Suratu Nuh 71 ~ Tafsir Ibni Katsir (1/2)

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Suratu Nuh 71 ~ Tafsir Ibni Katsir

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Nūḥ, ayat 1-4.

إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوْحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ. قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّيْ لَكُمْ نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌ. أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَ اتَّقُوْهُ وَ أَطِيْعُوْنِ. يَغْفِرْ لَكُمْ مِّنْ ذُنُوْبِكُمْ وَ يُؤَخِّرْكُمْ إِلىَ أَجَلٍ مُّسَمًّى إِنَّ أَجَلَ اللهِ إِذَا جَاءَ لَا يُؤَخَّرُ لَوْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ.

71: 1. Sesungguhnya Kami telah mengutus Nūḥ kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya ‘adzab yang pedih.”

71: 2. Nūḥ berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepadamu,

71: 3. (yaitu) sembahlah Allah olehmu, bertaqwalah kepada-Nya, dan taatlah kepadaku.

71-4. Niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui.

Allah s.w.t. menceritakan tentang Nūḥ a.s., bahwa Dia telah mengutusnya kepada kaumnya dan memerintahkan kepadanya agar memberikan peringatan kepada mereka akan ‘adzab Allah sebelum ‘adzab itu menimpa mereka. Maka jika mereka mau bertobat dan kembali ke jalan Allah, niscaya ‘adzab itu diangkat (dilenyapkan) dari mereka. Untuk itu Allah s.w.t. berfirman:

أَنْ أَنذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ. قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّيْ لَكُمْ نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌ.

Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya ‘adzab yang pedih.” Nūḥ berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepadamu” (Nūḥ [71]: 1-2).

Yakni yang jelas peringatannya lagi gamblang duduk perkaranya.

أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَ اتَّقُوْهُ

(yaitu) sembahlah Allah olehmu, bertaqwalah kepada-Nya.” (Nūḥ [71]: 3).

Artinya, tinggalkanlah hal-hal yang diharamkan oleh-Nya dan jauhilah perbuatan-perbuatan dosa.

وَ أَطِيْعُوْنِ

dan taatlah kepadaku.” (Nūḥ [71]: 3).

dengan mengerjakan apa yang kuperintahkan dan meninggalkan apa yang kularang kamu mengerjakannya.

يَغْفِرْ لَكُمْ مِّنْ ذُنُوْبِكُمْ

niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu.” (Nūḥ [71]: 4).

Yaitu apabila kamu mengerjakan apa yang kuperintahkan kepadamu dan membenarkan risalah yang kusampaikan kepadamu, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu. Huruf min dalam ayat ini menurut suatu pendapat disebut zā’idah (tambahan), tetapi kedudukan min sebagai tambahan dalam kalimat yang itsbāt (tidak dinafikan) jarang terjadi. Dan termasuk ke dalam pengertian ini ucapan sebagian orang ‘Arab: “Qad kāna min matharin.” (Tadi hujan telah turun).

Menurut pendapat yang lainnya, min di sini bermakna ‘an, artinya niscaya Allah akan mengampuni kalian dari dosa-dosa kalian. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarīr.

Menurut pendapat yang lainnya lagi, min di sini bermakna sebagian, yakni niscaya Allah akan mengampuni kalian dari dosa-dosa besar yang Allah telah mengancam kalian karena melakukannya, bahwa kalian akan ditimpa ‘adzab-Nya:

وَ يُؤَخِّرْكُمْ إِلىَ أَجَلٍ مُّسَمًّى

dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan.” (Nūḥ [71]: 4).

Maksudnya, memperpanjang usiamu dan menolak darimu ‘adzab yang bila kamu tidak menjauhi apa yang dilarang-Nya, niscaya ‘adzab itu akan menimpamu. Ayat ini dijadikan dalil oleh orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya amal ketaatan dan kebajikan serta silaturahmi dapat menambah usia pelakunya secara hakiki, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits yang mengatakan:

صِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيْدُ فِي الْعُمْرِ

Silaturahmi dapat menambah usia.

Firman Allah s.w.t.:

إِنَّ أَجَلَ اللهِ إِذَا جَاءَ لَا يُؤَخَّرُ لَوْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ.

Sesungguhnya ketetapan Allah apabila datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui.” (Nūḥ [71]: 4).

Yakni bersegeralah kamu mengerjakan amal ketaatan sebelum datang ‘adzab menimpamu. Karena sesungguhnya apabila Allah s.w.t. memerintahkan turunnya ‘adzab, maka hal itu tidak dapat ditolak dan tidak dapat dicegah, sebab Allah Maha Besar Yang Mengalahkan segala sesuatu, lagi Maha Perkasa yang semua makhluk tunduk kepada keperkasaan-Nya.

Nūḥ, ayat 5-20.

قَالَ رَبِّ إِنِّيْ دَعَوْتُ قَوْمِيْ لَيْلاً وَ نَهَارًا. فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِيْ إِلَّا فِرَارًا. وَ إِنِّيْ كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوْا أَصَابِعَهُمْ فِيْ آذَانِهِمْ وَ اسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَ أَصَرُّوْا وَ اسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا. ثُمَّ إِنِّيْ دَعَوْتُهُمْ جِهَارًا. ثُمَّ إِنِّيْ أَعْلَنْتُ لَهُمْ وَ أَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا. فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا. يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِّدْرَارًا. وَ يُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَ بَنِيْنَ وَ يَجْعَلْ لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَ يَجْعَلْ لَّكُمْ أَنْهَارًا. مَّا لَكُمْ لَا تَرْجُوْنَ للهِ وَقَارًا. وَ قَدْ خَلَقَكُمْ أَطْوَارًا. أَلَمْ تَرَوْا كَيْفَ خَلَقَ اللهُ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا. وَ جَعَلَ الْقَمَرَ فِيْهِنَّ نُوْرًا وَ جَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا. وَ اللهُ أَنْبَتَكُمْ مِّنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا. ثُمَّ يُعِيْدُكُمْ فِيْهَا وَ يُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا. وَ اللهُ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ بِسَاطًا. لِتَسْلُكُوْا مِنْهَا سُبُلًا فِجَاجًا.

71: 5. Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang,

71: 6. maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran).

71: 7. Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.

71: 8. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan,

71: 9. kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam,

71: 10. maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun,

71: 11. niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dari langit kepadamu,

71: 12. dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.

71: 13. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?

71: 14. Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian.

71: 15. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?

71: 16. Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita?

71; 17. Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya,

71: 18. kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya.

71: 19. Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan,

71: 20. supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu”.

Allah s.w.t. menceritakan perihal hamba dan Rasūl-Nya Nūḥ a.s., bahwa dia mengadu kepada Tuhannya apa yang ia jumpai pada kaumnya dan kesabarannya dalam menghadapi mereka dalam masa yang cukup panjang, yaitu seribu tahun kurang lima puluh tahun; yang salama itu dia menerangkan dan menjelaskan kepada kaumnya serta menyeru mereka ke jalan petunjuk dan jalan yang lurus. Untuk itu Allah s.w.t. berfirman:

رَبِّ إِنِّيْ دَعَوْتُ قَوْمِيْ لَيْلاً وَ نَهَارًا

Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang.” (Nūḥ [71]: 5).

Yakni aku tiada hentinya menyeru mereka siang dan malam karena menjalankan perintah-Mu dan mencari pahala ketaatan kepada-Mu.

فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِيْ إِلَّا فِرَارًا.

maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran).” (Nūḥ [71]: 6).

Yaitu setiap kali aku seru mereka untuk mendekati perkara yang hak, maka mereka makin lari darinya dan makin jauh menyimpang darinya.

وَ إِنِّيْ كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوْا أَصَابِعَهُمْ فِيْ آذَانِهِمْ وَ اسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ

. Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya).” (Nūḥ [71]: 7).

Yakni mereka menutupi telinganya agar tidak dapat mendengar seruan yang aku tujukan kepada mereka. Seperti halnya yang dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy, yang disebutkan oleh firman-Nya:

وَ قَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَا تَسْمَعُوْا لِهذَا الْقُرْآنِ وَ الْغَوْا فِيْهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُوْنَ.

Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan al-Qur’ān ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka).” (Fushshilat: 26).

Adapun firman Allah s.w.t.:

وَ اسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ

dan menutupkan bajunya (ke mukanya).” (Nūḥ [71]: 7).

Ibnu Jarīr telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, bahwa mereka menyembunyikan jati dirinya agar Nūḥ tidak mengenal mereka. Sa‘īd ibnu Jubair dan as-Suddī mengatakan bahwa mereka menutupi kepalanya agar tidak dapat mendengar apa yang dikatakan oleh Nūḥ.

وَ أَصَرُّوْا

dan mereka tetap (mengingkari)” (Nūḥ [71]: 7).

Yakni mereka terus-menerus dalam kemusyrikan dan kekafirannya yang berat lagi sangat parah.

وَ اسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا

dan menyombongkan diri dengan sangat.” (Nūḥ [71]: 7).

Mereka menolak, tidak mau mengikuti perkara yang hak dan tidak mau tunduk kepadanya.

ثُمَّ إِنِّيْ دَعَوْتُهُمْ جِهَارًا.

Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan” (Nūḥ [71]: 8).

Maksudnya, dengan terang-terangan di kalangan mereka tanpa tedeng aling-aling (dengan secara tidak terbuka, tidak dengan terus-terang – SH.).

ثُمَّ إِنِّيْ أَعْلَنْتُ لَهُمْ

kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan” (Nūḥ [71]: 9).

Yaitu dengan pembicaraan yang jelas dan suara yang keras.

وَ أَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا

dan dengan diam-diam” (Nūḥ [71]: 9).

antara aku dan mereka saja. Nūḥ dalam seruannya memakai cara yang beragam dengan maksud agar seruannya lebih berkesan pada mereka.

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا.

maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” (Nūḥ [71]: 10).

Yakni kembalilah kamu ke jalan-Nya dan tinggalkanlah apa yang kamu biasa lakukan itu dan bertobatlah kamu kepada-Nya dari dekat. Karena sesungguhnya barang siapa yang bertobat kepada-Nya, niscaya Dia menerima tobatnya, sekalipun dosa-dosanya besar dalam kekafiran dan kemusyrikannya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا. يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِّدْرَارًا.

maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dari langit kepadamu” (Nūḥ [71]: 10-11).

Maksudnya, terus-menerus, karena itulah maka disunnatkan membaca surat ini dalam shalat istisqā’ (memohon hujan) mengingat maknanya sangat relevan dengannya. Hal yang sama telah dilakukan oleh Amīr-ul-Mu’minīn ‘Umar bin Khaththāb r.a., bahwa dia menaiki mimbar untuk memanjatkan doa istisqā’, maka tiada yang dibacanya selain dari istighfar dan membaca beberapa ayat dalam istighfarnya yang antara lain adalah ayat ini:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا. يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِّدْرَارًا.

maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dari langit kepadamu” (Nūḥ [71]: 10-11).

Kemudian ‘Umar berkata: “Sesungguhnya aku telah menunggu-nunggu datangnya hujan melalui bintang-bintang yang merupakan pertanda akan datangnya hujan.” Ibnu ‘Abbās dan lain-lainnya mengatakan bahwa datanglah awan secara beriringan, sebagian darinya berurutan dengan sebagian yang lainnya.

Firman Allah s.w.t.:

وَ يُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَ بَنِيْنَ وَ يَجْعَلْ لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَ يَجْعَلْ لَّكُمْ أَنْهَارًا.

dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nūḥ [71]: 12).

Semuanya itu dengan syarat apabila kamu bertobat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya serta taat kepada-Nya, maka Dia akan memperbanyak rezeki kalian dan menyirami kalian dengan keberkahan dari langit dan menumbuhkan bagi kalian keberkahan bumi sehingga bumi menjadi subur menumbuhkan tetanamannya, dan menyuburkan bagi kalian air susu ternak kalian dan memberimu banyak harta dan anak-anak dan menjadikan bagi kalian kebun-kebun yang di dalamnya terdapat berbagai macam buah-buahan dan di tengah-tengah (celah-celah)nya dibelahkan bagi kalian sungai-sungai yang mengalir. Ini merupakan seruan dengan memakai metode targhīb. Kemudian beralih dengan cara tarhīb dalam seruannya kepada mereka. Untuk itu Nūḥ berkata:

مَّا لَكُمْ لَا تَرْجُوْنَ للهِ وَقَارًا.

Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?” (Nūḥ [71]: 13).

Yakni kebesaran-Nya, menurut Ibnu ‘Abbās, Mujāhid, dan adh-Dhaḥḥāk. Ibnu ‘Abbās mengatakan bahwa kalian tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang sebenar-benarnya. Dengan kata lain, mengapa kamu tidak takut kepada pembalasan dan ‘adzab-Nya.

وَ قَدْ خَلَقَكُمْ أَطْوَارًا.

Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian.” (Nūḥ [71]: 14).

Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah dari nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqah, kemudian menjadi segumpal daging. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbās, ‘Ikrimah, Qatādah, Yaḥyā ibnu Rāfi‘, as-Suddī, dan Ibnu Zaid.

Firman Allah s.w.t.:

أَلَمْ تَرَوْا كَيْفَ خَلَقَ اللهُ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا.

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?” (Nūḥ [71]: 15).

Yakni berlapis-lapis satu lapis di atas lapis yang lainnya bersusun-susun. Akan tetapi, apakah hal ini termasuk di antara perkara yang hanya dapat didengar saja (metafisika)? Ataukah termasuk di antara perkara yang dapat dijangkau oleh indra melalui penyelidikan dan penemuan ilmiah (fisika)? Karena sesungguhnya tujuh bintang yang beredar satu sama lainnya saling menutupi yang lainnya. Yang paling dekat dengan kita adalah bulan yang berada di langit terdekat, ia menutupi bintang lainnya yang ada di atasnya, dan pada lapis yang kedua terdapat bintang ‘Uthārid, dan pada lapis yang ketiga terdapat Zahrah (Venus). Sedangkan matahari terdapat pada lapis yang keempat, Mars pada lapis yang kelima, Musytarī pada lapis yang keenam, dan Zuḥal pada lapis yang ketujuh. Adapun bintang-bintang lainnya yaitu bintang-bintang yang tetap (tidak beredar), maka semuanya berada di lapis yang kedelapan; mereka menamakannya falak bintang-bintang yang menetap. Dan para ahli falak yang berilmu syariat menamakannya dengan istilah al-Kursī. Dan falak yang kesembilan dinamakan al-Athlas dan juga al-Atsīr, yang menurut ahli ilmu falak pergerakannya kebalikan dari peredaran semua falak yang ada. Yaitu peredarannya dimulai dari barat menuju ke timur, sedangkan semua falak kebalikannya yaitu dari arah timur ke arah barat, dan bersamaan dengannya beredar pula semua bintang mengikutinya. Akan tetapi, bintang-bintang yang beredar mempunyai pergerakan yang berbeda dengan semua falaknya, karena sesungguhnya bintang-bintang tersebut beredar dari arah barat menuju ke arah timur. Masing-masing darinya menempuh falaknya menurut kecepatannya. Bulan menempuh garis edarnya setiap bulannya sekali, dan matahari menempuh garis edarnya setiap tahunnya sekali, dan Zuḥal baru dapat menempuhnya selama tiga puluh tahun sekali. Demikian itu berdasarkan luas falak masing-masing, sekalipun gerakan semuanya dalam hal kecepatannya berimbang.

Demikianlah kesimpulan dari apa yang dikatakan oleh ahli ilmu falak dalam bab ini dengan adanya perbedaan pendapat di kalangan mereka mengenai berbagai masalah yang cukup banyak, tetapi bukan termasuk ke dalam pembahasan kita sekarang ini. Tujuan kita hanyalah untuk menjelaskan bahwa Allah s.w.t.:

خَلَقَ اللهُ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا. وَ جَعَلَ الْقَمَرَ فِيْهِنَّ نُوْرًا وَ جَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا.

telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita?” (Nūḥ [71]: 15-16).

Yaitu Allah s.w.t. membedakan cahaya keduanya, dan menjadikan masing-masing dari keduanya sebagai tanda untuk mengetahui malam dan siang hari melalui terbit dan tenggelamnya matahari. Allah telah menetapkan pula garis-garis edar dan manzilah-manzilah bagi bulan serta mengubah-ubah cahayanya. Adakalanya cahayanya bertambah hingga sempurna, kemudian menurun (berkurang) hingga lenyap tersembunyi; hal ini untuk mengetahui perjalanan bulan dan tahun, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman Allah s.w.t.:

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَ الْقَمَرَ نُوْرًا وَ قَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَ الْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللهُ ذلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ.

Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Yūnus: 5).

Adapun firman Allah s.w.t.:

وَ اللهُ أَنْبَتَكُمْ مِّنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا.

Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya.” (Nūḥ [71]: 17).

Nabātan adalah isim mashdar, dan mendatangkannya di tempat ini merupakan ungkapan yang sangat indah.

ثُمَّ يُعِيْدُكُمْ فِيْهَا

kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah” (Nūḥ [71]: 18).

Yakni apabila kalian mati.

وَ يُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا

dan mengeluarkan kamu dengan sebenar-benarnya.” (Nūḥ [71]: 18).

Maksudnya, di hari kiamat Dia akan mengembalikan kamu hidup kembali daripadanya, sebagaimana Dia menciptakan kamu pada yang pertama kali.

وَ اللهُ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ بِسَاطًا

Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan.” (Nūḥ [71]: 19).

Allah telah menggelarkannya dan menjadikannya layak untuk dihuni, dan menetapkan serta mengokohkannya dengan gunung-gunung yang besar lagi tinggi menjulang ke langit.

لِتَسْلُكُوْا مِنْهَا سُبُلًا فِجَاجًا

supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu.” (Nūḥ [71]: 20).

Yakni Allah telah menciptakan bumi untuk tempat menetap kalian, dan kalian dapat melakukan perjalanan padanya ke mana pun yang kalian kehendaki dari kawasan dan daerah-daerahnya. Semuanya itu termasuk di antara apa yang diingatkan oleh Nūḥ terhadap kaumnya, untuk menunjukkan kepada mereka kekuasaan Allah dan kebesaran-Nya melalui penciptaan-Nya terhadap langit, bumi, dan semua nikmat yang dirasakan oleh mereka berupa berbagai manfaat, baik yang berasal dari langit maupun yang berasal dari bumi. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Memberi rezeki. Dia telah menjadikan langit sebagai atap dan bumi sebagai hamparan dan melimpahkan kepada makhluk-Nya rezeki-rezekiNya. Maka Dialah Tuhan Yang wajib disembah dan diesakan dan tidak boleh dipersekutukan dengan siapa pun. Karena sesungguhnya Allah itu tiada tandingan, tiada lawan, dan tiada yang sepadan dengan-Nya, tidak beranak, tidak mempunyai pembantu, tidak mempunyai penasihat, bahkan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Unduh Rujukan:

  • [download id="15753"]

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *