Suratu Quraisy 106 ~ Tafsir al-Aisar

TAFSĪR AL-AISAR
(Judul Asli: أَيْسَرُ التَّفَاسِيْرِ لِكَلَامِ الْعَلِيِّ الْكَبِيْرِ)
Edisi Indonesia:
Tafsir al-Qur’an al-Aisar (Jilid 7)

Penulis: Syaikh Abū Bakar Jābir al-Jazā’irī

(Jilid ke 7 dari Surah Qāf s.d. an-Nās)
 
Penerbit: Darus Sunnah

SURAT QURAISY

MAKKIYYAH
JUMLAH AYAT: 4 AYAT

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Surat Quraisy: Ayat 1-4

لِإِيْلَافِ قُرَيْشٍ. إِيْلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَ الصَّيْفِ. فَلْيَعْبُدُوْا رَبَّ هذَا الْبَيْتِ. الَّذِيْ أَطْعَمَهُمْ مِّنْ جُوْعٍ وَ آمَنَهُمْ مِّنْ خَوْفٍ.

106:1. Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
106:2. (Yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
106:3. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka‘bah).
106:4. Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.

PENJELASAN KATA

(لِإِيْلَافِ) Li Īlāf: Kata “al-Īlāf” adalah kata bentukan dari kata “ālaf-asy-syai’a yuālifuhū ilāfan” artinya terbiasa dengan sesuatu, tidak merasa berat melaksanakannya dan tidak menjauhinya.

(قُرَيْشٍ) Quraisy (11761): Mereka adalah keturunan an-Nadhr bin Kinānah yaitu dari kabilah yang bermacam-macam.

(رِحْلَةَ الشِّتَاءِ) Riḥlat-asy-Syitā’i: bepergian pada musim dingin ke negeri Yaman.

(وَ الصَّيْفِ) Wash-Shaif: Bepergian pada musim panas ke negeri Syām.

(فَلْيَعْبُدُوْا) Fal-Ya‘budū: Jikalau mereka tidak menyembah Allah ta‘ālā karena segala kenikmatan yang mereka terima, maka beribadahlah kepada-Nya karena kedua perjalanan tersebut.

(رَبَّ هذَا الْبَيْتِ) Rabba Hādza-l-Bait: Yang memiliki rumah suci dan Rabb segala sesuatu.

(الَّذِيْ أَطْعَمَهُمْ مِّنْ جُوْعٍ) Alladzī Ath‘amahum min Jū‘: Tidak kelaparan dikarenakan rumah suci.

(وَ آمَنَهُمْ مِّنْ خَوْفٍ.) Wa Āmanahum min Khauf: Hidup aman dikarenakan rumah suci.

MAKNA AYAT 1-4 SECARA UMUM

Firman-Nya: “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy” (11772) “jarr” dan “majrūr” ini berkaitan erat dengan ayat sebelumnya, yaitu Aku telah bertindak terhadap tentara bergajah. Demi kebiasaaan suku Quraisy yang melakukan dua perjalanan. Atau merasa ta‘jub dengan kebiasaan mereka melakukan perjalanan. Kedua perjalanan tersebut adalah perjalanan ke Yaman pada musim dingin dan perjalanan ke Syam pada musim panas. Mereka pergi untuk berdagang dan mencari rezeki. Hasilnya yang akan dibawa ke negeri mereka yang tidak memiliki ladang pertanian dan tidak juga memproduksi berbagai barang.

Kedua perjalanan ini tidak lain adalah karena kehendak Allah ta‘ālā agar penduduk tanah dan negeri suci-Nya hidup dengan nyaman. Inilah kenikmatan Allah atas mereka. Oleh karena itu: “Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka‘bah)” (11783). Karena Allah telah memudahkan mereka untuk mendapatkan berbagai macam kenikmatan, “mengamankan mereka dari ketakutan”, demikianlah seharusnya, mereka tidak menyelewengkan ibadah kepada Allah. Ibadah yang justru dilakukan kepada patung-patung dan berhala-berhala. Allah-lah yang pantas mereka sembah karena Allah telah memberi mereka makan sehingga tidak kelaparan dan memberikan kepada mereka rasa aman dari ketakutan. Karena mereka telah menghormati dan mengagungkan tanah suci dan penduduknya. Oleh karena itu, mereka dimudahkan oleh Allah untuk bepergian ke luar negeri dan pulang dalam keadaan aman dan tenang.

Allah ta‘ālā berfirman: “Allah telah menjadikan Ka‘bah, tempat suci sebagai tempat berkumpul,” yaitu untuk berkumpulnya orang-orang Quraisy sebagai tempat mencari penghidupan karena orang-orang ‘Arab sangat menghormati dan mengagungkan penduduk Makkah (rumah suci atau Ka‘bah). (11794).

PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL DARI AYAT 1-4.

  1. Tanda-tanda kekuasaan Allah, hikmah dan rahmat-Nya. Maha Suci Allah, Rabb Yang Maha Bijaksana dan Maha Penyayang.
  2. Penjelasan tentang keutamaan nikmat yang telah Allah berikan kepada suku Quraisy yang harus mereka syukuri. Ketika mereka tidak bersyukur, maka Allah akan menimpakan ‘adzab-Nya kepada mereka seperti dengan kelaparan dan ketakutan.
  3. Kewajiban beribadah kepada Allah dan meninggalkan segala bentuk ibadah kepada selain-Nya.
  4. Kewajiban bersyukur kepada Allah atas segala nikmat-nikmatNya dengan memuji dan mengagungkan-Nya serta menggunakannya dalam keridhaan-Nya.
  5. Kebutuhan pokoknya terpenuhi, tidak kelaparan, serta mendapatkan (jaminan) keamanan dan jauh dari rasa takut adalah kesempurnaan suatu negara. Oleh karena itu, negara yang paling modern pada saat ini maupun sebelumnya tidak mampu memberikan dua kenikmatan ini kepada masyarakatnya, yaitu kehidupan yang lapang dan keamanan yang penuh (terjamin).

Catatan:

  1. 1176). Kata “Quraisy” adalah julukan untuk nenek-moyang semua keturunan Quraisy, yaitu Fihr bin Mālik bin an-Nadhr bin Kinānah. Adapun yang di atas Fihr, maka mereka semua adalah keturunan dari Kinānah. Dijuluki dengan Quraisy adalah bentuk pengecilan dari kata Qarsy. Sedangkan bentuk penyandaran kepada Quraisy adalah dengan kata Qurasyi. Apabila pencahan Qarsy dari “at-taqrīsy” yang artinya mencari dan berkumpul atau nisbat kepada “al-qarsy” yaitu ikan laut yang kuat sehingga penisbatannya (kepada Qarsy) adalah Qurasyi. Quraisy bisa dipakai untuk daerah, tetapi apabila dipakai untuk kabilah, maka tidak diperbolehkan. Al-Qurthubī menguatkan (pendapat) bahwa suku Quraisy berasal dari Quraisy bin an-Nadhr bin Kinānah. Semua keturunan an-Nadhr disebut Quraisy sebagaimana disebutkan dalam hadits: “Sesungguhnya kami anak an-Nadhr bin Kinānah, kami tidak berhenti pada ibu kami dan kami tidak menolak bapak kami.” Apabila diperhatikan ternyata tidak ada pertentangan karena kabilah-kabilah Quraisy kembali nasabnya kepada an-Nadhr bin Kinānah.
  2. 1177). Kata “al-īlāfu” adalah kata bentukan dari kata “ālafa yūlifu īlāfan”. Adapun “alafahū yalafauhū ilfan ilāfan” maka Abū Ja‘far telah membacanya “li ilfi quraisy”. Sedangkan yang berhubungan dengan huruf “lām-ul-jarr” memiliki tiga kemungkinan dan telah disebutkan di dalam kitab tafsir ini dua kemungkinan, sedangkan kemungkinan yang ketiga adalah berhubungan dengan “falya‘budū” Seakan-akan ia berkata: “Allah telah memberikan kebiasaan kepada orang-orang Quraisy. Oleh karena itu, beribadahlah kepada Rabb (Pemilik) rumah ini (Ka‘bah).” Diperkirakan kata syarat yang dihapus yaitu kalimat: “Apabila halnya seperti itu, maka beribadahlah”. Sedangkan pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam mushḥaf ‘Ubai bin Ka‘ab. Karena antara dua surat tidak dipisahkan. Demikian juga di dalam bacaan ‘Umar bin Khaththāb ketika ia shalat Maghrib. Maka pada raka‘at pertama, ‘Umar membaca surat at-Tīn dan pada raka‘at kedua membaca surat al-Fīl dan surat Quraisy dan tidak memisahkannya dengan bacaan basmalah. Hal ini tidak dilarang.
  3. 1178). Hal ini terjadi karena Allah mengabulkan doa Nabi Ibrāhīm ‘alaih-is-salām: “Ya Allah Rabb kami! Jadikanlah kota ini kota yang aman dan berilah rezeki kepada penduduknya dari buah-buahan.”
  4. 1179). Bukti kebenaran firman Allah ta‘ālā: “Bukankah Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam tanah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) sebagai rezeki (bagimu) dari sisi Kami?

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *