Suratu Nuh 71 ~ Tafsir al-Qurthubi (4/6)

Dari Buku:
Tafsir al-Qurthubi
(Jilid 20 – Juz ‘Amma)
Oleh: Syaikh Imam al-Qurthubi
(Judul Asli: al-Jāmi‘-ul-Aḥkām-ul-Qur’ān)

Penerjemah: Dudi Rosyadi dan Faturrahman
Penerbit PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: Suratu Nuh 71 ~ Tafsir al-Qurthubi

Firman Allah:

وَ اللهُ أَنْبَتَكُمْ مِّنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا. ثُمَّ يُعِيْدُكُمْ فِيْهَا وَ يُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا.

71; 17. Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya,

71: 18. kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya.

(Qs. Nūḥ [71]: 17-18).

 

Maksudnya adalah Nabi Ādam yang diciptakan dari semua permukaan tanah. Demikianlah yang dikatakan oleh Ibnu Juraij. Pada surah al-An‘ām dan surah al-Baqarah (1801) telah dikemukakan penjelasan mengenai hal itu.

Khālid bin Ma‘dān berkata: “Allah menciptakan manusia dari tanah liat. Oleh karena itulah hati akan menjadi lembut pada musim dingin.”

Lafazh (نَبَاتًا) adalah mashdar namun bentuknya bukanlah mashdar. Sebab mashdar bagi lafazh anbata adalah (إِنْبَاتًا). Selanjutnya, isim yang tak lain adalah an-nabat, diposisikan pada posisi mashdar tersebut. Hal ini sudah dijelaskan dalam surah Āli ‘Imrān dan yang lainnya. (1812).

Menurut satu pendapat, lafazh (نَبَاتًا) itu merupakan mashdar yang dilihat dari sisi maknanya. Sebab makna (أَنْبَتَكُمْ) adalah menjadikan kamu tumbuh dengan sebenarnya. Demikianlah yang dikatakan oleh al-Khalīl dan az-Zajjāj.

Menurut satu pendapat, maka firman Allah itu adalah: Allah menumbuhkan bagi kalian dari tanah tumbuh-tumbuhan. Jika berdasarkan kepada pendapat ini, maka lafazh (نَبَاتًا) di-nashab-kan karena menjadi mashdar yang jelas. Namun pendapat yang pertama adalah pendapat yang lebih kuat.

Ibnu Juraij berkata: “Allah menumbuhkan mereka di bumi dengan besar setelah kecil, dan dengan tinggi setelah pendek.”

 

Firman Allah ta‘ālā: (ثُمَّ يُعِيْدُكُمْ فِيْهَا) “Kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah,” yakni ketika kalian mati dengan dikubur, (وَ يُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا) “dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya,” yakni dengan membangunkan untuk kebangkitan hari kiamat.

 

Firman Allah:

وَ اللهُ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ بِسَاطًا. لِتَسْلُكُوْا مِنْهَا سُبُلًا فِجَاجًا.

71: 19. Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan,

71: 20. supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu”.

(Qs. Nūḥ [71]: 19-20).

 

Firman Allah ta‘ālā: (وَ اللهُ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ بِسَاطًا.) “Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan,” yakni dihamparkan, (لِتَسْلُكُوْا مِنْهَا سُبُلًا فِجَاجًا.) “Supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu.As-Subul adalah ath-Thurūq (jalan-jalan). Al-Fijāj adalah jama‘ dari fajj, yaitu jalan yang besar. Demikianlah yang dikatakan oleh al-Farrā’. (1823).

Menurut satu pendapat, al-Fajj adalah jalan terjal di antara dua gunung. Hal ini sudah dijelaskan pada surah al-Anbiyā’ dan al-Ḥajj. (1834).

 

Firman Allah:

قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِيْ وَ اتَّبَعُوْا مَنْ لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَ وَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا.

71: 21. Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka.

(Qs. Nūḥ [71]: 21).

 

Nūḥ mengadukan mereka kepada Allah dan bahwa mereka menentang dan tidak mengikutinya pada apa yang diperintahkannya kepada mereka, yaitu agar beriman.

Para mufassir berkata: “Nūḥ menetap di antara mereka selama 950 tahun seraya terus mengajak mereka, namun mereka tetap dalam kekafiran dan kemaksiatannya.”

Ibnu ‘Abbās berkata: “Nūḥ a.s. mengharapkan anak-anak (beriman) setelah (dia berputus asa atas keimanan) para orang tua, kemudian anak demi anak pun lahir di kalangan mereka, (namun mereka tetap tidak mau beriman) hingga mereka mencapai tujuh abad. Setelah Nūḥ merasa putus asa, maka dia mendoakan keburukan bagi mereka. Nūḥ hidup selama enam puluh tahun setelah badai itu, hingga manusia menjadi banyak dan tersebar luas.”

Al-Ḥasan berkata: “Kaum Nūḥ menanam tanaman dalam satu bulan dua kali.” Demikianlah yang diriwayatkan oleh al-Māwardī. (1845).

 

Firman Allah ta‘ālā: (وَ اتَّبَعُوْا مَنْ لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَ وَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا.) “Dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka.” Maksudnya para pembesar dan orang-orang kaya di antara mereka yang kekafiran, kekayaan dan anak-anaknya semakin membuat mereka sesat di dunia dan binasa di akhirat.

Para ulama Madīnah, Syām dan juga ‘Āshim, membaca firman Allah itu dengan: (وَ وَلَدُهُ), dengan fatḥah huruf wāu dan lām. (1856) Sedangkan yang lain membaca firman Allah itu dengan dhammah huruf wāu dan sukūn huruf lām (وُلْدُهُ). (1867) Ini adalah salah satu dialek untuk kata al-walad. Boleh jadi itu merupakan jama‘ bagi kata al-walad, seperti al-fulk (الْفُلْك) yang merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk jama‘. Hal ini sudah dijelaskan pada pembahasan terdahulu.

 

Firman Allah:

وَ مَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًا.

71: 22. dan melakukan tipu-daya yang amat besar”.

(Qs. Nūḥ [71]: 22).

 

Yakni, (tipu daya) yang besar nan agung. Dikatakan: kabīrun, kubārun dan kubbārun, seperti ‘ajībun, ‘ujābun, ‘ujjābun, di mana makna semuanya adalah sama. Contohnya adalah thawīlun, thuwālun dan thuwwālun. Dikatakan: rajulun ḥasanun wa ḥussānun (lelaki yang tampan dan ganteng), jamīlun wa jummālun (indah dan elok), dan qurrā’un untuk pembaca dan wadhdhā’un untuk orang yang berwudhu’.

(Ada dua syair (dari Ibn-us-Sikīt dan yang lain) tidak diterjemahkan – SH.)

Al-Mubarrad berkata: “(كُبَّارًا) dengan tasydīd berfungsi untuk makna hiperbola.”

Ibnu Muḥaishin, Ḥumaid dan Mujāhid membaca firman Allah itu dengan (كُبَارًا), tanpa tasydīd. (1878).

Terjadi beda pendapat tentang tipu daya kaum Nūḥ itu, tipu daya apa yang dimaksud?

Menurut satu pendapat, tipu daya itu adalah dorongan mereka terhadap orang-orang yang hina di antara mereka agar membunuh Nūḥ.

Menurut pendapat yang lain, tipu daya itu adalah dijatuhkannya sangsi kepada manusia, hanya karena mereka diberikan harta dan anak, hingga kalangan dhu‘afā’ di antara mereka berkata: “Seandainya mereka itu tidak berada pada kebenaran, niscaya kenikmatan ini tidak akan diberikan kepada mereka.”

Al-Kalbī berkata: “Tipu daya itu adalah adanya pendamping perempuan dan anak yang mereka tetapkan bagi Allah.”

Menurut pendapat yang lain, tipu daya itu adalah ucapan pembesar-pembesar mereka terhadap pengikut-pengikut mereka: (لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَ لَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَ لَا سُوَاعًا وَ لَا يَغُوْثَ وَ يَعُوْقَ وَ نَسْرًا.) “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwā‘, yaghūts, ya‘ūq dan nasr.” (Qs. Nūḥ [71]: 23).

Catatan:

  1. 180). Lih. Tafsir surah al-Baqarah, ayat 31 dan al-An‘ām ayat 2.
  2. 181). Lih. Tafsir surah Āli ‘Imrān, ayat 37.
  3. 182). Lih. Ma‘ānī-l-Qur’ān karyanya (3/188).
  4. 183). Lih. Tafsir surah al-Anbiyā’ ayat 31 dan surah al-Ḥajj ayat 27.
  5. 184). Lih. Tafsīr al-Māwardī (6/106).
  6. 185). Qirā’ah ini merupakan qirā’ah yang mutawātir. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Taqrīb-un-Nasyr, h. 183.
  7. 186). Ibid.
  8. 187). Qirā’ah tanpa tasydīd merupakan qirā’ah yang tidak mutawātir. Qirā’ah ini dicantumkan oleh az-Zamakhsyarī dalam al-Kasysysāf (4/143), Ibnu ‘Athiyyah dalam al-Muḥarrar-ul-Wajīz (16/126), dan asy-Syaukānī dalam Fatḥ-ul-Qadīr (5/426).

Unduh Rujukan:

  • [download id="17047"]

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *