Suratu Nuh 71 ~ Tafsir Ibni Katsir (2/2)

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Suratu Nuh 71 ~ Tafsir Ibni Katsir

Nūḥ, ayat 21-24.

قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِيْ وَ اتَّبَعُوْا مَنْ لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَ وَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا. وَ مَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًا. وَ قَالُوْا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَ لَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَ لَا سُوَاعًا وَ لَا يَغُوْثَ وَ يَعُوْقَ وَ نَسْرًا. وَ قَدْ أَضَلُّوْا كَثِيْرًا وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا ضَلَالًا.

71: 21. Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakai-ku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka,

71: 22. dan melakukan tipu-daya yang amat besar”.

71: 23. Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwā‘, yaghūts, ya‘ūq dan nasr”.

71: 24. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang lalim itu selain kesesatan.

Allah s.w.t. menceritakan tentang Nūḥ a.s., bahwa dia telah menunaikan nahi munkar demi karena Allah; dan Dia Maha Mengetahui, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Bahwa meskipun dengan adanya semua keterangan yang telah disebutkan di atas dan seruan serta dakwah yang beraneka ragam, baik dengan cara targhīb maupun dengan cara tarhīb, kaumnya tetap mendurhakainya dan menentangnya serta mendustakannya. Bahkan mereka lebih suka mengikuti para hartawan yang lupa kepada perintah Allah dan tenggelam ke dalam kesenangan duniawinya yang berlimpah, padahal kenyataannya apa yang mereka miliki itu merupakan istidrāj dan penangguhan dari Allah buat meng‘adzab mereka, bukan sebagai penghormatan atau kemuliaan. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:

وَ اتَّبَعُوْا مَنْ لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَ وَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا.

dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka” (Nūḥ [71]: 21).

Menurut suatu qirā’at, ada yang membaca waladuhu dan ada pula yang membacanya wulduhu dalam qira’at yang lainnya, tetapi keduanya mempunyai makna yang berdekatan.

Firman Allah s.w.t.:

وَ مَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًا.

dan melakukan tipu-daya yang amat besar.” (Nūḥ [71]: 22).

Mujāhid mengatakan bahwa kubbār artinya amat besar, menurut Ibnu Zaid artinya besar. Orang-orang ‘Arab mengatakan amrun ‘ajībun, ‘ujābun, dan ‘ujjābun (perkara yang mengagumkan). Dikatakan pula rajulun ḥusānun dan ḥussānun (lelaki yang tampan), atau jumālun dan jummālun, mempunyai makna yang sama. Makna firman-Nya:

وَ مَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًا.

dan melakukan tipu-daya yang amat besar.” (Nūḥ [71]: 22).

Yakni dengan para pengikutnya melalui hasutan mereka terhadap para pengikutnya yang mengelabui mereka bahwa jalan yang mereka tempuh adalah benar dan berada pada petunjuk, sebagaimana yang dikatakan oleh para pengikut mereka terhadap pemimpin mereka di hari kiamat, yang hal ini disitir oleh firman-Nya:

بَلْ مَكْرُ الَّيْلِ وَ النَّهَارِ إِذْ تَأْمُرُوْنَنَا أَنْ نَكْفُرَ بِاللهِ وَ نَجْعَلَ لَهُ أَنْدَادًا.

(Tidak) sebenarnya tipu daya (mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami supaya kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya.” (Saba’: 33).

Karena itulah maka disebutkan dalam surat ini oleh firman-Nya:

وَ مَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًا. وَ قَالُوْا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَ لَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَ لَا سُوَاعًا وَ لَا يَغُوْثَ وَ يَعُوْقَ وَ نَسْرًا.

dan melakukan tipu-daya yang amat besar”. Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwā‘, yaghūts, ya‘ūq dan nasr”.” (Nūḥ [71]: 22-23).

Ini adalah nama berhala-berhala sesembahan mereka selain Allah. Imām Bukhārī mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrāhīm, telah menceritakan kepada kami Hisyām, dari Ibnu Juraij dan ‘Athā’, dari Ibnu ‘Abbās, bahwa berhala-berhala yang ada pada kaum Nūḥ itu kemudian menjadi sembahan orang-orang ‘Arab di kemudian harinya. Wadd sembahan Bani Kalb yang terletak di Duamat-ul-Jandal, Suwā‘ sembahan Hudzail, Yagūts sembahan Murād, kemudian Bani Ghathīf di al-Jirf di negeri Saba’, sedangkan Ya‘ūq adalah berhala sembahan Ḥamdān, dan Nasr sembahan Ḥimyar dan keluarga Dzul-Kalā‘.

Pada mulanya nama-nama tersebut merupakan nama orang-orang saleh dari kalangan kaum Nabi Nūḥ a.s. Ketika mereka meninggal dunia, syaithan membisikkan kepada kaum mereka: “Buatkanlah tugu-tugu pada bekas tempat-tempat duduk mereka berupa patung-patung, lalu namailah dengan nama-nama mereka.” Maka mereka melakukannya, dan pada mulanya tidak disembah. Tetapi lama-kelamaan setelah ilmu diangkat dari mereka, maka mulailah patung-patung itu disembah dan dipuja. Hal yang sama telah diriwayatkan dari ‘Ikrimah, adh-Dhaḥḥāk, Qatādah, dan Ibnu Isḥāq.

‘Alī ibnu Abī Thālib telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, bahwa berhala-berhala tersebut merupakan sembahan-sembahan di masa Nabi Nūḥ a.s.

Ibnu Jarīr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ḥumaid, telah menceritakan kepada kami Mahrān, dari Muḥammad ibnu Qais sehubungan dengan makna firman-Nya:

وَ لَا يَغُوْثَ وَ يَعُوْقَ وَ نَسْرًا.

yaghūts, ya‘ūq dan nasr.” (Nūḥ [71]: 23).

Bahwa mereka adalah orang-orang yang saleh yang hidup di masa antara Ādam dan Nūḥ a.s.; mereka mempunyai banyak pengikut yang mengikuti jejak mereka. Dan ketika mereka telah meninggal dunia, para muridnya itu masih tetap berlangsung sampai zaman kita sekarang ini, baik di kalangan bangsa ‘Arab, non-‘Arab, maupun bangsa Bani Ādam lainnya. Al-Khalīl dalam doanya mengatakan:

رَبِّ اجْعَلْ هذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَ اجْنُبْنِيْ وَ بَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ. رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيْرًا مِنَ النَّاسِ.

Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah) negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan dari manusia.” (Ibrāhīm: 35-36).

Firman Allah s.w.t.:

وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا ضَلَالًا

dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang lalim itu selain kesesatan.” (Nūḥ [71]: 24).

Ini merupakan doa Nūḥ terhadap kaumnya karena ia melihat pembangkangan mereka, kekafiran, dan keingkaran mereka yang sangat parah. Sebagaimana doa Mūsā terhadap Fir‘aun dan pemimpin-pemimpin kaumnya, yang disitir oleh firman Allah s.w.t.:

رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَ اشْدُدْ عَلَى قُلُوْبِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوْا حَتَّى بَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيْمَ.

Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka; maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.” (Yūnus: 88).

Allah s.w.t. telah memperkenankan doa masing-masing nabi terhadap kaumnya. Dan Allah menenggelamkan kaum Nūḥ disebabkan kedustaan mereka kepada apa yang disampaikan oleh Nūḥ kepada mereka.

Nūḥ, ayat 25-28.

مِمَّا خَطِيْئَاتِهِمْ أُغْرِقُوْا فَأُدْخِلُوْا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوْا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِ اللهِ أَنْصَارًا. وَ قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِيْنَ دَيَّارًا. إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوْا عِبَادَكَ وَ لَا يَلِدُوْا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا. رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَ لِوَالِدَيَّ وَ لِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا تَبَارًا.

71: 25. Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah.

71: 26. Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.

71: 27. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.

71: 28. Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang lalim itu selain kebinasaan”.

Firman Allah s.w.t.:

مِمَّا خَطِيْئَاتِهِمْ

Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka” (Nūḥ [71]: 25).

Menurut qirā’at lain dibaca khathāyāhum.

أُغْرِقُوْا

mereka ditenggelamkan.” (Nūḥ [71]: 25).

Yakni karen dosa-dosa mereka yang terlalu banyak dan pembangkangan serta tekad mereka yang tetap pada kekafiran mereka dan menentang rasūl mereka.

أُغْرِقُوْا فَأُدْخِلُوْا نَارًا

mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka.” (Nūḥ [71]: 25).

Mereka dipindahkan dari arus air banjir besar panasnya api neraka.

فَلَمْ يَجِدُوْا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِ اللهِ أَنْصَارًا.

maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah.” (Nūḥ [71]: 25).

Yaitu tiada bagi mereka seorang penolong pun, tiada penyelamat, tiada pelindung bagi mereka dari ‘adzab Allah s.w.t. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman Allah s.w.t.:

لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ

Tidak ada yang melindungi hari ini dari ‘adzab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.” (Hūd: 43).

Adapun firman Allah s.w.t.:

وَ قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِيْنَ دَيَّارًا.

Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.” (Nūḥ [71]: 26).

Maksudnya, janganlah Engkau biarkan di muka bumi ini seorang pun dari mereka dan jangan pula suatu tempat tinggal pun bagi mereka. Lafazh dayyāran termasuk ungkapan yang mengukuhkan nafi, menurut adh-Dhaḥḥāk artinya sebuah tempat tinggal pun (bagi mereka). As-Suddī mengatakan bahwa ad-dayyār artinya orang yang menghuni rumah. Maka Allah memperkenankan doanya dan membinasakan semua manusia yang ada di muka bumi dari kalangan orang-orang kafir hingga anak Nūḥ sendiri yang memisahkan diri dari ayahnya dan bergabung dengan kaumnya dalam kekafiran. Anaknya itu mengatakan seperti yang diceritakan oleh Allah s.w.t. melalui firman-Nya:

سَآوِيْ إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِيْ مِنَ الْمَاءِ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمرِ اللهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ وَ حَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِيْنَ.

Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah. Nūḥ berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari ‘adzab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (Hūd: 43).

Ibnu Abī Ḥātim mengatakan bahwa Yūnus ibnu ‘Abd-il-A‘lā membacakan kepadaku bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Syabīb ibnu Sa‘īd, dari ‘Abul-Jauzā’, dari Ibnu ‘Abbās yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

لَوْ رَحِمَ اللهُ مِنْ قَوْمِ نُوْمٍ أَحَدًا لَرَحِمَ امْرَأَةً لَمَّا رَأَتِ الْمَاءَ حَمَلَتْ وَلَدَهَا ثُمَّ صَعِدَتِ الْجَبَلَ فَلَمَّا بَلَغَهَا الْمَاءُ صَعِدَتْ بِهِ مَنْكِبَهَا فَلَمَّا بَلَغَ الْمَاءُ مِنْكِبَهَا وَضَعَتْ وَلَدَهَا عَلَى رَأْسِهَا فَلَمَّا بَلَغَ الْمَاءُ رَأْسَهَا رَفَعَتْ وَلَدَهَا بِيَدِهَا: فَلَوْ رَحِمَ اللهُ مِنْهُمْ أَحَدًا لَرَحِمَ هذِهِ الْمَرْأَةِ

Seandainya Allah mengasihani seseorang dari kaum Nūḥ, tentulah Allah mengasihani seorang wanita yang ketika melihat air bah datang, ia menggendong anaknya dan menaiki bukit. Dan setelah air bah mencapai bukit, ia naikkan anaknya ke pundaknya. Dan ketika air mencapai kepalanya, ia mengangkat anaknya dengan kedua tangannya. Seandainya Allah mengasihani seseorang dari mereka, tentulah dia mengasihani wanita ini.

Hadits ini gharīb, tetapi semua perawinya berpredikat tsiqah. Akhirnya Allah s.w.t. menyelamatkan orang-orang yang ada di dalam bahtera bersama Nūḥ a.s., yaitu mereka yang beriman kepadanya, dan Allah telah memerintahkan kepada Nūḥ a.s. sebelumnya untuk menaikkan mereka ke dalam bahteranya.

Firman Allah s.w.t.:

إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوْا عِبَادَكَ

Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu.” (Nūḥ [71]: 27).

Yakni sesungguhnya jika Engkau membiarkan seseorang dari mereka tetap hidup, niscaya dia akan menyesatkan hamba-hambaMu yang Engkau ciptakan sesudah mereka.

وَ لَا يَلِدُوْا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا.

dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.” (Nūḥ [71]: 27).

Yaitu durhaka dalam sepak-terjangnya lagi kafir hatinya. Demikian itu dikatakan oleh Nūḥ a.s. atas dasar pengalamannya dengan mereka dan dia tinggal bersama mereka dalam kurun waktu yang cukup lama, yaitu sembilan ratus lima puluh tahun. Kemudian Nabi Nūḥ a.s.menutup doanya dengan memohon kepada Allah s.w.t.:

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَ لِوَالِدَيَّ وَ لِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا

Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman.” (Nūḥ [71]: 28).

Menurut adh-Dhaḥḥāk, yang dimaksud dengan rumahku ialah masjidku. Akan tetapi, tidak mengapa jika ayat dita’wilkan sesuai dengan makna lahiriahnya. Yaitu bahwa dia mendoakan bagi setiap orang yang masuk ke dalam rumahnya dalam keadaan beriman.

Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abū ‘Abd-ir-Raḥmān, telah menceritakan kepada kami Ḥaiwah, telah menceritakan kepada kami Sālim ibnu Ghailān, bahwa al-Walīd ibnu Qais at-Tajībī pernah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah mendengar Abū Sa‘īd al-Khudrī atau dari Abul-Haitsam, dari Abū Sa‘īd, bahwa Abū Sa‘īd pernah mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

لَا تَصْحَبْ إِلَّا مُؤْمِنًا وَ لَا يَأْكُلُ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ.

Janganlah kamu berteman kecuali dengan orang mu’min, dan janganlah makan makananmu kecuali orang yang bertaqwa.

Imām Abū Dāūd dan Imām Tirmidzī meriwayatkan hadits ini melalui ‘Abdullāh ibn-ul-Mubārak, dari Ḥaiwah ibnu Syuraiḥ dengan sanad yang sama. Kemudian Imām Tirmidzī mengatakan bahwa sesungguhnya kami mengenal hadits ini hanya melalui jalur ini saja.

Firman Allah s.w.t.:

وَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ

dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan.” (Nūḥ [71]: 28).

Ini merupakan doa untuk segenap orang-orang mu’min laki-laki dan perempuan, yang hal ini mencakup orang yang masih hidup dari kalangan mereka dan juga orang yang sudah mati. Karena itulah maka disunnatkan membaca doa seperti ini karena mengikut kepada jejak Nabi Nūḥ a.s. dan mengamalkan apa yang disebutkan di dalam atsar-atsar dan doa-doa yang terkenal lagi dianjurkan oleh syariat.

Firman Allah s.w.t.:

وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا تَبَارًا.

Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang lalim itu selain kebinasaan.” (Nūḥ [71]: 28).

As-Suddī mengatakan bahwa makna tabāran ialah kebinasaan. Sedangkan menurut Mujāhid, artinya kerugian, yakni di dunia dan akhirat.

Unduh Rujukan:

  • [download id="15753"]

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *