Suratu Nuh 71 ~ Tafsir al-Qurthubi (1/6)

Dari Buku:
Tafsir al-Qurthubi
(Jilid 20 – Juz ‘Amma)
Oleh: Syaikh Imam al-Qurthubi
(Judul Asli: al-Jāmi‘-ul-Aḥkām-ul-Qur’ān)

Penerjemah: Dudi Rosyadi dan Faturrahman
Penerbit PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: Suratu Nuh 71 ~ Tafsir al-Qurthubi

SŪRATU NŪḤ

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Firman Allah:

إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوْحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ.

71: 1. Sesungguhnya Kami telah mengutus Nūḥ kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya ‘adzab yang pedih.”

(Qs. Nūḥ [71]: 1).

 

Pada awal surah al-A‘rāf (1661) sudah dijelaskan bahwa Nabi Nūḥ adalah rasūl yang pertama kali diutus. Hal itulah yang diriwayatkan oleh Qatādah dari Ibnu ‘Abbās, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda:

أَوَّلُ رَسُوْلٍ أُرْسِلَ نُوْحٌ وَ أُرْسِلَ إِلَى جَمِيْعِ أَهْلِ الْأَرْضِ.

Rasūl pertama yang diutus adalah Nūḥ, dan dia diutus kepada seluruh penduduk bumi.

Oleh karena itu ketika mereka kafir, Allah menenggelamkan seluruh penduduk bumi. Dia adalah Nūḥ bin Lāmik bin Mutawisyalikh bin Akhnūkh (نوح بن لامك بن متوشلخ بن أخنوخ) yaitu Idrīs bin Yarid bin Mahlāyil bin Anūsy bin Qainān bin Syīts bin Ādam a.s.

Wahb berkata: “Mereka semua adalah orang-orang yang beriman. Nūḥ diutus kepada kaumnya saat dia berusia lima puluh tahun.”

Ibnu ‘Abbās berkata: “Berusia empat puluh tahun.”

“Abdullāh bin Syaddād berkata: “Dia diutus saat berusia tiga ratus lima puluh tahun.” Hal ini alḥamdullillāh sudah dijelaskan pada surah al-‘Ankabūt. (1672).

Firman Allah ta‘ālā: (أَنْ أَنذِرْ قَوْمَكَ) “(dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan”.” Maksudnya, dengan memerintahkan: berilah peringatan olehmu kepada kaummu. Dengan demikian, lafazh (أَنْ) diletakkan pada posisi nashab karena tidak adanya huruf yang men-jarr-kan.

Menurut satu pendapat, posisinya adalah jarr karena kuatnya fungsinya bersama lafzah (أَنْ).

Boleh juga lafazh (أَنْ) mengandung makna yang menjelaskan, sehingga ia tidak mempunyai posisi dalam i‘rāb. Sebab pada kata al-irsāl (أَرْسَلْنَا) terkandung makna perintah (amr), sehingga tidak memerlukan disimpannya huruf bā’.

Qirā’ah ‘Abdullāh adalah: (أَنذِرْ قَوْمَكَ), yakni tanpa lafazh (أَنْ). (1683). Maknanya adalah: Kami katakan padanya: Berilah peringatan kepada kaummu. Makna al-indzār telah dijelaskan pada awal surah al-Baqarah. (1694).

Firman Allah ta‘ālā: (مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ) “Sebelum datang kepadanya adzab yang pedih.” Ibnu ‘Abbās berkata: “Maksudnya adzab mereka di akhirat.”

Al-Kalbī berkata: “Yaitu angin topan yang diturunkan kepada mereka.”

Menurut satu pendapat, maksudnya adalah: berilah peringatan kepada mereka dengan adzab yang pedih, secara umum, jika mereka tidak beriman. Nūḥ kemudian menyeru dan memberikan peringatan kepada kaumnya, namun dia tidak melihat seorang pun dari mereka yang mengabulkan seruannya. Mereka justru memukul Nūḥ hingga pingsan. Nūḥ kemudian berkata: “Ya Tuhanku, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka itu tidak mengetahui.” Hal ini alḥamdulillāh sudah dijelaskan secara lengkap pada tafsir surah al-‘Ankabūt, (1705).

 

Firman Allah:

قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّيْ لَكُمْ نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌ. أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَ اتَّقُوْهُ وَ أَطِيْعُوْنِ. يَغْفِرْ لَكُمْ مِّنْ ذُنُوْبِكُمْ وَ يُؤَخِّرْكُمْ إِلىَ أَجَلٍ مُّسَمًّى إِنَّ أَجَلَ اللهِ إِذَا جَاءَ لَا يُؤَخَّرُ لَوْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ.

71: 2. Nūḥ berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu,

71: 3. (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertaqwalah kepada-Nya, dan taatlah kepadaku,

71-4. niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui.

(Qs. Nūḥ [71]: 2-4).

 

Firman Allah ta‘ālā: (قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّيْ لَكُمْ نَذِيْرٌ) “Nūḥ berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan,” yakni pemberi peringatan, (مُّبِيْنٌ) “yang menjelaskan”, yakni yang menjelaskan kepadamu dengan bahasa yang kalian kenal.

(أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَ اتَّقُوْهُ) “(Yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertaqwalah kepada-Nya”. Lafazh (أَنْ) adalah yang menjelaskan, sebagaimana yang telah dijelaskan pada firman Allah: (أَنْ أَنذِرْ) “Berilah peringatan.”

 

Firman Allah ta‘ālā: (اعْبُدُوا) “sembahlah olehmu”, yakni esakanlah olehmu. (وَ اتَّقُوْهُ) “bertaqwalah kepada-Nya,” yakni takutlah. (وَ أَطِيْعُوْنِ) “dan taatlah kepadaku”, yakni pada apa-apa yang aku perintahkan kepadamu. Sebab aku adalah utusan Allah kepadamu.

 

Firman Allah ta‘ālā: (يَغْفِرْ لَكُمْ مِّنْ ذُنُوْبِكُمْ) “Niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu”. Lafazh (يَغْفِرْ) “niscaya Allah akan mengampuni,” di-jazam-kan karena menjadi jawāb amr, sedangkan (مِنْ) adalah shillah zā’idah (kata sambung tambahan). (1716) Makna kalimat firman Allah itu adalah: niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu. Demikianlah pendapat yang dikemukakan oleh as-Suddī.

Menurut satu pendapat, keberadaan lafazh (مِنْ) itu tidak sah sebagai huruf zā’idah (tambahan). Sebab lafazh (مِنْ) tidak dapat dijadikan huruf zā’idah/tambahan pada kalimat positif. Akan tetapi, huruf (مِنْ) itu mengandung makna sebagian, yaitu sebagian dosa, yakni dosa-dosa yang tidak terkait dengan hak-hak makhluk.

Menurut pendapat yang lain, huruf (مِنْ) itu berfungsi untuk menjelaskan jenis. Namun pendapat ini jauh dari kebenaran. Sebab dimuka tidak disebutkan jenis yang layak dengannya.

Zaid bin Aslam berkata: “Makna firman Allah itu adalah: niscaya Allah mengeluarkanmu dari dosa-dosamu.”

Ibnu Syaibah berkata: “Makna firman Allah itu adalah: niscaya Allah mengeluarkanmu dari dosa-dosa yang kalian meminta ampun darinya.”

 

Firman Allah ta‘ālā: (وَ يُؤَخِّرْكُمْ إِلىَ أَجَلٍ مُّسَمًّى) “dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan.” Ibnu ‘Abbās berkata: “Yakni menangguhkan umurmu.” Maknanya adalah, Allah telah menetapkan sebelum menciptakan mereka, bahwa jika mereka beriman maka Allah akan memberkahi umur mereka. Tapi jika mereka tidak beriman, maka adzab akan segera ditimpakan kepada mereka.

Muqātil berkata: “Allah akan memberikan penangguhan kepada kalian sampai ajal kalian dalam perlindungan-Nya, sehingga Allah tidak akan mengadzab kalian dengan paceklik dan yang lainnya.” Jika berdasarkan kepada pendapat ini, maka makna firman Allah itu adalah: Allah akan menangguhkan kalian dari hukuman dan kesulitan sampai ajal kalian.”

Az-Zajjāj berkata: “Maksudnya, menangguhkan kalian dari siksaan, sehingga kalian dapat mati dengan kematian yang bukan karena dibinasakan siksaan.” Jika berdasarkan kepada pendapat ini, menurut satu pendapat, makna: (أَجَلٍ مُّسَمًّى) “waktu yang ditentukan,” adalah (yang telah ditentukan) di sisi kalian, yang kalian ketahui. Allah tidak akan mematikan kalian karena tenggelam, karena terbakar, atau karena terbunuh. Demikianlah yang dituturkan al-Farrā’. (1727).

Tapi jika berdasarkan kepada pendapat yang pertama, makna (أَجَلٍ مُّسَمًّى) “waktu yang ditentukan,” adalah (yang telah ditentukan) di sisi Allah.

 

Firman Allah ta‘ālā: (إِنَّ أَجَلَ اللهِ إِذَا جَاءَ لَا يُؤَخَّرُ) “Sesungguhnya ketetapan Allah apabila datang tidak dapat ditangguhkan.” Maksudnya, apabila kematian tiba maka ia tidak akan dapat ditangguhkan, baik karena adzab atau pun tidak. Al-Ajal (ketetapan) disandarkan kepada Allah, sebab Allah-lah yang menetapkannya. Terkadang al-ajal juga disandarkan kepada kaum, seperti firman Allah ta‘ālā: (فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ) “Maka apabila telah datang waktunya.” (Qs. al-A‘rāf [7]: 34), sebab waktu itulah yang ditetapkan kepada mereka. Lafazh (لَوْ) mengandung makna (إِنَّ) “sesungguhnya”, yakni jika kalian mengetahui.

Al-Ḥasan berkata: “Makna firman Allah itu adalah: (لَوْ) jika kalian mengetahui, niscaya kalian mengetahui bahwa ajal Allah itu jika sudah datang, maka ia tidak dapat ditangguhkan.”

 

Firman Allah:

قَالَ رَبِّ إِنِّيْ دَعَوْتُ قَوْمِيْ لَيْلاً وَ نَهَارًا. فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِيْ إِلَّا فِرَارًا.

71: 5. Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang.

71: 6. Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran).

(Qs. Nūḥ [71]: 5-6).

 

Firman Allah ta‘ālā: (قَالَ رَبِّ إِنِّيْ دَعَوْتُ قَوْمِيْ لَيْلاً وَ نَهَارًا.) “Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang,” yakni secara rahasia dan terang-terangan.

Menurut satu pendapat, aku terus-menerus berdoa, (فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِيْ إِلَّا فِرَارًا.) “Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran),” yakni menjauh dari keimanan.

Qirā’ah kalangan mayoritas adalah dengan fatḥah huruf yā’ yang terdapat pada lafazh (دُعَاءِيَ) (sehingga dibaca: Du‘ā’iya). Namun para ulama Kūfah men-sukūn-kannya, juga Yaq‘ūb dan ad-Dūrī dari Abū ‘Amr.

 

Firman Allah:

وَ إِنِّيْ كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوْا أَصَابِعَهُمْ فِيْ آذَانِهِمْ وَ اسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَ أَصَرُّوْا وَ اسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا.

71: 7. Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.

(Qs. Nūḥ [71]: 7).

 

Firman Allah ta‘ālā: (وَ إِنِّيْ كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ) “Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka,” kepada sebab ampunan, yaitu beriman dan taat kepada-Mu, (جَعَلُوْا أَصَابِعَهُمْ فِيْ آذَانِهِمْ) “mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya,” agar mereka tidak dapat mendengar seruanku, (وَ اسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ) “dan menutupkan bajunya (ke mukanya),” yakni mereka menutupi wajahnya dengan baju itu, agar mereka tidak melihatnya (Nūḥ).

Ibnu ‘Abbās berkata: “Mereka menutupkan bajunya ke kepala mereka agar mereka tidak dapat mendengar perkataan Nūḥ. Dengan demikian, penutupan dengan baju itu merupakan upaya tambahan dalam menolak seruan itu, agar mereka tidak mendengar seruan itu, atau agar mereka dapat menghindarkan diri mereka dari Nūḥ sehingga Nūḥ akan diam, atau agar mereka dapat memberitahukan keberpalingan mereka darinya.

Menurut satu pendapat, itu merupakan kinayah dari permusuhan. Dikatakan: Labisa Lī Fulānun Tsiyāb-al-Adāwati (Fulan memakaikan pakaian permusuhan kepadaku).

 

Firman Allah ta‘ālā: (وَ أَصَرُّوْا) “Dan mereka tetap,” pada kekufurannya, di mana mereka tidak mau bertobat, (وَ اسْتَكْبَرُوا) “dan menyombongkan diri,” dari menerima kebenaran. Sebab mereka berkata: (أَنُؤْمِنُ لَكَ وَ اتَّبَعَكَ الْأَرْذَلُوْنَ) “Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?” Lafazh (اسْتِكْبَارًا) “dengan sangat,” merupakan penekanan (bahwa mereka sangat menyombongkan diri).

Catatan:

  1. 166). Lih. Tafsir surah al-A‘rāf ayat 59.
  2. 167). Lih. Tafsir surah al-‘Ankabūt, ayat 14.
  3. 168). Qirā’ah ‘Abdullāh itu bukan qirā’ah yang mutawātir. Qirā’ah ini dicantumkan oleh Ibnu ‘Athiyyah dalam al-Muḥarrar-ul-Wajīz (16/120) dan az-Zamakhsyarī dalam al-Kasysyāf (4/141).
  4. 169). Lih. Tafsir surah al-Baqarah, ayat 6.
  5. 170). Lih. Tafsir surah al-‘Ankabūt, ayat 14.
  6. 171). Tidak ada satupun dalam al-Qur’ān huruf tambahan. Hal itu telah kami jelaskan di berbagai pembahasa. Sebab setiap huruf didatangkan untuk hikmah yang mulia, namun hikmah ini tidak dapat dipahami akal kita.
  7. 172). Lih. Ma‘ānī-l-Qur’ān karyanya (3/183).

Unduh Rujukan:

  • [download id="17047"]

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *