Suratu Quraisy 106 ~ Tafsir al-Azhar

Dari Buku:
Tafsir al-Azhar
Oleh: Prof. Dr. HAMKA

Penerbit: PT. Pustaka Islam Surabaya

Sūratu Quraisy

(Kaum Quraisy)

Surat ke-106, 4 Ayat

Diturunkan di Makkah

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang

 

لِإِيْلَافِ قُرَيْشٍ. إِيْلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَ الصَّيْفِ. فَلْيَعْبُدُوْا رَبَّ هذَا الْبَيْتِ. الَّذِيْ أَطْعَمَهُمْ مِّنْ جُوْعٍ وَ آمَنَهُمْ مِّنْ خَوْفٍ.

106:1. Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,

106:2. (Yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.

106:3. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka‘bah).

106:4. Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.

 

Ada beberapa riwayat yang mengatakan bahwa di antara Sūrat-ul-Fīl (Surat 105) dengan Sūratu Quraisy 106 ini pada hakikatnya adalah satu. Mereka mengatakan bahwa kaum yang bergajah itu dibinasakan oleh Tuhan sampai hancur berantakan ialah karena Tuhan hendak melindungi kaum Quraisy, sebagai jiran Allah memelihara Ka‘bah-Nya. Atau mereka pertalikan ujung Surat 105 “Mereka dijadikan seperti daun kayu yang dimakan ulat,” dengan ayat 1 dari Surat 106 “Lantaran untuk melindungi kaum Quraisy.”

Tetapi menurut yang sewajarnya saja, tidaklah mungkin hanya untuk memelihara kaum Quraisy sampai Kaum Bergajah dihancurkan laksana daun kayu dimakan ulat. Mari kita tafsirkan saja sebagai biasa:

Lantaran untuk melindungi kaum Quraisy.” (ayat 1). Yaitu: “Untuk melindungi mereka di dalam perjalanan musim dingin dan musim panas.” (ayat 2).

Kaum Quraisy pada umumnya adalah kaum saudagar perantara, yang negerinya (Makkah) terletak di tengah, di antara Utara yaitu Syam dan Selatan, yaitu Yaman. Sejak lama sebelum Islam mereka telah menghubungkan kedua negeri itu. Syam di Utara adalah pintu perniagaan yang akan melanjut sampai ke Laut Tengah dan ke negeri-negeri sebelah Barat. Yaman yang ibu kotanya sejak dahulu biasanya di Shan’ā di Selatan membuka pula jalan ke Timur sampai ke India, bahkan lebih jauh lagi sampai ke Tiongkok.

Ibnu Zaid mengatakan bahwa orang Quraisy itu melakukan dua angkatan perjalanan atau kafilah (caravan). Di musim panas mereka pergi ke Syam dan musim dingin mereka pergi ke Yaman, keduanya untuk berniaga.

Sejak zaman purbakala telah terentang jalan kafilah di antara: Makkah, Madinah dan Damaskus.

Atau: Makkah, Ḥunain, Badar, Ma’an (Syirqil Urdun).

Itu adalah jalan kafilah Utara.

Jalan kafilah ke Selatan: Makkah, Thā’if, ‘Ashr, Yaman (Shan’ā).

Perjalanan itu dipelihara dan diperlindungi Tuhan. Dan lagi negeri Makkah itu berdiri Bait Allāh (Rumah Allah) yang bernama Ka‘bah, sehingga setiap musim haji orang dari luar pun berduyun ke sana menurut sunnah Nabi Ibrāhīm.

Maka hendaklah mereka menyembah kepada Tuhan Rumah ini.” (ayat 3). Sebab banyaklah anugerah dan kurnia Tuhan kepada mereka lantaran adanya rumah itu.

Yaitu Tuhan: “Yang telah memberi makan mereka dari kelaparan dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (ayat 4).

Karena ditambah lagi dengan berkat adanya Rumah Allah di tengah kota Makkah itu tidaklah putus-putusnya tiap tahun orang datang ke sana, di samping mereka sendiri mengadakan kafilah perniagaan ke Utara dan ke Selatan. Tidaklah pernah negeri mereka jadi daerah tertutup, sehingga selalulah makanan mereka terjamin, dan tidak ditimpa kelaparan. Disertai aman pula, sebab daerah Tanah Makkah itu dijadikan Daerah Terlarang sejak zaman Nabi Ibrāhīm, tidak boleh orang berperang di sana, tidak boleh binatang buruannya diburu, tidak boleh tumbuh-tumbuhannya dirusakkan. Aturan ini dihormati oleh seluruh kabilah ‘Arab turun-temurun.

Sebab itu maka tidaklah layak orang Quraisy yang telah mendapat rahmat yang begitu baiknya dari Tuhan, kalau mereka tidak mensyukuri Tuhan. Tidaklah layak kalau mereka menolak risalat yang dibawa oleh Nabi Muḥammad s.a.w.

Dan di dalam Surat ini pun telah diperingatkan, bukanlah RUMAH itu, bukanlah Ka‘bah itu yang mesti disembah, melainkan Tuhan yang empunya rumah itulah yang akan disembah. Syukurilah Tuhan yang telah memperlindungi, membuat peraturan sehingga Tanah Makkah dapat aman dan sentosa, tidak disentuh dan diusik orang.

Maka menjadi lemahlah tafsir yang mengatakan bahwa kaum bergajah dibinasakan karena Allah hendak memelihara orang Quraisy, melainkan orang Quraisy itu sendirilah di dalam Surat ini yang diberi peringatan agar mereka jangan menyembah juga kepada berhala, bahkan jangan menyembah kepada Ka‘bah itu sendiri, tetapi sembahlah Tuhan Yang Empunya Ka‘bah itu. Maka tidaklah patut mereka menjadi orang musyrikin, menyembah berhala, menggantungkan berhala pada rumah itu sampai 360 buah banyaknya. Melainkan seyogianya merekalah yang akan menjadi pelopor menyambut seruan dan risalat yang dibawa oleh Muḥammad, putera mereka sendiri, untuk diikuti oleh seluruh bangsa ‘Arab yang semenjak zaman dulu menghormati kedudukan mereka sebagai Jiran (tetangga) Rumah Allah itu.

Di dalam Sūrat-ul-Qashash (28) ayat 57 diperingatkan Tuhan kepada mereka bagaimana Tuhan menjadikan tanah Makkah itu jadi tempat tinggal tetap mereka, tanah suci tanah terlarang, dan segala macam makanan datang dibawa orang ke sana.

Di dalam Sūrat-ul-‘Ankabūt (29) ayat 67 diperingatkan pula, tidaklah mereka perhatikan bahwa tanah itu telah Kami jadikan Tanah Ḥarām, tanah terlarang yang aman sentosa, padahal manusia di luar Tanah Ḥarām itu culik-menculik, rampas-merampas, bunuh-membunuh.

Dari ayat 3 yang memberikan kesadaran bagi orang Quraisy agar mereka menyembah kepada Tuhan Yang Empunya Rumah ini dapatlah dimengerti bahwa Ummat Islam sekali-kali tidaklah menyembah kepada Rumah itu sendiri sebagai penyembah berhala, sebagaimana fitnah dan kata-kata palsu yang dikarang-karangkan oleh zending-zending Kristen untuk menuduh orang Islam menyembah berhala bernama Ka‘bah. Malahan sejak zaman purbakala, seketika permulaan Perang Salib, kaum Kristen telah membuat fitnah mengatakan bahwa orang Islam menyembah berhala yang disimpan di dalam Ka‘bah itu dua buah. Satu bernama Tarfagan dan satu lagi bernama Mahound. Maksud mereka ialah menimbulkan pengertian bahwa Mahound itu ialah Muḥammad. Padahal dalam bahasa Jerman kalimat Hound pada Mahound itu ialah anjing.

Beginilah cara mereka melakukan propaganda!

Di Salt Lake City, Ibu Negeri Utah negeri kaum Kristen Mormon saya ziarah ke pekarangan gereja mereka, yang diberi nama Tabernacle. Di halaman itu ada patung burung. Burung itu adalah catatan kisah tatkala mereka mulai diusir dari sebelah Timur Amerika (New York) membuat negeri di sana. Mula-mula mereka menanam gandum untuk dimakan, dan hampir saja masa menuai, datanglah semacam belalang hendak memakan habis gandum yang hendak mereka ketam. Sehingga kalau jadi belalang itu hinggap, mereka akan mati kelaparan dan hasil usaha berbulan-bulan akan habis punah. Tiba-tiba sedang mereka menengadah ke udara melihat belalang atau kumbang-kumbang yang kejam itu, mereka lihat beratus ekor burung putih datang dari laut. Dalam sekejap mata burung-burung putih tersebut menyerang belalang atau kumbang itu dan memakannya habis sehingga kebun gandum penduduk Mormon itu terlepas dari bahaya berkat burung tersebut.

Sebab itu maka di muka gereja itu mereka dirikanlah patung burung tersebut, untuk menambah keyakinan mereka dalam agama mereka.

Bagi kita Ummat Islam dengan tuntunan ayat 3 Surat Quraisy ini, bukanlah burung Abābīl yang melepaskan Ka‘bah dari penghancuran yang disembah, dan bukan pula Ka‘bah itu sendiri, melainkan Tuhan Allah, Yang Maha Kuasa, Yang Empunya Rumah tersebut. Rumah pertama yang didirikan oleh Nabi Ibrāhīm Khalīl Allāh, untuk berkumpul manusia yang menegakkan kepercayaan atas Allah Yang Maha Esa, Maha Tunggal.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *