Suratu Nuh 71 – Tafsir al-Munir – Marah Labid (2/2)

TAFSĪR AL-MUNĪR
(MARĀḤ LABĪD)
(Judul Asli: At-Tafsīr-ul-Munīru Lima‘ālim-it-Tanzīl)
Penyusun: Al-‘Allamah asy-Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi (Banten).

(Jilid ke 6 dari Surah al-Aḥqāf s.d. an-Nās)

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar, L.C.
Dibantu oleh: H. Anwar Abu Baka, L.C.

Penerbit: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Suratu Nuh 71 ~ Tafsir al-Munir - Marah Labid

وَ اللهُ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ بِسَاطًا.

71: 19. Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan. (Nūḥ: 19)

(وَ اللهُ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ بِسَاطًا.) “Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan” yang kamu mondar-mandir padanya sebagaimana kamu mondar-mandir di atas hamparan dalam rumahmu.

 

لِتَسْلُكُوْا مِنْهَا سُبُلًا فِجَاجًا.

71: 20. agar kamu dapat pergi kian kemari di jalan-jalan yang luas”. (Nūḥ: 20)

(لِتَسْلُكُوْا مِنْهَا سُبُلًا فِجَاجًا.) “agar kamu dapat pergi kian kemari di jalan-jalan yang luas” yakni agar kamu dapat menjadikannya sebagai jalan-jalan yang luas untukmu.

 

قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِيْ وَ اتَّبَعُوْا مَنْ لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَ وَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا.

71: 21. Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah durhaka kepadaku, dan mereka mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya hanya menambah kerugian baginya. (Nūḥ: 21)

(قَالَ نُوْحٌ) “Nūḥ berkata:” seraya bermunajat kepada Tuhannya – (رَّبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِيْ) “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah durhaka kepadaku,” terhadap sesuatu yang aku perintahkan kepada mereka yaitu mengesakan-Mu dan bertobat kepada-Mu.

(وَ اتَّبَعُوْا مَنْ لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَ وَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا.) “dan mereka mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya hanya menambah kerugian baginya” mereka adalah para pemimpin yang menyeru mereka kepada kekafiran.

Nāfi‘, Ibnu ‘Āmir dan ‘Āshim membacanya waladuhu dengan Wāwu dan Lām yang di-fatḥah-kan kedua-keduanya, sedangkan ulama yang lain membacanya wuldahu dengan Wāwu yang di-dhammah-kan dan Lām yang di-sukūn-kan.

 

وَ مَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًا.

71: 22. dan melakukan tipu-daya yang amat besar. (Nūḥ: 22)

(وَ مَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًا.) “dan melakukan tipu-daya yang amat besar” kalimat ini di-‘athaf-kan kepada shilah Man, yakni mereka mengikuti jejak orang-orang yang membuat tipu-daya jahat, dan seterusnya. Seakan-akan para pemimpin itu mengatakan kepada para pengikutnya: “Sesungguhnya tuhan-tuhan kamu lebih baik dari Tuhan Nūḥ, karena tuhan-tuhan kamu memberimu harta dan anak, sedangkan Tuhan Nūḥ tidak memberikan apa pun, sebab dia fakir.” Dengan tipu-daya ini mereka berhasil memalingkan para pengikutnya untuk tidak taat kepada Nūḥ.

Atau, para pemimpin itu mengatakan kepada para pengikutnya: “Berhala-berhala ini adalah tuhan-tuhan kamu yang sejak dahulu menjadi tuhan-tuhan nenek-moyangmu. Seandainya kamu menerima kata-kata Nūḥ, berarti kamu mengakui dirimu sebagai orang-orang yang jahil lagi sesat, dan nenek-moyangmu karena mereka seperti itu pula jejaknya.” Isyarat yang dikeluarkan oleh para pemimpin ini berhasil memalingkan mereka dari agama Nūḥ.

Pada umumnya ulama membaca Kubbāran dengan Kāf yang di-dhammah-kan dan Bā’ di-tasydīd-kan. ‘Īsā membacanya dengan bacaan Kubāran tanpa tasydīd, begitu pula Abus-Sammāk dan Ibnu Muḥaishin. Zaid ibnu ‘Alī serta Ibnu Muḥaishin juga membacanya dengan Kāf yang di-kasrah-kan dan Bā’ diringankan tanpa tasydīd menjadi Kibāran.

 

وَ قَالُوْا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَ لَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَ لَا سُوَاعًا وَ لَا يَغُوْثَ وَ يَعُوْقَ وَ نَسْرًا.

71: 23. Mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwā‘, Yaghūts, Ya‘ūq dan Nasr”. (Nūḥ: 23)

(وَ قَالُوْا) “Mereka berkata” yakni para pemimpin itu kepada bawahannya, lafal ini di-‘athaf-kan kepada shilah juga, yakni mereka mengikuti orang-orang yang mengatakan:

(لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ) “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu” yakni janganlah kamu tinggalkan penyembahan terhadap tuhan-tuhanmu dengan menyembah Tuhan Nūḥ.

(وَ لَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَ لَا سُوَاعًا وَ لَا يَغُوْثَ وَ يَعُوْقَ وَ نَسْرًا.) “dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwā‘, Yaghūts, Ya‘ūq dan Nasr” yakni jangan sampai kamu meninggalkan penyembahan terhadap mereka.

Nāfi‘ membacanya Wuddan dengan Wāwu yang di-dhammah-kan sedangkan ulama yang lain membacanya dengan Wāwu yang di-fatḥah-kan. Para ulama membaca Yaghūtsa, Ya‘ūqa tanpa tanwīn karena ‘illat ‘Alamiyyah dan wazan atau ‘Alamiyyah dan ‘Ujmah. Al-A‘masy membacanya dengan memakai tanwīn pada keduanya karena tanāsub atau menurut dialek orang yang men-tanwīn-kan isim gairu munsharif secara mutlak.

Barangkali kelima nama ini adalah nama anak-anak Ādam a.s. Setelah mereka mati, Iblīs berkata kepada generasi yang sesudah mereka: “Sebaiknya kamu buat patung menurut bentuk mereka, sehingga kamu dapat mengingat mereka.” Ketika generasi itu mati, Iblīs berkata kepada generasi berikutnya: “Sesungguhnya bapak-bapak kamu dahulu menyembah patung-patung itu”, lalu mereka menyembahnya, dan hal ini terus berlangsung sampai Allah mengutus Nabi Nūḥ a.s.

Oleh karena itu, Rasūlullāh s.a.w. pada awalnya melarang ziarah kubur, kemudian membolehkannya dengan bersabda:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا فَإِنَّ زِيَارَتَهَا تَذْكِرَةٌ.

Dahulu aku melarang kamu ziarah kubur; ingatlah, sekarang ziarah kuburlah, karena sesungguhnya ziarah kubur itu menjadi peringatan (bagimu akan kematian).

 

وَ قَدْ أَضَلُّوْا كَثِيْرًا وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا ضَلَالًا.

71: 24. Sungguh, mereka telah menyesatkan banyak (orang); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kesesatan. (Nūḥ: 24)

(وَ قَدْ أَضَلُّوْا كَثِيْرًا) “Sungguh, mereka telah menyesatkan banyak orang” lafal ini di-‘athaf-kan kepada shilah Man yakni mereka mengikuti perintah orang-orang yang telah menyesatkan banyak manusia; mereka adalah para pemimpin atau berhala-berhala yang diibaratkan sebagai manusia, sebagaimana yang diutarakan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

أَلَهُمْ أَرْجُلٌ

Apakah mereka (berhala-berhala) mempunyai kaki? (Al-A‘rāf: 195).

(وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ) “dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu” yakni orang-orang musyrik itu – (إِلَّا ضَلَالًا) “selain kesesatan” yakni adzab atau kesesatan dalam urusan dunia mereka.

Lafal ini di-‘athaf-kan kepada firman-Nya yang menyitir kata-kata Nūḥ a.s. yaitu:

رَّبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِيْ

Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah durhaka kepadaku. (Nūḥ: 21)

yakni sesudah qāla dan sesudah Wāwu yang menduduki sebagai penggantinya. Maka Wāwu bukanlah termasuk perkataan Nūḥ agar tidak terjadi peng-‘athaf-an kalam Insyā kepada kalam Khabar. Tetapi makna lahiriah menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan berita (khabar) adalah permintaan memohon pertolongan kepada Allah terhadap mereka, oleh karena itu dibolehkan bila menganggap Wawu termasuk perkataan Nūḥ. Yakni Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah durhaka kepadaku dan aku tidak berdaya dan putus asa terhadap keimanan mereka, oleh karena itu tolonglah aku terhadap mereka.” Nūḥ, melanjutkan: “Janganlah Engkau tambahkan kepada orang-orang kafir itu selain kesesatan.”

 

مِمَّا خَطِيْئَاتِهِمْ أُغْرِقُوْا فَأُدْخِلُوْا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوْا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِ اللهِ أَنْصَارًا.

71: 25. Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, namun mereka tidak mendapat penolong selain Allah. (Nūḥ: 25)

(مِمَّا خَطِيْئَاتِهِمْ أُغْرِقُوْا) “Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan” huruf menjadi shilah dan Min ta‘liliyyah, yakni disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, sehingga mereka ditenggelamkan oleh banjir besar bukan oleh penyebab lain.

Abū ‘Amr membaca Khathāyāhum; Ibnu Mas‘ūd membaca Min Khathī’ātihim Ughriqū dengan membelakangkan huruf . Berdasarkan qiraat ini maka beserta lafal yang sesudahnya berada dalam ta’wīl mashdar.

Menurut qiraat yang lain dibaca dengan Khathiyyātihim dengan mengganti Hamzah dengan Yā’, lalu di-idghām-kan kepada Yā’ yang sesudahnya. Menurut qiraat yang lain lagi dibaca dalam bentuk tunggal dengan maksud isim jins, atau hanya kekafiran semata. Khathī’āt dan Khathāyā kedua-duanya adalah bentuk jama‘ dari Khathī’ah, hanya yang pertama jama‘ mu’annats sālim, sedangkan yang kedua jama‘ taksīr.

(فَأُدْخِلُوْا نَارًا) “lalu dimasukkan ke neraka” di alam kuburnya, karena adzab kubur terjadi setelah ditenggalamkan, sekalipun jasad mereka berada di dalam air. Karena huruf Fā’ menunjukkan pengertian bahwa dimasukkannya mereka ke dalam neraka setelah mereka ditenggelamkan. Oleh karena itu, tidak dapat mena’wilkan makna neraka dengan adzab Jahannam di negeri akhirat nanti.

Adh-Dhaḥḥāk mengatakan bahwa sesungguhnya mereka berada dalam kondisi ditenggelamkan dari satu sisi dan dari sisi lain mereka dibakar oleh api di dalam air karena kekuasaan Allah s.w.t.

(فَلَمْ يَجِدُوْا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِ اللهِ أَنْصَارًا) “namun mereka tidak mendapat penolong selain Allah” kalimat ini merupakan ungkapan sindiran yang berarti bahwa sesungguhnya mereka tekun menyembah berhala-berhala dengan keyakinan bahwa berhala-berhala itu dapat menghindarkan mereka dari bencana dan dapat mendatangkan manfaat bagi mereka. Tetapi ketika adzab Allah datang menimpa mereka, mereka tidak mendapatkan manfaat apa pun dari berhala-berhala itu dan berhala-berhala itu tidak mampu menghindarkan mereka dari adzab Allah s.w.t.

 

وَ قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِيْنَ دَيَّارًا.

71: 26. Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. (Nūḥ: 26)

(وَ قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِيْنَ دَيَّارًا.) “Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.” Yakni seorang manusia pun dari mereka.

 

إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوْا عِبَادَكَ وَ لَا يَلِدُوْا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا.

71: 27. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. (Nūḥ: 27)

(إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوْا عِبَادَكَ) “Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu” dari agama-Mu, dari kalangan orang yang beriman kepada-Mu, dan orang yang hendak beriman kepada-Mu.

(وَ لَا يَلِدُوْا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا) “dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir” yakni orang yang kelak menjadi durhaka dan kafir.

 

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَ لِوَالِدَيَّ وَ لِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا تَبَارًا.

71: 28. Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, dan siapa pun yang memasuki rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kehancuran”. (Nūḥ: 28).

(رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَ لِوَالِدَيَّ) “Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku” yakni kedua orang tuaku, Lamek dan Syamkha binti Ānūsy, karena sesungguhnya keduanya adalah orang-orang mu’min.

Ibnu Abī Ḥātim telah mengetengahkan bahwa yang dimaksud adalah ayah dan kakeknya, nama ayahnya adalah Lamek dan nama kakeknya adalah Mattusyalikh.

Al-Ḥasan ibnu ‘Alī r.a. dan Yaḥyā ibnu Ya‘mur an-Nakha‘ī membacanya Wa liwaladayya, dan bagi kedua anakku, maksudnya Sām dan Ḥām.

Ibnu Jubair dan al-Juḥdari membaca Wa liwālidiyya dengan Dāl yang di-kasrah-kan, yakni ayahku. Maka dapat di-ta’wīl-kan bahwa yang dimaksud oleh Nūḥ adalah ayahnya yang terdekat yakni bapaknya, dan dapat pula di-ta’wīl-kan dengan pengertian semua orang yang menjadi bapak-bapaknya, mulai dari Nabi Ādam sampai ayahnya. Disebutkan pula bahwa antara ayahnya sampai Ādam a.s. ada sepuluh bapak, dan tiada seorang pun di antara mereka yang kafir. Demikianlah menurut ‘Athā’.

(وَ لِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ) “dan siapa pun yang memasuki rumahku” yakni tempat tinggalku, masjidku, atau bahteraku.

Menurut suatu pendapat disebutkan bahwa makna yang dimaksud ialah bagi orang yang masuk ke dalam agamaku dengan sebenar-benarnya disertai dengan ketulusan hati.

(مُؤْمِنًا) “dengan beriman” kecuali istrinya dan anak laki-lakinya yang bernama Kan‘an.

(وَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ) “dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan” yang akan ada sesudahku sampai hari Kiamat.

(وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ) “Janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu” yakni bagi orang-orang yang kafir itu – (إِلَّا تَبَارًا) “selain kehancuran” yakni kehancuran dan kebinasaan. Maka Allah memperkenankan doanya, dan Dia memusnahkan semuanya dengan banjir besar.

 

صدق الله العظيم

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *