Suratu Nuh 71 ~ Tafsir Khuluqun ‘Azhim (1/5)

Tafsir Khuluqun ‘Azhim
Budi Pekerti Agung

Oleh: Prof. M. Dr. Yunan Yusuf
 
Diterbitkan oleh: Penerbit Lentera Hati.
 
Tafsir JUZ TABARAK
Khuluqun ‘Azhīm

(BUDI PEKERTI AGUNG)

Rangkaian Pos: Suratu Nuh 71 ~ Tafsir Khuluqun 'Azhim 1

TAFSIR SURAH KE-71

سُوْرَةُ نُوْحٍ

NŪḤ/NOAH/NABI NŪḤ
AYAT 1 s/d 28

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

1. Iftitāḥ

Surah Nūḥ (Nabi Nūḥ) adalah surah yang ke-71 dalam susunan surah-surah yang terkandung dalam Mushḥaf ‘Utsmānī. Ayatnya berjumlah 28 ayat. Ibnu ‘Abbās menghitung jumlah kata yang terdapat di dalamnya ada sebanyak 224 kata dan jumlah huruf-hurufnya adalah sebanyak 929 huruf. Disepakati oleh ulama bahwa seluruh ayat surah Nūḥ dikatakan termasuk ke dalam kelompok ayat-ayat Makkiyyah. Berbagai riwayat memberikan informasi bahwa surah Nūḥ diturunkan oleh Allah s.w.t. pada urutan ke-73 surah-surah al-Qur’ān. Ia diturunkan sesudah surah an-Naḥl [16].

Nūḥ adalah nama satu-satunya bagi surah ini. Nama ini sangat sesuai dengan kandungan isi surah. Karena seluruh isinya berbicara tentang kisah Nabi Nūḥ dalam menyampaikan da‘wah kepada kaumnya dengan berbagai metode dan argumentasi yang dibawa beliau. Pokok-pokok kandungan surah Nūḥ meliputi seruan Nabi Nūḥ untuk mentauhidkan Allah, peringatan untuk memperhatikan penciptaan alam dan manusia, serta adzab yang diturunkan oleh Allah, baik di dunia dengan banjir serta adzab di akhirat kelak.

Sebagaimana diketahui bahwa Nabi Nūḥ diutus kepada penduduk Armenia yang sudah melupakan ajaran agama yang ditinggalkan oleh Nabi Idrīs. Mereka kembali menyembah berhala dan menserikatan Allah. Pada usia 480 tahun, Nabi Nūḥ ditugaskan berda‘wah selama lebih kurang lima ratus tahun. Dalam jangka waktu lima abad tersebut Nabi Nūḥ hanya mendapatkan segelintir pengikut. Sebagian besar dari mereka mendurhaka, termasuk anak dan istri Nabi Nūḥ sendiri.

Di akhir surah al-Ma‘ārij, Allah mengisyaratkan tentang kekuasaan Allah untuk mengganti orang-orang yang kafir dengan orang-orang yang lebih (baik – ayat 41 – SH.) dari itu. Maka surah Nūḥ menampilkan sebuah generasi, yakni generasi para pengikut Nabi Nūḥ yang durhaka ditenggelamkan dalam banjir. Hanya sedikit dari mereka yang selamat. Ini menunjukkan munāsabah antara kedua surah tersebut dengan pembuktian kepunahan sebagian besar dari pengikut Nabi Nūḥ tersebut dan digantikan oleh generasi berikutnya.

2. Dakwah Nabi Nūḥ kepada Penduduk Armenia.

إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوْحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ. قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّيْ لَكُمْ نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌ. أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَ اتَّقُوْهُ وَ أَطِيْعُوْنِ. يَغْفِرْ لَكُمْ مِّنْ ذُنُوْبِكُمْ وَ يُؤَخِّرْكُمْ إِلىَ أَجَلٍ مُّسَمًّى إِنَّ أَجَلَ اللهِ إِذَا جَاءَ لَا يُؤَخَّرُ لَوْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ.

71: 1. Sesungguhnya Kami telah mengutus Nūḥ kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya ‘adzab yang pedih.”
71: 2. Nūḥ berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu,
71: 3. (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertaqwalah kepada-Nya, dan taatlah kepadaku.
71-4. Niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu [1516] sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui.

 

AYAT 1

إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوْحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ.

71: 1. “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nūḥ kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya ‘adzab yang pedih”.”

Ayat terakhir surah al-Ma‘ārij menjelaskan apa akhir cerita orang-orang kafir yang mendustakan al-Qur’ān yang bangkit dari kubur dengan muka tertunduk dan dirundung kehinaan. Penggambaran itu disambut oleh da‘wah Nabi Nūḥ agar menjadi pelajaran bagi umat manusia, dan secara khusus bagi kaum Musyrik yang ada di kota Makkah ketika itu. Sesungguhnya Kami, Allah Yang Maha Kuasa, telah mengutus Nūḥ, sebagai nabi dan rasūl kepada kaumnya, yakni penduduk Armenia yang telah melupakan ajaran Nabi Idrīs dan kembali menyembah berhala (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan, wahai Nūḥ, sebelum datang kepadanya, yakni kepada penduduk kota Armenia tersebut, ‘adzab yang pedih.”

Redaksi ayat ini berbunyi: Sesungguhnya Kami telah mengutus Nūḥ kepada kaumnya (dengan memerintahkan), menjelaskan bahwa Allah mengisahkan kepada Nabi Muḥammad s.a.w. perihal Nabi Nūḥ. Nūḥ diutus sebagai nabi dan rasūl. Nabi untuk menyampaikan wahyu Allah. Nūḥ adalah generasi kesembilan dari Nabi Ādam a.s., dan merupakan generasi ketiga dari Nabi Idrīs a.s. Dalam usia 950 tahun, Nabi Nūḥ berda‘wah hampir lima abad.

Ia diutus oleh Allah kepada penduduk Armenia yang kembali menyembah berhala. Padahal kepada mereka sebelumnya telah didatangkan Nabi Idrīs. Tetapi setelah ditinggalkan oleh Nabi Idrīs a.s. mereka kembali kepada kekufuran melalui penyembahan berhala. Dalam tradisi penduduk Armenia ini berhala yang mereka sembah itu adalah patung dari kenalan atau kerabat yang sangat mereka cintai dan yang telah meninggal. Maka untuk menghormati arwah orang-orang tersebut mereka buatkan patungnya, lalu mereka sembah.

Nabi Nūḥ berda‘wah kepada mereka dengan memperingatkan kaumnya untuk tidak melakukan kemusyrikan. “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya ‘adzab yang pedih.” Nabi Nūḥ mengajak kaumnya penduduk Armenia untuk kembali menyembah Allah Yang Maha Esa. Ajaran yang dahulu pernah di sampaikan oleh Nabi Idrīs a.s. beliau hidupkan kembali. Beliau memperingatkan, bila mereka masih berada dalam kemusyrikan dan menimbulkan kerusakan di muka bumi, maka adzab Allah akan turun kepada mereka.

 

AYAT 2

قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّيْ لَكُمْ نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌ.

71: 2. “Nūḥ berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu”.”

Setelah menerima wahyu Allah itu Nabi Nūḥ kemudian menghadapi kaumnya. Nūḥ berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu.” Para nabi dan rasūl adalah utusan Allah. Mereka diberi amanah untuk menyampaikan wahyu Allah yang berisi tuntunan dan pedoman agar manusia menjalani kehidupan dengan baik dan damai. Yakni pedoman untuk menempuh jalan yang lurus yang diridhai oleh Allah s.w.t.

Dalam posisi sebagai utusan itu para nabi dan rasūl hanyalah pemberi peringatan. Para nabi dan rasūl tidak dalam posisi memaksa. Jangankan nabi dan rasūl, Allah Sendiri mengatakan bahwa manusia tidak akan dipaksa dalam menerima keimanan. Siapa yang mau percaya, silakan percaya, dan siapa yang mau tidak percaya, silakan tidak percaya. Sebenarnya kalau Allah mau, seluruh manusia yang ada di atas bumi ini menjadi beriman kepada-Nya.

Nabi Nūḥ memberi peringatan kepada kaumnya dengan bersungguh-sungguh, berda‘wah selama lebih kurang lima ratus tahun tanpa henti. Nabi Nūḥ menggunakan seluruh kemampuan, kecakapan, dan kefasihan lidahnya dalam berbicara. Nabi Nūḥ memang dikenal sebagai Nabi yang sangat fasih berbicara. Dengan kefasihan berbicara itu serta diramu dengan sikap sabar dan kebijaksanaan yang tinggi, beliau menyeru kaumnya untuk kembali ke jalan yang benar.

 

AYAT 3

أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَ اتَّقُوْهُ وَ أَطِيْعُوْنِ.

71: 3. “(Yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertaqwalah kepada-Nya, dan taatlah kepadaku.”

Apakah pokok ajaran dari jalan yang benar itu? (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertaqwalah kepada-Nya, dan taatlah kepadaku. Ajaran jalan yang benar itu bersendi pada penyembahan Allah, hanya kepada-Nya saja. Beribadah hanya kepada Allah sebagai pengakuan tentang adanya Yang Maha Esa dan Yang Maha Kuasa sebagai penguasa dan pemilik alam semesta. Pengakuan inilah yang disebut dengan pengakuan TAUHID dan tidak boleh ada sekutu bagi Allah Yang Maha Esa itu.

Allah adalah eksistensi Yang Maha Ghaib, yang tidak bisa ditangkap secara indriawi. Oleh sebab itu, untuk meyakini adanya Yang Maha Ghaib itu, maka seseorang harus percaya kepada pembawa berita tentang yang ghaib itu, yakni para nabi dan rasūl. Adalah sesuatu yang keliru, bila hanya beriman kepada Allah, tetapi tidak beriman kepada rasūl. Beriman kepada rasūl mengandung arti mengikuti sunnah-sunnahnya. Maka mengingkari sunnah ditolak oleh Islam.

Untuk itu Nabi Nūḥ mengatakan: dan taatlah kepadaku. Taatilah apa yang aku sampaikan pemberitaan dari Allah Yang Maha Kuasa. Karena begitu taat kepada para nabi dan rasūl, maka ajaran yang dibawa mereka yang berasal dari Allah dapat diterima dengan lapang dada dan keyakinan yang penuh. Hanya dari lidah nabi-lah firman-firman Allah dapat diketahui. Maka dalam konteks ajaran Islam, ajaran para nabi dan rasūl, yang disebut dengan hadits adalah wahyu Allah juga. Tetapi wahyu dalam arti makna, bukan lafalnya.

 

AYAT 4

يَغْفِرْ لَكُمْ مِّنْ ذُنُوْبِكُمْ وَ يُؤَخِّرْكُمْ إِلىَ أَجَلٍ مُّسَمًّى إِنَّ أَجَلَ اللهِ إِذَا جَاءَ لَا يُؤَخَّرُ لَوْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ.

71: 4. “Niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui.”

Apabila tiga ajaran pokok itu dipegang dengan teguh, maka ridha Allah akan terlimpah. Niscaya dengan menyembah, bertaqwa, dan menaati rasūl, Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu, yang pernah kamu perbuat, dan menangguhkan kamu, untuk tidak menerima adzab sampai kepada waktu yang ditentukan di Yaum-ul-Maḥsyar beroleh anugerah kenikmatan surga. Sesungguhnya ketetapan Allah untuk menjatuhkan sanksi apabila telah datang dan telah diputuskan tidak dapat ditangguhkan, ditunda atau dibatalkan, kalau kamu mengetahui dan menyadarinya.

Pengampunan dosa adalah hak prerogatif Allah semata. Diampuni atau tidak diampuni seseorang ada dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa. Niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu. Da‘wah Nabi Nūḥ agar kaumnya menyembah Allah, Tuhan Yang Esa, bertaqwa kepada Allah serta menaati apa yang diajarkan oleh Nabi Nūḥ sendiri, adalah jalan untuk menerima pengampunan tersebut. Pengampunan terhadap dosa-dosa yang pernah dilakukan, termasuk dosa syirik.

Konsekuensi logis dari dosa yang telah terampuni, maka penurunan sanksi atas kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan pun ditangguhkan, dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Dengan telah diterimanya taubat, maka setiap orang dapat memulai hidup dengan lebih bersih dan suci sampai nanti waktu yang ditentukan datang, yakni malaikat ‘Izrā’īl menjemput. Hidup menjelang kematian adalah lahan subur untuk menanam amal kebajikan.

Oleh sebab itu, janganlah sia-siakan hidup yang sebentar itu. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui. Isilah hidup itu sebaik-baiknya dengan memperbanyak amal saleh. Sebab bila ajal sudah tiba, tidak dapat digeser waktunya sedetik pun. Ia tidak dapat dimundurkan atau dimajukan sedetik pun. Waktu berlangsungnya adalah sesuatu yang sangat pasti. Semua orang mengetahui hal itu, walaupun sangat sedikit yang memahaminya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *