Surat ke-99, 8 Ayat
Diturunkan di Makkah
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا. وَ أَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا.
099:1. Apabila bumi diguncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat),
Sebagaimana beberapa Sūrat yang lain, Sūrat-uz-Zalzalah ini pun membayangkan keadaan yang akan dihadapi kelak ketika hari mulai kiamat. “Apabila telah digempakan bumi itu segempa-gempanya.” (ayat 1). Dengan diujungi “segempa-gempanya”, atau sehebat-hebatnya, dapatlah kita fahamkan bahwa gempa itu bukanlah lagi gempa setumpak, melainkan seluruh permukaan bumi. Bukan lagi karena letusan sebuah gunung, melainkan bumi itu seluruhnya atau kesebuahannya telah tergoncang dari falak tempat jalannya.
“Dan mengeluarkan bumi itu akan segala isi-isinya.” (ayat 2).
Ini pun menambah lagi pengertian kita atas kuat dan hebatnya gempa besar itu, sehingga goncangan bumi yang sedemikian hebat, menjadikan bumi laksana dihindang dan dihayunkan, sehingga segala isi yang tersimpan di sebalik bumi itu terbongkar keluar, tidak ada lagi yang tersembunyi, sampai pun tulang-tulang manusia yang beratus ribu tahun telah terkubur dibalik kulit bumi itu akan terbongkar keluar.
Menurut Al-Qurthubī ada juga orang yang mentafsirkan segala isi-isi yang berat dalam bumi bukan saja tulang-tulang manusia, melainkan perbendaharaan emas perak yang menjadi kekayaan bumi pun terbongkar. Dengan tafsiran demikian itu, kita di zaman sekarang yang telah melihat betapa banyaknya kekayaan terpendam di dalam bumi, sejak dari bensin dan minyak tanah, akan dapat menggambarkan betapa hebatnya pada waktu itu. Kalau isi bumi terbongkar keluar, lahar tanah, bayangkanlah, alangkah dahsyat pada waktu itu.
Kiamat pasti datang. Dia bukan semata-mata kepercayaan yang diajarkan oleh sekalian agama langit. Bahkan telah menjadi pengetahuan manusia. Penyelidikan akan kemungkinan kiamat telah dinyatakan secara Teori ilmiah sebaca tersebut di bawah ini.
Di Kayden Planetarium New York pernah diadakan demonstrasi cara bagaimana – menurut para sarjana – bumi yang kita diami ini akan menemui kehancurannya.
Dipertunjukkan secara realistis adanya 5 kemungkinan: Pertama – matahari meletus dan bumi musnah dalam lautan api. Kedua – matahari berbalik menjadi beku sedemikian rupa hingga bola bumi menjadi dataran hitam yang tertutup es. Ketiga – mungkin juga terjadi bahwa suatu bintang yang besar bertubrukan dengan matahari yang mana akan mengakibatkan kehancuran bumi. Keempat – didemonstrasikan adanya kemungkinan bintang berekor jatuh ke bumi dengan kedahsyatan begitu rupa hingga bumi hancur luluh karenanya. Kelima – kemusnahan dengan segala penghuninya karena jarak dengan bulan menjadi begitu dekat sehingga menimbulkan gelombang-gelombang air pasang yang dahsyat disertai letusan-letusan hebat dari gunung-gunung berapi. (Antara Spektrum).
Sekian berita-berita itu.
Jadi orang-orang yang meminta penyaksian Ilmiah manusia apa yang disabdakan Tuhan, sudah boleh tenteram hati menerima wahyu-wahyu Ilahi. Padahal sehendaknya bagi orang yang beriman, pengetahuan manusia belum dapat sekaligus diterimanya kalau belum sesuai dengan firman Tuhan.
وَ قَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا. يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا. بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا. يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِّيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ. فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ. وَ مَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
099:2. dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya,
099:3. dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini)?”,
099:4. pada hari itu bumi menceritakan beritanya,
099:5. karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.
099:6. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka.
099:7. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya.
099:8. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.
“Dan berkata manusia: “Apa halnya?” (ayat 3). Artinya: apa halnya bumi maka jadi begini? Apa yang telah terjadi? Menunjukkan bahwa manusia pada waktu itu tanya bertanya di dalam kegugupan dan bingung.
“Di hari itu dia akan menceriterakan khabar-khabarnya.” (ayat 4). Artinya bahwa di hari itu bumi itu sendiri akan menceriterakan sendiri khabar berita tentang dirinya. Yaitu meskipun bukan bumi berkata dengan lidah, tetapi keadaan yang telah terjadi itu, yang kian lama kian hebat dahsyat dan menakutkan, telah menjawab sendiri pertanyaan yang timbul di hati manusia. Yaitu bahwa inilah permulaan hari kiamat: Dunia lama mulai dihancurkan dan zaman akhirat telah mulai datang. “Bahwa Tuhan engkau telah memerintahkannya.” (ayat 5). Artinya bahwa segala yang tengah terjadi itu adalah suatu ketentuan yang pasti dari Allah, qadar yang telah ditentukan, atau ajal yang telah sampai pada waktunya, bilangan dunia sudah sampai!
Al-Qasyānī menegaskan: “Artinya Tuhanlah yang memerintahkan bumi itu bergoncang dan rusak dan hancur dan runtuh dan mengeluarkan segala isinya yang terpendam,” (sebagai disebutkan di ayat 2).
“Di hari itu manusia akan pergi berpisah-pisah.” (pangkal ayat 6). Berpisah-pisah dibawa untung masing-masing, keluar dari kampung halaman atau rumah tangganya, sehingga terpisah-pisahlah di antara satu dengan yang lain, tidak dapat berkelompok lagi. Hal ini pun diterangkan lebih jelas dalam Surat 80, ‘Abasa ayat 34 sampai 37, bahwa di hari itu orang lari dari saudaranya, dari ibunya dan ayahnya, dari isterinya dan anak-anaknya, karena masing-masing orang menghadapi urusannya sendiri: “Untuk diperlihatkan kepada mereka amal-amal mereka.” (ujung ayat 6).
Itulah pula yang dinamai “Yaum-ul-Ḥisāb”, Hari Perhitungan, atau “Yaum-ul-Mīzān”, Hari Penimbangan. Akan diselidiki satu demi satu amal perbuatan, kegiatan dan usaha selama hidup di atas duni, baiknya dan buruknya. Dan semuanya akan diperlakukan dengan adil dan tidak ada yang tersembunyi.
“Maka barang siapa yang mengerjakan kebaikan setimbang debu pun, niscaya dia akan melihatnya.” (ayat 7). “Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan setimbang debu pun, niscaya dia pun akan melihatnya.” (ayat 8).
Di dalam kedua ayat ini disebut dzarrah, yang supaya lebih popular kita artikan saja dengan debu. Padahal dzarrah adalah lebih halus dari debu. Di zaman modern ini, setelah orang menyelidiki tenaga atom dan telah dapat memanfaatkannya, maka atom itu dipakai dalam bahasa seluruh dunia dengan memakai kalimat dzarrah. Ahli-ahli fisika ‘Arab menyebut juga dzarrah itu dengan Al-Jauhar-ul-fard, benda yang sangat halus yang tidak dapat dibagi lagi. Lantaran itu boleh jugalah kita artikan: “Dan barang siapa yang mengerjakan setimbang atom pun dari kebaikan, niscaya dia akan melihatnya.” Jadi bukti bahwa tidak ada satu pun yang tersembunyi di sisi Tuhan dari hal amalan manusia dan kegiatan hidupnya, supaya dibalas dan diganjari setimpal dengan perbuatannya.
Syaikh Muḥammad ‘Abduh dalam tafsirnya menegaskan “ayat ini telah menyatakan bahwa segala amalan dan usaha, baiknya dan buruknya, besarnya dan kecilnya akan dinilai oleh Tuhan. Baik yang berbuatnya itu orang beriman ataupun kafir. Tegasnya lagi, amal kebaikan orang yang kafir dihargai Tuhan, meskipun dia dengan demikian tidak terlepas daripada hukuman kekafirannya.”
Beliau kemukakan sebuah ayat di dalam Surat 21, Al-Anbiyā’ ayat 47: “Bahwa di hari kiamat itu alat-alat penimbang akan diletakkan dengan sangat adil, sehingga tidak ada satu diri pun yang akan teraniaya, walaupun sebesar biji daripada hama (telur hama), semuanya akan dipertimbangkan.”
Dengan demikian orang yang telah mengaku beriman kepada Allah dan Rasul pun begitu. Meskipun dia telah mengaku beriman, namun dosanya atau kesalahan dan kejahatannya pun akan dipertimbangkan dan diperlihatkan. Syukurlah dia tidak mempersekutukan yang lain dengan Allah, sehingga siksaan yang akan diterimanya tidaklah seremuk sehina orang yang kafir.
Maka tersebutlah bahwa Ḥātim ath-Thā’ī, dermawan ‘Arab yang beragama Nasrani yang terkenal di zaman jahiliyah akan diringankan adzabnya di neraka karena di kala hidupnya dia sangat dermawan. Dan Abū Lahab paman Rasūlullāh s.a.w. yang sangat terkenal benci kepada anaknya yang menjadi Nabi itu, pun akan ada satu segi yang akan meringankan adzabnya. Karena beliau sangat bersukacita ketika Rasūlullāh s.a.w. lahir ke dunia, sampai disediakannya jariahnya bernama Tsā’ibah yang akan menyusukan Nabi, sebelum disusukan oleh Ḥalīmat-us-Sa’diyah.
Dan sudah tentu adzab siksaan yang akan diterima Abū Thālib yang mengasuh Nabi s.a.w. sampai beliau menjadi Rasul dan membelanya sampai akhir hayatnya tidaklah akan disamakan dengan adzab siksaan yang akan diterima oleh Abū Jahal. Selanjutnya tidaklah akan sama adzab terhadap ahlul-kitab yang terang mempercayai Nabi-nabi dengan adzab terhadap orang-orang yang sama sekali tidak mempercayai adanya Allah. Dan keringanan yang akan diterima oleh Thomas Alva Edison tentu tersedia, karena jasanya mendapatkan alat-alat listrik yang dapat dipergunakan untuk melakukan da’wah Islam.
Selain dari itu, ayat ini pun menjadi obat yang jadi sitawar-sidingin bagi orang-orang yang beramal dengan ikhlas untuk agama, untuk bangsa dan perikemanusiaan, tetapi mereka dilupakan orang, misalnya karena pertentangan politik. Meskipun di dunia mereka dilupakan orang, namun kebajikan dan jasanya di kala hidupnya tetap tercatat di sisi Allah dan akan dihadapinya kelak di hari akhirat.
Tersebut di dalam sebuah Hadis yang dirawikan oleh Tirmidzī dari Ibnu Abbās, bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah mengatakan bahwa Sūrat “Idzā Zulzilati” adalah setimbang dengan separuh al-Qur’ān, dan “Qul Huwallāhu Aḥad” setimbang dengan sepertiga al-Qur’ān, dan “Qul Yā Ayyuh-al-Kāfirūna” setimbang dengan seperempat al-Qur’ān.
Marilah kita camkan dalam fikiran dan perenungan kita mengapa Rasūlullāh menilai ketiga Sūrat ini demikian.