Diturunkan di Madīnah
Jumlah Ayat: 8.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا. وَ أَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا. وَ قَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا. يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا. بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا. يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِّيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ. فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ. وَ مَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
099:1. Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat),
099:2. dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya,
099:3. dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini)?”
099:4. Pada hari itu, bumi menceritakan beritanya,
099:5. karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.
099:6. Pada hari itu, manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka.
099:7. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
099:8. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.
Surah ini dikategorikan sebagai surah Madaniyyah di dalam mushḥaf al-Qur’ān dan di dalam beberapa riwayat. Di dalam beberapa riwayat yang lain dikategorikan sebagai surah Makkiyyah. Akan tetapi, kami menguatkan riwayat-riwayat yang mengatakannya sebagai surah Makkiyyah. Metode pengungkapan kalimatnya dan temanya mendukung pendapat ini.
Surah ini merupakan goncangan keras terhadap hati yang lalai. Goncangan yang sejalan dengan tema dan pemandangannya, irama dan lafalnya. Juga merupakan teriakan keras yang menggoncangkan bumi dan orang-orang yang ada di atasnya. Maka, mereka hampir tidak sadar sehingga mereka dihadapkan kepada hisab, timbangan ‘amal, dan pembalasan. Semuanya disampaikan dalam beberapa paragraf yang pendek saja.
Demikianlah karakter juz ini secara keseluruhan, dan surah ini adalah salah satu contoh lukisan yang kuat.
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا. وَ أَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا. وَ قَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا. يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا. بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا.
“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini)?” Pada hari itu, bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.” (az-Zalzalah: 1-5).
Hari itu adalah hari kiamat. Bumi bergetar dan bergoncang dengan sekeras-kerasnya sehingga apa yang terkandung di dalamnya termuntahkan dan keluarlah segala sesuatu yang membebaninya selama ini, baik yang berupa jasad-jasad berbagai makhlūq maupun tambang-tambang. Seakan-akan dengan termuntahkannya semua itu, bumi menjadi ringan dari beban-beban berat yang dikandungnya selama ini.
Ini adalah pemandangan yang menggoyangkan kaki orang-orang yang mendengarkan surah ini. Juga menggoncangkan segala sesuatu yang selama ini kukuh mantap di atasnya, sehingga terbayanglah olehnya seakan-akan mereka sedang terhuyung-huyung dan sempoyongan, sedang bumi yang dipijaknya bergoncang dan bergelombang! Sebuah pemandangan yang melepaskan hati dari segala sesuatu yang dulu mempersonakannya di bumi ini, dan dikiranya akan lestari dan abadi.
Inilah kesan pertama dari pemandangan yang dilukiskan oleh al-Qur’ān. Kesan yang mengesankan adanya gerakan yang meresap ke dalam saraf pendengar hanya karena mendengar ungkapan al-Qur’ān yang unik ini.
Pengaruh itu bertambah jelas ketika al-Qur’ān melukiskan keadaan dan sikap “manusia” ketika menghadapi pemandangan yang ada di hadapannya dan ketika dia menyaksikannya:
“….Dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini)?”…..”
Ini adalah pertanyaan orang yang kebingungan, ketakutan, dan terkejut, yaitu ketika ia melihat sesuatu yang tidak pernah dilihatnya, menghadapi sesuatu yang tidak pernah diketahuinya, dan menyaksikan sesuatu yang ia tidak dapat menahan diri untuk bertanya. Mengapa dia? Apa yang menggoncangkannya sedemikian rupa? Mengapa…..? Seakan-akan tergambarkan bahwa ia sedang berada di atasnya dan terombang-ambing bersamanya. Lalu, ia berusaha mencari pegangan dan sandaran agar tidak jatuh terpelanting. Akan tetapi, segala sesuatu yang ada di sekelilingnya bergoncang dan bergoyang dengan sangat keras.
“Manusia” sebelumnya sudah pernah menyaksikan gempa bumi-gempa bumi dan gunung-gunung meletus. Itu pun mereka sudah ketakutan dan sangat sedih. Juga tersaksikan olehnya kerusakan dan kehancuran. Akan tetapi, ketika ia melihat goncangan hari kiamat, maka ia tidak menjumpai kesamaan dengan apa yang terjadi pada waktu gempa bumi dan gunung meletus dalam kehidupan dunia dahulu. Maka, ini adalah perkara baru yang belum pernah diketahui dan dialami manusia sebelumnya. Perkara yang tidak diketahui rahasianya dan tidak pernah ada bandingannya. Perkara dahsyat yang terjadi pertama kali pada hari itu.
“Pada hari itu”, hari terjadinya goncangan dahsyat ini, dan manusia kebingungan menghadapinya: “Bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya….”
Pada hari itu, bumi menceritakan beritanya, menerangkan keadaannya dan apa yang terjadi padanya. Terjadilah apa yang terjadi padanya: “karena Tuhanmu telah memerintahkan yang sedemikian itu kepadanya…” Perintah-Nya kepadanya adalah agar ia bergerak-gerak dengan cepat dan bergolombang, bergoncang dengan keras, dan mengeluarkan beban-beban berat yang dikandungnya. “Ia patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh” (al-Insyiqāq: 5), untuk menceritakan berita-beritanya. Maka, keadaan ini merupakan perkataan jelas yang menceritakan latar belakang terjadinya, yaitu karena diperintahkan oleh Allah.
Di sini, “manusia” kebingungan dan ketakutan yang menyengat hati, bingung dan heran, bergoyang dan terhuyung-huyung. Di sini, manusia hampir tidak bisa menarik napas lagi, ketika ia bertanya-tanya: “Mengapa dia? Mengapa bumi jadi begini?” Di sini, ia menghadapi pemandangan pengumpulan manusia di Padang Maḥsyar, dihisab dan dimintai pertanggungjawaban, ditimbang ‘amal perbuatannya, dan diberi balasan masing-masing:
يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِّيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ. فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ. وَ مَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“Pada hari itu, manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.” (az-Zalzalah: 6-8).
Sepintas kilas kita menyaksikan pemandangan manusia bangkit dari kubur. “Pada hari itu, manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam…..” Kita lihat pemandangan mereka dengan keadaannya yang bermacam-macam menyebar dari semua penjuru bumi, “seakan-akan mereka belalang-belalang yang beterbangan.….” (al-Qamar: 7).
Ini juga pemandangan yang belum pernah dilihat manusia sebelumnya. Pemandangan di mana seluruh makhlūq dengan segenap generasinya bertebaran di sana-sini.
“(Yaitu) pada hari bumi terbelah-belah menampakkan mereka (lalu mereka keluar) dengan cepat.” (Qāf: 44).
Ke mana saja mata memandang, ia akan melihat bayang-bayang orang yang bangun dari kubur kemudian pergi dengan cepat! Ia tidak melambaikan kepada sesuatu pun, dan tidak pula melihat ke belakang dan ke sekililingnya. “Mereka bergegas mendatangi panggilan” dengan mengulurkan lehernya dan menundukkan pandangannya.
“Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (‘Abasa: 37).
Ini adalah pemandangan yang tidak dapat dilukiskan dengan bahasa manusia. Pemandangan yang dahsyat, menakutkan, mengerikan, dan membingungkan.
Seluruh mereka dan semua yang ada dalam ensiklopedia dan kamus, tidak akan dapat menerangkan pemandangan ini sebagaimana yang didiktekan ke dalam khayalan mereka sedikit demi sedikit sebatas yang mampu mereka bayangkan.
“Pada hari itu, manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka.” (az-Zalzalah: 6).
Ini lebih hebat dan lebih mengerikan lagi. Mereka pergi ke tempat di mana dipampangkan ‘amal perbuatan mereka, untuk mereka hadapi balasannya. Ketika manusia menghadapi apa yang telah dikerjakannya itu sendiri, kadang-kadang sudah lebih menakutkan dari semua bentuk balasannya. Karena ada orang yang sudah lari dari menghadapi ‘amalan-‘amalan yang akan ditunjukkan dan dimintakan pertangjawabannya kepadanya. Ia sudah memalingkan muka darinya karena buruknya perbuatannya itu, ketika direkonstruksi dengan rekonstruksi yang menimbulkan penyesalan dan menyengat hati. Maka, bagaimana lagi ketika dia menghadapi seluruh ‘amalannya di hadapan semua makhlūq yang menyaksikan, di hadapan Tuhan Yang Maha Luhur, Maha Agung, Maha Perkasa, dan Maha Besar?!
Sungguh ini sudah merupakan siksaan yang dahsyat dan menakutkan. Hanya semata-mata diperlihatkan pekerjaan mereka kepada diri mereka dan dihadapkan kepada mereka segala sesuatu yang ada pada mereka.
Di balik diperlihatkannya perbuatan mereka itu, terdapat perhitungan dan penelitian yang sangat cermat. Perhitungan yang tidak ada sesuatu pun dari kebaikan atau kejelekannya meski hanya sebesar atom yang ditinggalkan dan tidak ditimbang serta tidak diberi balasan.
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula” (az-Zalzalah: 7-8).
Dzarrah oleh para mufassir tempo dulu diartikan dengan nyamuk. Ada juga yang mengatakannya butir debu yang terlihat di bawah sinar matahari. Maka, keadaan yang sebenarnya bisa lebih kecil daripada apa yang mereka bayangkan tentang ma‘na lafal dzarrah itu sendiri.
Sekarang, kita mengerti bahwa dzarrah adalah sesuatu yang terkandung dalam nama ini. Ia jauh lebih kecil daripada butir debu yang terlihat di bawah sinar matahari itu. Karena, dzarrah itu masih dapat dilihat dengan mata telanjang, sedangkan dzarrah tidak dapat dilihat hingga dengan alat pembesar apa pun. Ia hanya terlihat di dalam hati orang-orang yang mengerti. Tidak pernah ada seorang pun yang pernah melihatnya, baik dengan mata telanjang maupun dengan mikroskop. Apa yang terlihat hanya bekas-bekasnya saja.
Kebaikan atau kejahatan yang diumpamakan dalam ukuran seberat dzarrah pun, akan dihadirkan dan dilihat oleh pelakunya, serta akan diperoleh balasannya.
Dengan demikian, manusia tidak boleh meremehkan sedikit pun terhadap ‘amal perbuatannya, baik ataupun jelek. Juga tidak boleh dia mengatakan: “Ini cuma kecil, tidak diperhitungkan dan tidak ditimbang.”
Hendaklah manusia merasa takut di dalam menghadapi semua bentuk perbuatannya, ya‘ni seperti takutnya menghadapi timbangan yang cermat dan dapat menimbang berat ringannya dzarrah itu. Timbangan ini tidak akan dijumpai bandingan dan padanannya di bumi, melainkan dalam hati yang beriman. Hati yang takut terhadap penimbangan kebaikan dan kejelekan meski seberat dzarrah.
Di dunia ini ada juga hati yang bergeming meskipun melakukan dosa, kemaksiatan, dan kejahatan sebesar gunung sekalipun. Ia tidak terpengaruh terhadap kebaikan dan kebaikan orang lain meskipun sebesar gunung. Itu adalah hati yang congkak di muka bumi, yang terkutuk di bawah beban-beban dosanya itu pada hari perhitungan nanti!!