(Yang Datang di Malam Hari)
Makkiyyah, 17 ayat
Turun sesudah Sūrat-ul-Balad
‘Abdullāh ibn-ul-Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullāh ibnu Muḥammad. ‘Abdullāh mengatakan: “Aku telah mendengarnya pula secara langsung dari ‘Abdullāh ibnu Muḥammad yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Marwān ibnu Mu‘āwiyah al-Fazzarī, dari ‘Abdullāh ibnu ‘Abd-ur-Raḥmān ath-Thā’ifī, dari ‘Abd-ur-Raḥmān ibnu Khālid ibnu Abū Ḥabl al-‘Adawānī, dari ayahnya, bahwa ia pernah melihat Rasūlullāh s.a.w. berada di sebelah timur tempat orang-orang Tsaqīf sedang berdiri dengan memegang busur atau sebuah tongkat, saat beliau datang kepada mereka untuk meminta bantuan dari mereka, dan ia mendengar beliau membaca sūrat-uth-Thāriq hingga khatam.”
Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menghafalnya di masa Jahiliah selagi ia masih musyrik, kemudian ia membacanya setelah masuk Islam. Kemudian orang-orang Tsaqīf memanggilnya dan bertanya: “Apakah yang telah engkau dengar dari laki-laki ini?” Lalu ia membacakan sūrat-uth-Thūr yang telah ia dengar dari beliau kepada mereka. kemudian orang-orang Quraisy yang ada bersama orang-orang Tsaqīf berkata: “Kami lebih mengetahui tentang orang kami ini. Sekiranya kami mengetahui bahwa apa yang dikatakannya itu benar, tentulah kami mengikutinya.”
Imām Nasā’ī mengatakan, telah menceritakan kepada kami ‘Amr ibnu Manshūr, telah menceritakan kepada kami Abū Na‘īm, dari Mis‘ar, dari Muḥārib ibnu Ditsār, dari Jābir yang mengatakan bahwa Mu‘ādz salat Maghrīb menjadi imam kaumnya dengan membaca sūrat-ul-Baqarah dan sūrat-un-Nisā’. Maka Nabi s.a.w. menegurnya dan bersabda kepadanya:
أَفَتَّانٌ أَنْتَ يَا مُعَاذُ! مَا كَانَ يَكْفِيْكَ أَنْ تَقْرَأَ بِالسَّمَاءِ وَ الطَّارِقِ وَ الشَّمْسِ وَ ضُحَاهَا؟
Hai Mu‘ādz, apakah engkau orang yang suka menimbulkan fitnah. Padahal sudah cukup bagimu bila kamu membaca Was-samā’i wath-thāriq (sūrat-uth-Thāriq), dan wasy-syamsi wa dhuḥāhā (sūrat-usy-Syam) dan surat lainnya yang semisal?
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Ath-Thāriq, ayat 1-10.
وَ السَّمَاءِ وَ الطَّارِقِ، وَ مَا أَدْرَاكَ مَا الطَّارِقُ، النَّجْمُ الثَّاقِبُ، إِنْ كُلُّ نَفْسٍ لَّمَّا عَلَيْهَا حَافِظٌ، فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ، خُلِقَ مِنْ مَّاءٍ دَافِقٍ، يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَ التَّرَائِبِ، إِنَّهُ عَلَى رَجْعِهِ لَقَادِرٌ، يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ، فَمَا لَهُ مِنْ قُوَّةٍ وَ لاَ نَاصِرٍ.
086: 1. Demi langit dan yang datang pada malam hari,
086: 2. tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari,
086: 3. (yaitu) bintang yang cahayanya menembus,
086: 4. tidak ada suatu jiwa pun (diri) melainkan ada penjaganya.
086: 5. Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?
086: 6. Dia diciptakan dari air yang terpancar,
086: 7. yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada.
086: 8. Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati).
086: 9. Pada hari dinampakkan segala rahasia,
086: 10. maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatan pun dan tidak (pula) seorang penolong.
Allah s.w.t. bersumpah dengan menyebut nama langit dan semua bintang yang bersinar terang yang menghiasinya. Untuk itu, maka disebutkan oleh firman-Nya:
وَ السَّمَاءِ وَ الطَّارِقِ
Demi langit dan yang datang pada malam hari (ath-Thāriq: 1)
Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:
وَ مَا أَدْرَاكَ مَا الطَّارِقُ
Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu? (ath-Thāriq: 2).
Lalu ditafsirkan oleh firman Allah s.w.t.:
النَّجْمُ الثَّاقِبُ
(yaitu) bintang yang cahayanya menembus. (ath-Thāriq: 3).
Qatādah dan lain-lainnya mengatakan bahwa sesungguhnya bintang dinamakan ath-thāriq tiada lain karena ia hanya dapat dilihat di malam hari, sedangkan siang hari tidak kelihatan. Hal ini diperkuat dengan apa yang disebutkan di dalam hadis shaḥīḥ yang mengatakan:
نَهَى أَنْ يَطْرُقَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ طُرُوْقًا أَيْ يَأْتِيْهِمْ فَجْأَةً بِاللَّيْلِ
Beliau s.a.w. melarang seseorang mendatangi keluarganya di malam hari yang sudah larut.
Yakni dia pulang ke rumahnya dengan mengejutkan di malam hari. Di dalam hadis lain yang mengandung doa telah disebutkan:
إِلاَّ طَارِقًا يَطْرُقُ بِخَيْرٍ يَا رَحْمنُ.
Kecuali orang yang datang di tengah malam dengan membawa kebaikan, ya Tuhan Yang Maha Pemurah.
Mengenai firman Allah s.w.t.:
الثَّاقِبُ
Yang cahayanya menembus. (ath-Thāriq: 3).
Ibnu ‘Abbās mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang cahayanya terang. As-Suddī mengatakan, makna yang dimaksud ialah yang menembus setan-setan apabila dilemparkan kepadanya. ‘Ikrimah mengatakan, makna yang dimaksud ialah yang cahayanya terang lagi membakar setan-setan.
Firman Allah s.w.t.:
إِنْ كُلُّ نَفْسٍ لَّمَّا عَلَيْهَا حَافِظٌ
Tidak ada suatu jiwa (nafsu – diri) pun melainkan ada penjaganya. (ath-Thāriq: 4).
Yaitu sesungguhnya pada tiap diri terdapat malaikat yang menjaganya ditugaskan oleh Allah s.w.t. agar melindunginya dari berbagai bencana dan penyakit. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَ مِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُوْنَهُ مِنْ أَمْرِ اللهِ
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. (ar-Ra‘d: 11).
Adapun firman Allah s.w.t.:
فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ
Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? (ath-Thāriq: 5).
Ini mengingatkan manusia akan betapa lemahnya asal kejadiannya, sekaligus membimbingnya untuk mengakui adanya hari kemudian, yaitu hari berbangkit. Karena sesungguhnya Tuhan yang mampu menciptakannya dari semula mampu pula untuk mengembalikannya seperti keadaan semula, bahkan lebih mudah. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah s.w.t.:
.وَ هُوَ الَّذِيْ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيْدُهُ وَ هُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ
Dan Dialah Yang Menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)-nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (ar-Rūm: 27).
Firman Allah s.w.t.:
خُلِقَ مِنْ مَّاءٍ دَافِقٍ
Dia diciptakan dari air yang terpancar (ath-Thāriq: 6).
Yaitu air mani yang dipancarkan oleh laki-laki dan bertemu dengan indung telur wanita, maka terjadilah anak dari percampuran keduanya dengan seizin Allah s.w.t. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:
يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَ التَّرَائِبِ
yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada (ath-Thāriq: 7)
Yakni dari sulbi laki-laki dan dari tulang dada wanita. Syabīb ibnu Bisyr telah meriwayatkan dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbās sehubungan dengan makna firman-Nya:
يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَ التَّرَائِبِ
yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada (ath-Thāriq: 7)
Yaitu sulbi laki-laki dan tarā’ib-ul-mar’ah (tulang dada wanita) yang warna air maninya kuning lagi agak encer, kejadian anak dari air mani keduanya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa‘īd ibnu Jubair, ‘Ikrimah, Qatādah, as-Suddī, dan lain-lainnya.
Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abū Sa‘īd al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abū Usāmah, dari Mis‘ar, bahwa ia pernah mendengar al-Ḥakam menceritakan pendapat Ibnu ‘Abbās sehubungan dengan makna firman-Nya:
يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَ التَّرَائِبِ
yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada (ath-Thāriq: 7)
Lalu Ibnu ‘Abbās mengatakan: “Inilah tarā’ib,” seraya meletakkan tangan ke dadanya. Adh-Dhaḥḥāk dan ‘Athiyyah telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, bahwa taribat-ul-mar’ah artinya tempat kalung (liontin)-nya. Hal yang sama dikatakan oleh ‘Ikrimah dan Sa‘īd ibnu Jubair.
‘Alī ibnu Abī Thalḥah telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, bahwa tarā’ib artinya di antara susunya. Diriwayatkan dari Mujāhid bahwa tarā’ib ialah antara kedua pundak sampai dada. Diriwayatkan pula dari Mujāhid bahwa tarā’ib berada di bawah kerongkongan. Diriwayatkan dari adh-Dhaḥḥāk bahwa tarā’ib terletak di antara kedua susu, kedua kaki, dan kedua mata.
Al-Laits ibnu Sa‘īd telah meriwayatkan dari Ma‘mar ibnu Abī Ḥabībah al-Madanī, bahwa al-Lais telah mendapat berita darinya sehubungan dengan makna firman-Nya:
يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَ التَّرَائِبِ
yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada (ath-Thāriq: 7)
bahwa yang dimaksud ialah tetesan hati, dari sanalah asal mula terjadinya anak. Diriwayatkan pula dari Qatādah sehubungan dengan makna firman-Nya:
يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَ التَّرَائِبِ
yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada (ath-Thāriq: 7)
yakni, di antara tulang sulbi dan bagian bawah kerongkongannya.
Firman Allah s.w.t.:
إِنَّهُ عَلَى رَجْعِهِ لَقَادِرٌ
Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati). (ath-Thāriq: 8).
Sehubungan dengan makna ayat ini ada dua pendapat. Pertama, mengatakan bahwa Allah berkuasa mengembalikan air mani yang telah terpancarkan ini ke tempat asalnya keluar. Hal ini dikatakan oleh Mujāhid, ‘Ikrimah, dan selain keduanya.
Pendapat yang kedua mengatakan, sesungguhnya Allah berkuasa menghidupkan kembali manusia yang diciptakan dari air mani ini sesudah matinya, lalu dibangkitkan untuk menuju negeri akhirat. Karena sesungguhnya Tuhan yang menciptakan dari semula mampu mengembalikan (menghidupkan) ciptaan-Nya seperti semula. Allah s.w.t. telah menyebutkan dalil yang menunjukkan hal ini di dalam al-Qur’ān di berbagai tempat. Pendapat ini dikatakan oleh adh-Dhaḥḥāk dan dipilih oleh Ibnu Jarīr. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:
يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ
Pada hari ditampakkan segala sesuatu. (ath-Thāriq: 9).
Pada hari kiamat semua rahasia ditampakkan sehingga menjadi jelas dan terang, dan tiada lagi rahasia karena semuanya menjadi tampak kelihatan dan semua yang tadinya tersembunyi di hari itu menjadi kelihatan. Di dalam kitab Shaḥīḥain disebutkan melalui Ibnu ‘Umar, bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah berkata:
يُرْفَعُ لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ عِنْدَ إِسْتِهِ يُقَالُ هذِهِ غَدْرَةُ فَلاَنِ بْنِ فَلاَنٍ.
Bagi tiap orang yang khianat dinaikkan (dipasang) bendera pada pantatnya, lalu dikatakan bahwa ini adalah pengkhianatan si Fulan bin Fulan.
Firman Allah s.w.t.:
فَمَا لَهُ
Maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu. (ath-Thāriq: 10).
Yakni bagi manusia kelak di hari kiamat:
مِنْ قُوَّةٍ
Suatu kekuatan pun (ath-Thāriq: 10).
Maksudnya, kekuatan dalam dirinya:
وَ لاَ نَاصِرٍ
Dan tidak (pula) seorang penolong. (ath-Thāriq: 10).
Yaitu dari luar dirinya. Dengan kata lain, tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan dirinya dari adzab Allah dan tiada pula seorang pun yang dapat menolong orang lain dari adzab Allah.
Ath-Thāriq, ayat 11-17.
وَ السَّمَاءِ ذَاتِ الرَّجْعِ، وَ الْأَرْضِ ذَاتِ الصَّدْعِ، إِنَّهُ لَقَوْلٌ فَصْلٌ، وَ مَا هُوَ بِالْهَزْلِ، إِنَّهُمْ يَكِيْدُوْنَ كَيْدًا، وَ أَكِيْدُ كَيْدًا، فَمَهِّلِ الْكَافِرِيْنَ أَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا
086: 11. Demi langit yang mengandung hujan,
086: 12. dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan,
086: 13. sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang batil,
086: 14. dan sekali-kali bukanlah dia senda gurau.
086: 15. Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya.
086: 16. Dan Aku pun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya.
086: 17. Karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar.
Ibnu ‘Abbās mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ar-raj‘u ialah hujan, dan diriwayatkan pula darinya bahwa yang dimaksud adalah awan yang mengandung air hujan. Menurut riwayat lainnya lagi yang juga bersumber darinya, sehubungan dengan makna firman-Nya:
وَ السَّمَاءِ ذَاتِ الرَّجْعِ
Demi langit yang mengandung hujan (ath-Thāriq: 11).
Yakni menurunkan hujan, kemudian menurunkan hujannya lagi. Qatādah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang mengembalikan rezeki hamba-hamba setiap tahunnya; seandainya tidak demikian, niscaya binasalah mereka, dan juga hewan ternak mereka.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang kembali bintang-bintangnya, mataharinya, dan rembulannya datang dari arah ini.
وَ الْأَرْضِ ذَاتِ الصَّدْعِ
dan bumi yang mempunyai tumbuhan-tumbuhan (ath-Thāriq: 12)
Ibnu ‘Abbās mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah terbelahnya bumi mengeluarkan tetumbuhannya. Hal yang sama dikatakan oleh Sa‘īd ibnu Jubair, ‘Ikrimah, Abū Mālik, adh-Dhaḥḥāk, al-Ḥasan, Qatādah, as-Suddī, dan selain mereka yang bukan hanya seorang.
Firman Allah s.w.t:
إِنَّهُ لَقَوْلٌ فَصْلٌ
sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang batil (ath-Thāriq: 13)
Ibnu ‘Abbās mengatakan, fashlun artinya yang hak atau yang benar. Hal yang sama dikatakan oleh Qatādah, sedangkan yang lain mengatakan hukum yang adil:
وَ مَا هُوَ بِالْهَزْلِ
dan sekali-kali bukanlah dia senda gurau. (ath-Thāriq: 14).
Yakni bahkan al-Qur’ān itu sungguhan dan benar. Kemudian Allah menceritakan perihal orang-orang kafir, bahwa mereka mendustakan al-Qur’ān dan menghalang-halangi manusia dari mengikuti jalannya. Untuk itu Allah s.w.t. berfirman:
إِنَّهُمْ يَكِيْدُوْنَ كَيْدًا
Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya. (ath-Thāriq: 15).
Mereka membuat tipu daya dalam seruannya kepada manusia untuk mengelabui mereka agar menentang al-Qur’ān. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
فَمَهِّلِ الْكَافِرِيْنَ
Karena itu, beri tangguhlah orang-orang kafir itu, (ath-Thāriq: 17).
Yakni berilah mereka masa tangguh dan janganlah kamu tergesa-gesa terhadap mereka.
أَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا
yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar. (ath-Thāriq: 17).
Maksudnya, waktu sebentar. Maka kelak kamu akan menyaksikan apa yang bakal menimpa mereka, yaitu adzab, pembalasan, dan hukuman serta kehancuran. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
نُمَتِّعُهُمْ قَلِيْلاً ثُمَّ نَضْطَرُّهُمْ إِلى عَذَابٍ غَلِيْظٍ
Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras. (Luqmān: 24).
Demikianlah akhir tafsir sūrat-uth-Thāriq dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah s.w.t. atas segala karunia-Nya.