Hati Senang

Suratu Nuh 71 – Seruan Pokok Dari Nabi Nuh ~ Tafsir al-Azhar (1/5)

Dari Buku:
Tafsir al-Azhar
Oleh: Prof. Dr. HAMKA

Penerbit: PT. Pustaka Islam Surabaya

Sūratu Nūḥ

(Nabi Allah Nūḥ)

Surat ke-71

28 Ayat

Diturunkan di Makkah

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

PENDAHULUAN

 

Nabi Nūḥ a.s. adalah Nabi yang mula-mula sekali diberi syari‘at oleh Allah untuk disampaikan kepada manusia. (Tengok Surat ke 42, asy-Syūrā ayat 13). Dan di antara nabi-nabi dan mungkin di antara ummat manusia ini beliaulah yang paling panjang umurnya, sampai 950 tahun, (tengok Surat ke-29, al-‘Ankabūt ayat 14). Di antara zaman beliau dengan zaman Nabi Ādam memakan waktu beberapa Abad pula. Sebab itu maka di zaman perantara kedua Nabi itu, (Ādam belum membawa syari‘at), manusia telah berkembang biak. Apatah lagi pada 9 Abad kehidupan Nabi Nūḥ itu, manusia pun telah bertambah banyak juga. Tetapi dalam perkembangan itu manusia tidaklah disia-siakan oleh Tuhan. Sebagaimana tersebut di dalam Surat ke-75, al-Qiyāmah ayat 36; bukankah manusia dibiarkan saja hidup semau-maunya dalam alam ini, dengan tidak tahu ranah tujuan akan ditempuh dan tidak mengenal akan Tuhannya yang sejati. Itu sebab maka Tuhan yang mengutus Nūḥ sebagai Nabi yang merangkap jadi Rasūl membawa syari‘at yang pertama. Tetapi meskipun Nabi yang merangkap jadi Rasūl telah datang, manusia di waktu itu tidak juga mau memperdulikan suruhan dan larangan yang disampaikan oleh Nūḥ, malahan mereka puja patung-patung dari nenek moyang mereka yang telah lalu, yang mereka anggap berjasa kepada mereka.

Kisah Nabi Nūḥ berhadapan dengan kaumnya, tegasnya ummat manusia yang hidup di kelilingnya sewaktu itu banyak disebutkan di dalam al-Qur’ān, terutama pada surat-surat yang turun di Makkah. Ada dalam Surat al-‘Ankabūt, Surat Yūnus, Surat Hūd, Surat asy-Syu‘arā’ dan lain-lain. Di samping itu diturunkan pula sebuah Surat yang khusus bernama menurut nama beliau, yaitu Surat Nūḥ ini.

Tentu saja salah satu hikmat dari turunnya Surat ini ialah akan menjadi perbandingan dan obat hati bagi Nabi kita Muḥammad s.a.w. di dalam menyampaikan syari‘at Tuhan kepada kaumnya pada khususnya dan seluruh manusia pada umumnya; bahwasanya melakukan da‘wah itu tidaklah mudah. Nūḥ sebagai Nabi yang paling panjang usia, nenek moyang manusia yang kedua di muka bumi ini bertemu dengan halangan dan rintangan yang bagai gunung-gemunung banyaknya, sampai kelepasan beliau dari rintangan itu ditentukan oleh Tuhan dengan menyelamatkan diri beliau dan sekalian orang yang beriman naik ke atas bahtera yang dibuat sendiri, terkatung-katung dalam lautan samudera sampai enam bulan lamanya dan binasa seluruh manusia yang tidak beriman.

Perjalanan alam dan kehidupan beserta suka-dukanya dalam dunia ini dibuat oleh Allah berbagai ragamnya. Kalau kiranya ummat yang menantang Nabi Nūḥ dibinasakan dan tenggelam semuanya, termasuk anak beliau sendiri karena tidak mau percaya dan beramal saleh (Lihat Surat ke-11, Hūd, ayat 37, dalam Juzu’ ke-12), maka perjuangan Nabi Muḥammad ditentukan Tuhan dalam corak yang lain. Ummat yang menantang Muḥammad tidaklah dibakar atau dihancurkan, tidak ditunggang-balikkan buminya dan tidak pula ditenggelamkan ke dalam laut; cukup dengan kekalahan yang tidak bangkit lagi bagi mereka di peperangan Badr. Di sanalah habis musnah pemimpin-pemimpin musyrikin yang penting-penting. Dan sepeninggal mereka Agama Islam telah diterima oleh anak cucu mereka dengan dada terbuka, bahkan mereka jadi pelopor dari pengembangan Da‘wah agama ini.

Maka jelaslah sekarang bahwa Surat yang memakai Nabi Nūḥ ini, yang pertama di antara lima rasūl yang diberi sebutan Ulul-‘Azmi (Yang mempunyai keutamaan di antara sekalian nabi dan rasūl), yaitu Nūḥ, Ibrāhīm, Mūsā, ‘Īsā dan Muḥammad, patutlah menjadi renungan kita, untuk juga dijadikan pecut cemeti (whip) bagi jiwa kita agar jangan kendor semangat di dalam mengadakan da‘wah kepada Allah s.w.t., terutama di akhir zaman ini, yang selalu kita lihat penyelewengan manusia daripada jalan yang benar, dan kita tidak boleh berputus asa di dalam melakukan da‘wah. Kalau keadaan sudah sangat sulit dan Alam sekeliling kelihatan telah amat gelap, maka dalam bentuk yang lain akan datanglah perahu Nabi Nūḥ!; Bagaimana pun besar gelombang, badai dan thaufan, namun perahu tidaklah akan tenggelam asal kita pandai memegang kemudi. Dan kalau laut itu sendiri yang menghalangi perjalanan kita sedang perahu tidak ada, moga-moga Kudrat Iradat Allah, akan turun kekuatan dari Allah sendiri, yang sama kuatnya dengan tongkat Nabi Mūsā untuk membelah laut itu dan kita diselamatkan Tuhan sampai ke tempat yang dituju. Asal kita insaf bahwa kita tidak boleh berhenti, tidak boleh putus asa. Karena kalau kita berputus asa atau merasa kecewa, Nabi sendiripun diberi peringatan oleh Tuhan atas keputus-asaannya itu. Yaitu Nabi Yūnus. Untunglah beliau tidak lupa menyebut nama Tuhan tatkala terkurung dalam penjara perut ikan Nūn, sehingga ikan tersebut tidak tahan kena “listrik” kalimat Allah, lalu Nabi Yūnus dihantarkannya ke tepi, supaya beliau dapat menlanjutkan kembali usahanya yang nyaris terbengkalai.

 

***

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang

 

I

إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوْحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ. قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّيْ لَكُمْ نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌ. أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَ اتَّقُوْهُ وَ أَطِيْعُوْنِ. يَغْفِرْ لَكُمْ مِّنْ ذُنُوْبِكُمْ وَ يُؤَخِّرْكُمْ إِلىَ أَجَلٍ مُّسَمًّى إِنَّ أَجَلَ اللهِ إِذَا جَاءَ لَا يُؤَخَّرُ لَوْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ.

71: 1. Sesungguhnya Kami telah mengutus Nūḥ kepada kaumnya bahwa hendaklah engkau memberi peringatan keras kepada kaum engkau itu sebelum datang kepada mereka ‘adzab yang pedih.

71: 2. Dia berkata: “Wahai kaumku! Sesungguhnya aku ini datang kepada kamu adalah memberi peringatan yang jelas.

71: 3. Bahwa hendaklah kamu sekalian menyembah kepada Allah, dan taqwalah kepada-Nya, dan taatilah aku.

71-4. (Niscaya) akan diberi ampunlah kamu dari dosa kamu, dan Dia akan menangguhkan kamu sampai kepada janji yang ditentukan; Sesungguhnya janji Allah itu apabila dia datang tidaklah dapat ditangguhkan lagi, kalau kamu mengetahuinya.

 

***

SERUAN POKOK DARI NABI NŪḤ

Pada ayat 1, Allah sendiri yang menceritakan dengan wahyu kepada Nabi kita Muḥammad s.a.w. demikian bunyinya: “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nūḥ kepada kaumnya” (Pangkal ayat 1). Di mana letak kaumnya ini tidaklah ada keterangan ahli tafsir yang jelas. Tetapi besar kemungkinan bahwa letak negeri Nabi Nūḥ itu ialah di sebelah Jazirah ‘Arab juga, sebab dari sana sejak zaman purbakala timbulnya nabi-nabi dan rasūl-rasūl yang besar itu. Tanah-tanah yang dahulu bernama Kaldan atau Babilon atau Asyūr, yang terletak di Jazirat ‘Arab sebelah Utara adalah tempat timbulnya utusan-utusan Tuhan dan besar kemungkinan bahwa di sanalah, di zaman Pra Sejarah timbul peradaban manusia yang pertama. Apatah lagi jika diingat perkataan ahli sejarah bahwa Nabi Nūḥ itu mempunyai tiga orang anak laki-laki, Ham, Sam dan Yafits, yang kononnya anak-anak dari keturunan anak yang bertiga itulah yang dibawa oleh Nabi Nūḥ mulailah diuraikan pada sambungan ayat: “bahwa hendaklah engkau memberi peringatan keras kepada kaum engkau itu sebelum datang kepada mereka ‘adzab yang pedih.”. (Ujung ayat 1).

Bunyi permulaan Risalat yang diwajibkan kepada Nūḥ membawa dan menyampaikan sudah jelas di sini. Ialah supaya dia memberi peringatan sejak semula kepada kaumnya. Karena kaumnya adalah tunas pertama dari manusia yang akan berkembang biak di seluruh dunia kelak dikemudian hari.

Sejak semula kita telah diberi peringatan di dalam al-Qur’ān bahwa tugas manusia datang ke dunia ini adalah untuk menjadi Khalīfah Allah, Pelaksana kehendak Tuhan. Dia adalah makhluk istimewa dari antara sekalian makhluk. Dia diberi akal dan fikiran. Dia diberi perasaan yang halus. Tetapi kadang-kadang manusia itu bisa saja lupa akan tugasnya yang hakiki itu karena dorongan hawa nafsunya. Dia memang mempunyai naluri percaya akan Maha Kekuasaan Tertinggi yang mencipta dan mengatur alam ini. Tetapi kadang-kadang mereka menyeleweng, mereka persyarikatkan Tuhan Yang Maha Esa itu dengan yang lain. Atau mereka perturutkan hawa nafsunya, lalu martabat mereka jatuh ke bawah dan perikemanusiaan yang menyebabkan keistimewaannya itu menjadi hilang, dan hidup mereka menjadi hina, sehingga maksud kedatangannya ke dunia itu tidak lagi mencapai sasarannya sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan. Kalau hal itu tidak lekas diberi ingat, melainkan akan celaka. Sebelum kecelakaan itu datang, wajiblah mereka diberi ingat.

Nūḥ berkata;” (Pangkal ayat 2). Artinya bahwasanya Nūḥ segera melaksanakan ada yang diperintahkan oleh Tuhah: “Hai kaumku! Sesungguhnya aku datang kepada kamu adalah memberi peringatan yang jelas.” (Ujung ayat 2). Maka beliau sampaikanlah kepada kaumnya bahwa dia hendak menyampaikan peringatan dengan jelas, dengan terus-terang, tanpa tedeng aling-aling, atau tidak berlindung di balik daun lalang sehelai. Peringatan yang jelas itu kadang-kadang disampaikan, walaupun pahit didengar. Karena banyak di antara peringatan itu tiba masanya buat disampaikan secara terus-terang. Karena penyakit yang hendak diobat telah berlarut-larut.

Yang jadi pokok ajaran yang beliau sampaikan ialah:

Bahwa hendaklah kamu sekalian menyembah kepada Allah, dan taqwalah kepada-Nya, dan taatilah aku.” (Ayat 3).

Di sini jelas sekali Nabi Nūḥ memberikan tiga pokok pegangan hidup manusia di dalam dunia ini. Ketiga pokok inilah yang akan menetapkan manusia dalam garis kemanusiaannya sejak asal semula jadi di muka bumi, melalui berbagai priode dan masa ketika; sejak masa masih dalam primitif, atau permulaan meraba-raba dalam hidup, yang dinamai orang zaman perunggu sampai kepada zaman besi, sampai kepada zaman uap, zaman mesin dan sekarang zaman atom dan dikatakan juga zaman “naik ke bulan”; entah apakah lagi zaman sesudah ini. Tiga pokok pegangan hidup ini perlu digenggam erat, dipegang teguh, untuk selamat.

Pertama sekali ialah beribadat kepada Allah, karena Iman kepadanya. Sebab pengakuan akan adanya Yang Maha Kuasa, Yang Maha Sempurna, Yang Maha Kuasa itu sudahlah sama tumbuh dengan akal manusia. Sedang Alam sekeliling ini adalah SYUHŪD atau saksi-saksi atas ke-Ada-anNya.

Sesudah alam sekeliling jadi saksi atas ada-Nya Allah itu kemudian adalah diri manusia sendiri. Keteraturan yang terdapat pada diri manusia dan buah fikiran, hasil perjalanan akal yang menyebabkan manusia disebut bersifat berkumpul dan ingin maju, adalah alamat adanya Tuhan yang memberikan ilham.

Yang kedua ialah supaya manusia senantiasa bertaqwa kepada Allah, yaitu selalu akrab hubungannya dengan Tuhan. Taqwa kepada Allah itulah yang akan jadi peneliti terhadap hidupnya. Taqwa kepada Allah yang disertai dengan menyembah-Nya menyebabkan hidup manusia mencapai keseimbangan. Kalau ibadat dan taqwa tidak ada, derajat manusia bisa jatuh ke dalam lembah kehinaan. Martabatnya jatuh menjadi lebih hina daripada binatang. Bagaimana kemajuan manusia, atau zaman yang disebut modern, kalau tidak memperhambakan diri kepada Tuhan dan tidak bertaqwa, maka kemajuan itu akan membawanya maju ke dalam kesengsaraan belaka.

Yang ketiga ialah bahwa Nabi Nūḥ menyerukan kepada kaumnya supaya mereka sudi mematahui apa yang dipimpinkannya. “Taatlah kepadaku! Karena beliau diutus oleh Tuhan yang disembah serta dipuja, yang kita taqwa kepada-Nya itu buat membimbing perjalanan hidup menurut yang dituntunkan oleh Allah sendiri. Oleh sebab itu, maka sejak Nabi Nūḥ itu Tuhan selalu mengutus orang-orang utama, yaitu nabi-nabi dan rasūl-rasūl yang bimbingan mereka wajib ditaati. Kalau tidak, niscaya manusia akan berjalan dalam hidup yang tidak mempunyai pemimpin. Atau datang yang bukan pemimpin merebut pimpinan. Bukan Kebenaran lagi yang ditegakkan, melainkan Kekuatan. Sebab tidaklah mungkin manusia hidup di dunia tanpa pimpinan.

Kalau syarat hidup yang tiga perkara itu telah dipenuhi, pertama beribadat kepada Allah, kedua bertaqwa kepada-Nya dan ketiga ta‘at kepada bimbingan manusia yang diutus Allah niscaya akan selamatlah perjalanan hidup itu dari marabahaya;

(Niscaya) akan diberi ampunlah kamu dari dosa kamu”. (Pangkal ayat 4). Yaitu dosa-dosa yang telah terlanjur diperbuat karena tidak disadari, atau karena belum mengetahui selama ini perbedaan di antara yang buruk dengan yang baik. Malahan dosa musyrik sekalipun akan diberi ampun oleh Tuhan setelah orang itu diberi pengertian akan kesalahannya, lalu meninggalkan samasekali perbuatan yang sangat berdosa itu; “dan Dia akan menangguhkan kamu sampai kepada janji yang ditentukan”. Artinya, bahwa jika orang telah taubat, dan telah membina hidup yang benar di dalam ibadat dan taqwa dan bimbingan Rasūl, maka dosa selama ini diampuni semuanya oleh Tuhan. Diberilah dia kesempatan membangunkan hidup dalam Kebenaran itu sampai datang janji mereka. Janji bagi tiap pribadi ialah maut! Kalau ajal atau maut tiba, tidaklah dapat diundurkan lagi. Kalau diri telah berisi Iman dan taqwa tidaklah akan cemas lagi bila jalan yang benar telah ditempuh. Walaupun misalnya melakukan taubat itu di masa usia telah agak tua, namun dosa lama tetap diampuni. Dan walaupun beberapa saat sesudah taubat itu diapun meninggal, karena ajal tidak dapat dimundurkan atau dimajukan, namun dia telah terhitung orang yang diberi ampun: “Sesungguhnya janji Allah itu apabila dia datang tidaklah dapat ditangguhkan lagi; Kalau kamu mengetahuinya”. (Ujung ayat 4).

Di ujung ayat ditutup dengan kalimat “Kalau kamu mengetahuinya”; Sebab memang setiap orang yang berakal, baik dia Muslim atau kafir, belum beragama atau sudah, namun mereka mengetahui bahwa ajal itu tidak dapat ditangguhkan; tidak dapat didahulukan satu saat, dan tidak pula dapat diundurkan. Hal itu kejadian tiap hari;

“Alangkah banyaknya orang yang sehat, langsung mati dengan tidak sakit, dan berapa pula banyaknya orang yang telah sakit berlarut-larut namun masih hidup bertahun-tahun di belakang.”

Hal yang demikian disaksikan oleh semua manusia, sebab selalu terjadi.

Oleh sebab itu, lebih baik segera taubat. Yaitu kembali kepada jalan yang lurus yang ditentukan Tuhan dengan bimbingan nabi-nabi.

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.