Suratu Nuh 71 ~ Tafsir Khuluqun ‘Azhim (4/5)

Tafsir Khuluqun ‘Azhim
Budi Pekerti Agung

Oleh: Prof. M. Dr. Yunan Yusuf
 
Diterbitkan oleh: Penerbit Lentera Hati.
 
Tafsir JUZ TABARAK
Khuluqun ‘Azhīm

(BUDI PEKERTI AGUNG)

Rangkaian Pos: Suratu Nuh 71 ~ Tafsir Khuluqun 'Azhim 1

6. Kedurhakaan Penduduk Armenia.

قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِيْ وَ اتَّبَعُوْا مَنْ لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَ وَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا. وَ مَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًا. وَ قَالُوْا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَ لَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَ لَا سُوَاعًا وَ لَا يَغُوْثَ وَ يَعُوْقَ وَ نَسْرًا. وَ قَدْ أَضَلُّوْا كَثِيْرًا وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا ضَلَالًا.

71: 21. Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakai-ku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka.
71: 22. Dan melakukan tipu-daya yang amat besar”.
71: 23. Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwā‘, yaghūts, ya‘ūq dan nasr”.
71: 24. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang lalim itu selain kesesatan.

 

AYAT 21

قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِيْ وَ اتَّبَعُوْا مَنْ لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَ وَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا.

71: 21.Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku”, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka.

Setelah berda‘wah selama lebih kurang lima abad dengan mengerahkan semua daya pikir, kerja keras, dan jerih payah, Nabi Nūḥ nyaris mengalami kegagalan. Beliau telah mempergunakan berbagai metode, media, motivasi, dan argumen microcosmos dengan macrocosmos, Nabi Nūḥ akhirnya kembali mengadu kepada Allah. Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, yang telah mengutus aku kepada penduduk Armenia, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dengan menuduhku bahwa berda‘wah ini hanya untuk kepentingan diriku sendiri dan menuduh aku menjadi gila, dan mereka penduduk Armenia itu telah mengikuti orang-orang yang kaya dan terpandang tertapi durhaka, yang harta dan anak-anaknya yang banyak itu tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka karena tidak pernah mereka infakkan.

Al-Qur’ān menggambarkan untuk kedua kalinya Nabi Nūḥ mengadu kepada Allah. Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku.” Mendurhaka di sini berarti menentang da‘wah dan seruan yang disampaikan oleh Nabi Nūḥ. Ajaran yang dibawa oleh Nabi Nūḥ tentang Allah Yang Maha Esa dan tidak ada serikat bagi Allah, mereka dustakan dan tolak mentah-mentah. Bahkan lebih dari itu, mereka menuduh Nabi Nūḥ sudah gila dan dirasuk oleh syaithan.

Kedurhakaan penduduk Armenia itu mengikuti kedurhakaan para pemuka masyarakat mereka. Ini yang disebut oleh penggalan ayat, “dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka.” Kedudukan mereka yang terhormat dan terpandang membuat pengaruh mereka sangat besar kepada khalayak. Apa saja yang mereka katakan dan perintah diikuti oleh masyarakat yang sudah terpengaruh itu.

 

AYAT 22

وَ مَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًا.

71: 22.Dan melakukan tipu-daya yang amat besar

Dengan mudah para pemuka masyarakat itu menyesatkan para pengikut dan menipu mereka. “Dan melakukan tipu-daya yang amat besar.” Mereka menipu rakyat dengan harta benda yang berlimpah-ruah dan anak-anak yang banyak serta kedudukan dan kekuasaan yang tinggi. Tindakan menipu rakyat itu adalah perbuatan makar dengan melakukan penentangan terhadap da‘wah yang disampaikan dengan ajakan dan seruan yang lemah-lembut penuh hikmah kebijaksanaan.

Para pemuka masyarakat inilah yang mengatakan kepada penduduk Armenia bahwa Nūḥ hanyalah manusia biasa yang sama seperti mereka juga. Nūḥ hanyalah sebagai bagian dari masyarakat Armenia sendiri. Tidak ada keistimewaan yang dimiliki oleh Nūḥ. Tidak layak sebenarnya Nūḥ menyatakan diri sebagai utusan Tuhan. Sebab tidak ada keistimewaan pada dirinya, yang dia banggakan untuk menyakinkan orang lain, bahwa dia adalah utusan Allah s.w.t.

Orang-orang pendurhaka mempunyai logika sendiri. Sebenarnya kalau Tuhan memang bermaksud hendak mengutus rasūl, tidaklah perlu mengutus Nūḥ yang tidak ada keistimewaan itu. Tetapi, seseorang yang mempunyai keistimewaan, seperti malaikat. Mereka berkeyakinan bahwa malaikat lebih layak menjadi utusan Tuhan daripada Nūḥ. Nūḥ sengaja mengangkat dirinya sendiri sebagai rasūl agar kedudukannya di tengah masyarakat menjadi terhormat.

 

AYAT 23

وَ قَالُوْا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَ لَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَ لَا سُوَاعًا وَ لَا يَغُوْثَ وَ يَعُوْقَ وَ نَسْرًا.

71: 23.Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwā‘, yaghūts, ya‘ūq dan nasr”.

Puncak dari perbuatan makar yang mereka lakukan itu adalah menghasut masyarakat untuk tidak meninggalkan penyembahan terhadap berhala. Dan mereka, para pemuka masyarakat itu berkata: “Jangan sekali-kali, walau apa pun yang terjadi, kamu meninggalkan (penyembahan) terhadap tuhan-tuhan yang kita sembah selama ini atau beralih keyakinan bahwa kamu menyembah Allah Yang Maha Esa, dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) terhadap wadd, dan jangan pula suwā‘, yaghūts, ya‘ūq dan nasr”, berhala-berhala yang menjadi sesembahan masyarakat Armenia.

Para pemuka masyarakat ini menghasut penduduk Armenia agar tidak meninggalkan penyembahan terhadap tuhan-tuhan yang sudah mereka yakini selama ini. Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu. Seruan Nabi Nūḥ adalah memeluk agama baru. Sedangkan mereka telah memeluk keyakinan yang diwariskan oleh para nenek-moyang. Sesuai dengan keyakinan nenek-moyang, mereka telah meyakini tuhan-tuhan yang tidak sedikit jumlahnya.

Untuk mempertegas dan memperjelas hasutan tersebut, para pemuka masyarakat itu menyebut satu-per-satu sesembahan berhala yang mereka pertuhan itu. Penggalan ayat ini menjelaskan “dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwā‘, yaghūts, ya‘ūq dan nasr”. Kelima kata yang disebut secara berurutan itu adalah nama-nama berhala yang mereka jadikan sesembahan. Berhala-berhala ini mereka anggap paling penting dan terbesar di antara berhala-berhala lainnya. Kelima berhala itu juga muncul dalam sesembahan masyarakat Jahiliyyah Makkah ketika Nabi Muḥammad diutus oleh Allah s.w.t.

 

AYAT 24

وَ قَدْ أَضَلُّوْا كَثِيْرًا وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا ضَلَالًا.

71: 24.Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang lalim itu selain kesesatan.

Dengan membangkitkan sentimen keberhalaan para pemuka masyarakat tersebut menghasut anggota masyarakat sehingga bertambah jauh terperosok ke dalam kesesatan. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia). Dengan hasutan itu masyarakat kebanyakan semakin tidak peduli terhadap da‘wah Nabi Nūḥ. Situasi inilah yang memaksa Nabi Nūḥ meminta kepada Allah s.w.t. agar menperdalam kesesatan penduduk Armenia yang mendurhaka tersebut.

Permintaan Nabi Nūḥ ini pada hakikatnya adalah doa yang keluar dari hati seorang yang sudah berda‘wah all out dalam waktu yang sangat panjang serta mengalami berbagai tantangan dan penderitaan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang lalim itu selain kesesatan. Mereka, para pendurhaka itu, jangan diberikan perlindungan dan pengampunan, karena mereka adalah orang-orang yang zhalim. Yang layak bagi mereka adalah berada dalam kesesatan yang lebih buruk.

Ternyata penduduk Armenia yang menjadi kaum Nabi Nūḥ itu adalah pembangkang-pembangkang yang keras kepala. Bagi orang-orang seperti itu bukan lagi petunjuk dan peringatan yang layak bagi mereka, tetapi biarkanlah mereka terus dalam kesesatan, sehingga kesesatan mereka semakin menjadi-jadi yang akan menyeret mereka ke dalam neraka. Bagi para pembangkang itu memang adzab dan siksa neraka yang lebih layak sebagai balasan yang setimpal.

7. Sanksi terhadap Penduduk Armenia.

مِمَّا خَطِيْئَاتِهِمْ أُغْرِقُوْا فَأُدْخِلُوْا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوْا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِ اللهِ أَنْصَارًا. وَ قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِيْنَ دَيَّارًا. إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوْا عِبَادَكَ وَ لَا يَلِدُوْا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا.

71: 25. “Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah.”
71: 26. “Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.”
71: 27. “Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.”

 

AYAT 25

مِمَّا خَطِيْئَاتِهِمْ أُغْرِقُوْا فَأُدْخِلُوْا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوْا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِ اللهِ أَنْصَارًا.

71: 25. “Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah.”

Kedurhakaan penduduk Armenia yang mendapat hasutan dari pemuka-pemuka masyarakatnya sudah bertumpuk-tumpuk. Berulang kali Nabi Nūḥ mengingatkan mereka, namun peringatan Nabi Nūḥ tersebut tidak mereka dengarkan. Malah mereka menyumbat lubang telinga mereka dan menutup wajah dengan pakaian mereka agar mereka tidak mendengarkan da‘wah Nabi Nūḥ. Disebabkan kesalahan-kesalahan dan kedurhakaan mereka yang sudah bertumpuk, mereka ditenggelamkan dalam banjir, lalu mereka kelak akan dimasukkan ke dalam neraka, maka mereka tidak akan mendapat penolong-penolong yang dapat memberikan keringanan bagi sanksi dan adzab yang telah dijatuhkan untuk mereka selain dari Allah Yang Maha Adil lagi Maha Perkasa.

Benar bahwa Nabi Nūḥ telah berdoa, namun sanksi dan adzab tidaklah jatuh atas pertimbangan doa Nabi Nūḥ tersebut. Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka. Menurut M. Quraish Shihāb, didahulukannya kalimat mimmā khathī’ātihim (disebabkan oleh dosa-dosa mereka), bertujuan membatasi jatuhnya siksa itu. Memang Nabi Nūḥ a.s. berdoa, tetapi ada atau tidak ada doa sama saja, karena siksa itu adalah akibat kedurhakaan mereka. Ini juga mengesankan bahwa seseorang hendaknya tidak perlu mendoakan bencana bagi orang lain. Dengan demikian, ayat dia atas tidak dapat dijadikan alasan untuk mendoakan keburukan bagi orang lain. Demikian Ustadz Quraish.

Sanksi Allah pun berlaku, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka. Allah memerintahkan kepada Nabi Nūḥ untuk membuat sebuah bahtera yang sangat besar, sebab Allah akan mendatangkan banjir. Setelah bahtera itu selesai, Allah mengarahkan Nabi Nūḥ untuk mengajak para pengikutnya yang sedikit itu serta segala jenis hewan secara berpasangan naik ke atas bahtera tersebut. Kemudian Allah menurunkan hujan yang sangat lebat berhari-hari tiada henti serta memancarkan mata air dari bumi dengan sangat deras, sehingga terjadilah banjir yang tingkat ketinggian airnya menenggelamkan gunung-gunung. Penduduk Armenia yang durhaka mati tenggelam dalam banjir. Sanksi dunia ini belumlah cukup, karena kelak di akhirat para pendurhaka Armenia akan dimasukkan ke dalam neraka.

Siapakah yang bisa menyelamatkan seseorang dari sanksi yang sudah dijatuhkan oleh Allah? Tidak ada yang bisa menolong seseorang kecuali Allah sendiri. Maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah. Penggalan ayat ini mengisyaratkan bahwa kaum Nabi Nūḥ yang mendurhaka itu, di samping mendapat sanksi di dunia juga memperoleh adzab di akhirat. Karena yang menjatuhkan sanksi dan menurunkan adzab itu adalah Allah, maka tidak logis bila Allah yang menolong mereka. Penggalan ayat ini sekaligus bermakna pelecehan bagi orang-orang yang durhaka dengan tidak ada penolong. Sanksi dan adzab ini setimpal dengan kedurhakaan yang telah mereka perbuat. Maha Suci Allah yang tiada pernah menganiaya hamba-hambaNya.

 

AYAT 26

وَ قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِيْنَ دَيَّارًا.

71: 26. “Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi”.”

Nabi Nūḥ kembali berdoa kepada Allah. Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi”. Sayyid Quthb mengomentari ayat ini dengan mengatakan bahwa Nabi Nūḥ mendapat ilham, bahwa bumi perlu dicuci agar permukaannya bersih dan suci dari kejahatan yang melanda kaumnya dengan kuat di masanya. Memang terkadang tidak ada pengobatan apa pun yang manjur selain membersihkan bumi dari orang-orang yang zhalim, karena keberadaan mereka akan membekukan sama sekali da‘wah yang menyeru manusia untuk menyembah Allah dan menjadi penghalang bagi da‘wah untuk sampai ke dalam hati orang-orang lain. Hakikat inilah yang diungkapkan oleh Nabi Nūḥ a.s. ketika beliau meminta agar orang-orang yang zhalim itu dimusnahkan secara total tanpa menyisakan seorang manusia pun di antara mereka. Demikian Sayyid Quthb.

Boleh jadi doa ini dipanjatkan oleh Nabi Nūḥ sebelum terjadinya banjir, sehingga semua orang kafir dan pendurhaka itu telah dimusnahkan oleh Allah dengan banjir tersebut. Tidak ada yang tersisa seorang jua pun. Atau juga boleh jadi doa tersebut dimohonkan oleh Nabi Nūḥ sesudah banjir. Ini berarti permohonan Nabi Nūḥ tersebut berfungsi sebagai peringatan moral bagi umat manusia bahwa pendurhakaan tidak dapat ditolerir sedikit pun.

Pendurhakaan akan menimbulkan bencana bagi umat manusia. Sebab pendurhakaan itu tidak hanya menimbulkan keburukan bagi orang yang mendurhaka secara pribadi, tetapi menumbuhkan kegemaran manusia untuk melakukan kerusakan di muka bumi. Karena ketika melaksanakan kedurhakaan, seseorang tidak peduli apakah yang dia kerjakan melanggar ketentuan Allah. Bila seseorang telah melanggar ketentuan Allah berarti dia sudah melakukan kerusakan di muka bumi.

 

AYAT 27

إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوْا عِبَادَكَ وَ لَا يَلِدُوْا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا.

71: 27. “Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hambaMu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.”

Masih dalam konteks doa sebagai peringatan moral, Nabi Nūḥ memohon kepada Allah untuk tidak menyisakan orang-orang pendurhaka itu seorang jua pun. Sebaiknya seluruh orang pendurhaka itu dimusnahkan. Sebab bila mereka dibiarkan hidup, ada dua bencana yang akan timbul. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hambaMu. Sebelum bencana itu terjadi sebaknya mereka, orang-orang pendurhaka itu, dimusnahkan saja.

Bencana pertama adalah para pendurhaka yang durhaka dan yang masih hidup itu akan mempengaruhi masyarakat sekitarnya, baik masyarakat yang sudah beriman maupun masyarakat yang belum beriman. Mereka akan mempengaruhi terhadap masyarakat yang beriman agar meninggalkan ajaran Nabi Nūḥ dan kembali ke jalan keyakinan nenek-moyang mereka terdahulu. Sedangkan terhadap masyarakat yang masih kafir, agar tetap berada dalam kesesatan. Itu berarti populasi para pendurhaka akan bertambah banyak.

Bencana kedua adalah para pendurhaka akan beranak-pinak dan mempunyai keturunan yang fājir dan kuffār, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. Kata fājir diberikan kepada orang yang selalu berbuat maksiat, sedang kata kuffār diberikan kepada orang yang selalu mendurhaka dan menutupi kebenaran kapan dan di mana pun berada. Inilah pandangan jauh ke depan yang diungkapkan dalam doa Nabi Nūḥ agar peradaban manusia terhindar dari kehancuran.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *