إِنَّهُ عَلَى رَجْعِهِ لَقَادِرٌ. يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ. فَمَا لَهُ مِنْ قُوَّةٍ وَ لَا نَاصِرٍ.
“Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati). Pada hari ditampakkan segala rahasia, maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatan pun dan tidak (pula) seorang penolong” (ath-Thāriq: 8-10).
Sesungguhnya Allah ta‘ālā yang telah menciptakan dan memeliharanya itu benar-benar berkuasa mengembalikan manusia kepada kehidupan sesudah mati, memperbaruinya lagi setelah rusak. Penciptaan pertama kali itu menjadi saksi akan kemahakuasaan Allah, sebagaimana ia juga menjadi saksi atas penentuan dan pengaturan-Nya. Penciptaan yang agung dan cermat ini akan hilang hikmahnya dan sia-sia kalau nanti tidak ada penghidupan kembali untuk menampakkan rahasia-rahasia dan memberikan balasan yang setimpal kepadanya:
“Pada hari ditampakkan segala rahasia.” (ath-Thāriq: 9).
Rahasia-rahasia yang tersembunyi, yang terlihat di atas rahasia-rahasia yang tertutup. Pada hari itu akan ditampakkan dan diperlihatkan sehingga terungkap dan tampak jelas, sebagaimana cahaya bintang menembus celah-celah malam yang tertutup kegelapan. Juga sebagaimana penjaga mebembus jiwa yang dilapisi dengan bermacam-macam tirai.
Semua rahasia akan ditampakkan pada dari ketika manusia sudah dilucuti dari segenap kekuatan dan penolong:
“Maka, sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatan pun dan tidak (pula) seorang penolong.” (ath-Thāriq: 10).
Ia tidak mempunyai kekuatan dari dalam diri sendiri, dan tidak mempunyai penolong dari luar dirinya.
Penampakan rahasia dari semua tirai dan pelucutan manusia dari semua kekuatan, menambah ketersekaman semakin berat, dan memberikan sentuhan yang amat dalam pada perasaan.
Ini adalah peralihan dari alam dan jiwa, kepada penciptaan manusia dan tahapan-tahapannya yang mengagumkan. Kemudian, kepada ujung perjalanannya di sana (akhirat), ketika tirainya tersingkap dan rahasianya terbuka. Sedangkan, ia sudah lepas dari segenap kekuatan dan penolong.
Barangkali masih ada sedikit keraguan dan kebimbangan yang tersisa dalam jiwa, mengenai kepastian bakal terjadinya semua ini. Karena itu, ditetapkanlah dengan tegas bahwa informasi ini adalah kata pasti. Dihubungkanlah kepastian ini dengan pemandangan-pemandangan alam, sebagaimana yang disebutkan pada permulaan surah tadi:
إِنَّهُ عَلَى رَجْعِهِ لَقَادِرٌ. يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ. فَمَا لَهُ مِنْ قُوَّةٍ وَ لَا نَاصِرٍ. وَ السَّمَاءِ ذَاتِ الرَّجْعِ.
“Demi langit yang mengandung hujan, dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan, sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang bāthil, dan sekali-kali bukanlah dia senda-gurau.” (ath-Thāriq: 11-14).
Raj‘i adalah hujan yang dikembalikan langit secara berulang-ulang, satu kali sesudah kali lain, Shad‘i adalah tumbuh-tumbuhan yang membelah bumi dan muncul darinya. Kedua hal ini menggambarkan suatu pemandangan tentang kehidupan dalam salah satu bentuknya. Kehidupan tumbuh-tumbuh dan kejadiannya yang pertama. Yaitu, air yang memancar dari langit, dan tumbuhan yang muncul dari dalam bumi. Serupa benar dengan air (sperma) yang memancar dari tulang sulbi dan tulang dada, dan janin (embrio) yang muncul dari kegelapan rahim.
Kehidupan adalah kehidupan, pemandangan adalah pemandangan, dan gerakan adalah gerakan. Semuanya sebagai aturan yang tetap dan ciptaan yang menjadi pertanda. Juga menunjukkan kepada adanya Yang Maha Pencipta, yang tidak seorang pun dapat menyamainya, baik dalam hakikat ciptaan itu maupun dalam bentuk lahirnya!
Itu adalah pemandangan yang mirip dengan sesuatu yang datang pada malam hari. Yaitu, bintang yang cahayanya menembus, yang membelah tutup-tutup dan tirai-tirai. Hal ini sebagaimana ia juga serupa dengan ditampakkannya segala rahasia dan disingkapkan adanya Yang Maha Pencipta!
Allah bersumpah dengan kedua makhlūq dan kedua peristiwa ini. Yaitu, langit yang mengandung hujan dan bumi yang mempunya tumbuh-tumbuhan. Pemandangan dan isyārat-isyārat dari keduanya memberikan kesan sebagaimana kesan yang diberikan oleh bunyi kalimat itu sendiri, dengan keras, tegas, dan pasti.
Allah bersumpah bahwa firman yang menetapkan adanya kehidupan kembali dan penampakan rahasia-rahasia ini, atau bahkan seluruh isi al-Qur’ān secara umum, adalah kata pasti, bukan senda-gurau. Kata pasti yang menyudahi semua perkataan, semua bantahan, semua keraguan, dan semua kebimbangan. Kata pasti yang tidak ada perkataan lain lagi sesudah itu (yang bertentangan dengan itu) yang dapat diterima. Hal ini disaksikan oleh langit yang mengandung hujan dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan!
Di bawah bayang-bayang kata pemutus yang menerangkan adanya kehidupan kembali sesudah mati dan akan ditampakkannya segala rahasia manusia, maka firman berikutnya ditujukan kepada Rasūlullāh s.a.w. dan para pengikut beliau golongan minoritas Mu’min di Makkah. Kaum Mu’minīn berjuang dengan susah-payah menghadapi tipu-daya kaum musyrikīn dan persekongkolan jahat mereka terhadap dakwah dan orang-orang yang beriman kepadanya. Yaitu, orang-orang yang selalu berada dalam kesedihan dan kesulitan karena tipu-daya dan rencana musuh-musuhnya yang selalu menghalang-halangi jalannya dan berusaha merobohkan dakwahnya dengan berbagai sarana.
Firman ini ditujukan kepada Rasūlullāh s.a.w. untuk memantapkan dan menenangkan hati beliau. Juga untuk memandang kecil terhadap tipu-daya dan orang-orang yang membuat tipu-daya itu, yang hanya akan berjalan hingga suatu waktu tertentu saja. Sedangkan, peperangan itu sebenarnya berada di tangan-Nya dan di bawah komando-Nya. Oleh karena itu, hendaklah Rasūl dan orang-orang mu’min bersabar dan tenang:
إِنَّهُمْ يَكِيْدُوْنَ كَيْدًا. وَ أَكِيْدُ كَيْدًا. فَمَهِّلِ الْكَافِرِيْنَ أَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا
“Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu-daya yang jahat dengan sebenar-benarnya. Dan Aku pun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya. Karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar. (ath-Thāriq: 15-17).
Sesungguhnya orang-orang yang diciptakan dari air yang memancar dari antara tulang sulbi (laki-laki) dan tulang dada (wanita), tidak memiliki daya, kekuatan, kekuasaan, kehendak, pengetahuan, dan petunjuk. Mereka dijaga oleh tangan kekuasaaan di dalam perjalanannya yang panjang. Mereka akan dihidupkan kembali setelah mati dan ditampakkan segala rahasianya pada hari itu, sedang mereka tidak memiliki kekuatan apa pun dan tidak memilik penolong seorang pun. Sesungguhnya mereka itulah yang membuat tipu-daya yang jahat dengan sebenar-benarnya.
Allah Yang menciptakan, Yang memberi petunjuk, Yang memelihara, Yang mengarahkan, Yang mengembalikan, Yang menguji, Yang menampakkan segala rahasianya, Yang berkuasa, Yang berkuasa memaksa, Pencipta langit dan bintang yang datang pada malam hari, Pencipta air yang memancar, Pencipta manusia yang berpikir, Pencipta langit yang mengandung hujan dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan. Allah-lah yang membuat rencana dengan sebenar-benarnya pula.
Itu rencana mereka, dan ini rencana Allah! Inilah peperangan sebenarnya yang pada hakikatnya berujung pada satu ujung, meskipun digambarkan dengan dua ujung karena semata-mata untuk menghina dan merendahkan mereka.
“Karena itu, beri tangguhlah orang-orang kafir itu, yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar.”
Janganlah kamu tergesa-gesa dan menganggap lambat selesainya peperangan itu, padahal kamu sudah mengetahui tabiat dan hakikat peperangan tersebut. Karena terdapat hikmah di balik pemberian tangguh itu. Pemberian tangguh yang sebentar, hanya sampai habisnya umur kehidupan dunia. Apa sih artinya umur kehidupan dunia dibandingkan dengan masa yang kekal abadi dan tidak diketahui ujungnya itu?
Kita perhatikan kalimat Ilahi untuk menenangkan Rasūlullāh s.a.w.: “Karena itu, beri tangguhlah orang-orang kafir itu, yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar.” Seolah-olah Rasūlullāh s.a.w. ini pemilik urusaan itu, pemilik idzin, dan yang memberi idzin untuk memberi tangguh kepada mereka, atau pemberi persetujuan untuk memberi tangguh kepada mereka. Padahal, semua ini sama sekali bukan dari Rasūlullāh s.a.w., melainkan hanya untuk menenangkan beliau. Juga untuk menunjukkan kasih-sayang Allah kepada beliau dalam kondisi seperti ini yang sangat membutuhkan tebaran rahmat untuk menenangkan dan menghibur hatinya, dengan terpenuhinya keinginannya dan atas kehendak Tuhannya.
Diikutsertakannya beliau dalam urusan ini seakan-akan beliau mempunyai andil. Diangkatlah pemisah-pemisah dan penghalang-penghalang antara beliau dan pelataran Ilahiah yang di sana diputuskan dan ditetapkan suatu urusan. Seakan-akan Tuhannya berfirman kepadanya: “Sesungguhnya engkau diberi wewenang bertindak terhadap mereka. Akan tetapi, beri tangguhlah mereka, beri tangguhlah barang sebentar….” Maka, ini adalah kasih-sayang yang halus dan pemberian hiburan yang lembut, yang menghapuskan penderitaan, kepayahan, dan tipu-daya itu. Sehingga, semuanya terhapus dan meleleh, dan tinggallah kelembutan dan kasih-sayang.