gelisah dan bersedih hati. Kesedihan itu hadir sebagai taqdirnya karena telah mencintai dunia; dan jika ia mencari kekayaan, yang didapatkan adalah kefakiran. Karena semisal engkau mendapat uang 10 dirham, sejatinya engkau telah fakir atau kehilangan 100 dirham, jika mendapat 1.000 dirham engkau kehilangan 10.000 dirham, padahal sebelum kau mendapatkannya, engkau adalah orang yang kaya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *