Surah at-Tahrim 66 ~ Tafsir Sayyid Quthb (4/6)

Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb
 
Penerbit: Gema Insani

Rangkaian Pos: Surah at-Tahrim 66 ~ Tafsir Sayyid Quthb

Itulah beberapa riwayat dalam hadits tentang kasus ini. Sekarang mari kita perhatikan riwayatnya dalam arahan redaksi al-Qur’an yang indah.

Surah ini diawali dengan teguran dari Allah kepada Rasulullah sebagai utusan-Nya,

Hai nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu, kamu mencari kesenangan hati tstri-istrimu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (at-Taḥrīm: 1)

Itu merupakan teguran yang menyentuh dan penuh dengan isyarat. Jadi, tidak boleh seorang mukmin pun mengharamkan atas dirinya sendiri apa-apa yang telah dihalalkan oleh Allah atasnya dari segala kenikmatan. Rasulullah tidaklah mengharamkan madu atau mengharamkan Maria atas diri beliau dengan legalitas syariat. Namun, beliau hanya menetapkan tentang keharamannya atas dirinya sendiri. Maka, datanglah teguran itu yang mengisyaratkan bahwa sesungguhnya segala yang dihalalkan oleh Allah tidak boleh seorang pun mengharamkannya atas dirinya sendiri secara sengaja dan dengan maksud menyenangkan seseorang dan membuatnya ridha.

…. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Komentar ini mengisyaratkan bahwa pengharam itu telah menyebabkan jatuhnya hukuman yang pasti. Namun, ia masih berpeluang mendapatkan ampunan dan rahmat Allah. Hal itu merupakan isyarat yang sangat lembut.

 

Sementara perihal sumpah yang disyaratkan oleh teks ayat bahwa sesungguhnya Rasulullah telah bersumpah, maka Allah pun telah menentukan solusi pemecahannya dan cara kaffarat-nya. Selama sumpah itu tidak berada dalam kebaikan, maka beralih dan menjauhkan diri darinya adalah perkara yang lebih baik.

Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu. Allah adalah Pelindungmu….

Jadi, Allah pasti menolong kelemahan kalian dan Dia pasti membantu atas segala kesulitan kalian. Oleh karena itu, Allah menentukan cara membebaskan diri dari sumpah kalian agar dapat keluar dari beban dan kesulitan.

…Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (at-Taḥrīm: 2)

Dia menentukan syariat atas kalian berdasarkan ilmu dan hikmah. Dia menyuruh sesuatu kepada kalian yang sesuai dengan kemampuan dan kekuatan kalian, yang memperbaiki dan membawa maslahat bagi kalian. Oleh karena itu, janganlah kalian mengharamkan sesuatu melainkan apa yang diharamkan Allah, dan janganlah menghalalkan sesuatu melainkan apa yang dihalalkan-Nya. Komentar itu sangat cocok dengan pengarahan yang terdapat sebelumnya.

Kemudian redaksi ayat mengisyaratkan tentang pembicaraan rahasia yang terjadi, namun ia tidak menyebutkan tema dan perinciannya. Karena temanya bukanlah yang penting dan ia bukanlah unsur yang tetap di dalamnya. Namun, unsur dan bagian yang langgeng dan tetap selamanya adalah konsekuensi dan pengaruh-pengaruhnya,

Dan ingatlah ketika nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Ḥafshah) suatu peristiwa….

Dari nash ayat ini, dapat kita ketahui salah satu contoh kasus yang terjadi pada periode yang sangat menakjubkan dari sejarah manusia. Suatu periode di mana manusia selalu hidup dengan komunikasi langsung dan berhubungan dengan langit. Langit selalu ikut campur dalam segala urusan mereka secara terang-terangan dan terperinci.

Kita dapat menyimpulkan bahwa Allah telah memberikan informasi kepada nabi-Nya tentang perbincangan yang terjadi di antara dua istrinya berkenaan dengan pembicaraan rahasia itu, yang telah diwanti-wanti oleh nabi kepada istrinya agar dirahasiakan. Dan, kita tahu bahwa sesungguhnya Rasulullah cukup mengisyaratkan salah satu bagian dari percakapan itu ketika mengkonfirmasikannya kepadanya, untuk menghindari bahasan yang panjang dan tanpa perincian. Kita tahu bahwa Allahlah yang telah mengabarkan kepada beliau. Allah adalah Sumber segala informasi.

“… Maka, tatkala (Ḥafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada ‘Ā’isyah) dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Ḥafshah dengan ‘Ā;isyah) kepada Muḥammad, lalu Muḥammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Ḥafshah). Maka, tatkala (Muḥammad) memberitahukan pembicaraan (antara Ḥafshah dan ‘Ā’isyah), lalu Ḥafshah bertanya, Siapakah yang telah memberitahu- kan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab, “Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (atTaḥrīm: 3)

Isyarat kepada ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam bagian akhir dari ayat ini, merupakan isyarat yang sangat menyentuh dan berpengaruh terhadap segala kondisi makar dan konspirasi di balik layar. Ia menghadapkan orang kepada hakikat yang kadangkala dia lupakan atau lengah darinya. Ia mengembalikan hati seseorang kepada hakikat ini, setiap orang membaca ayat ini dalam al-Qur’ān.

 

Kemudian arahan redaksi beralih dari bahasa cerita tentang kasus itu, kepada dialog langsung kepada dua istri Rasulullah. Seolah-olah perkara ini masih hadir dan berwujud pada saat ini,

Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan). Dan, jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya (dan begitu) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik. Selain dari itu malaikat- malaikat adalah penolongnya pula.” (at-Taḥrīm: 4)

Ketika kita sampai kepada pertengahan dialog ini dan melewati ajakan dan seruan ayat kepada keduanya agar bertobat guna mengembalikan hati keduanya kepada Allah sehingga condong kepada-Nya, maka sebetulnya hati mereka telah jauh dari Allah karena perbuatan keduanya. Nah, ketika kita melewati arahan dan ajakan kepada keduanya untuk bertobat itu, kita dapati suatu misi yang besar dan ancaman yang sangat menakutkan.

Dari misi yang besar dan ancaman yang sangat menakutkan ini, dapat kita ketahui bahwa kasus ini sangat mengganggu secara dahsyat dan menyentuh secara mendalam ke dalam hati Rasulullah. Sehingga, redaksi ayat merasa perlu memaklumatkan kembali tentang perlindungan Allah, Jibril, dan orang-orang yang saleh dari orang-orang yang beriman bagi Rasulullah. Selain itu, malaikat-malaikat yang lainnya pun adalah penolong bagi Rasulullah pula. Dengan demikian, hati Rasulullah pun tenang dan damai serta merasakan kesenangan dan kesejukan dalam menghadapi peristiwa besar itu.

Perkara ini dalam perasaan Rasulullah dan dalam lingkungan rumah tangga beliau… merupakan perkara yang besar, mendalam, dan berpengaruh sampai ke suatu batas yang sesuai dengan misi kasus itu. Kita dapat membayangkan hakikatnya dari nash ayat di atas dan dari riwayat yang timbul dari lisan seorang sahabat Anshar (kepada ‘Umar ibn-ul-Khattāb r.a.) ketika dia bertanya kepadanya, “Apakah Ghassan telah tiba menyerang kita?” Dia menjawab, “Tidak, bahkan lebih dahsyat daripada itu dan lebih panjang dan rumit.”

Ghassan adalah suatu negeri di Jazirah Arab yang bersekutu dengan Romawi yang terletak di suatu bagian pinggiran dari Jazirah Arab. Penyerangan yang dilakukan oleh Ghassan merupakan perkara dan masalah yang sangat besar pada saat itu. Namun, kasus yang menimpa rumah tangga Rasulullah ini lebih dahsyat daripada itu dan lebih panjang dan rumit.

Para sahabat meyakini bahwa kestabilan hati Rasulullah serta kedamaian, keharmonisan, dan kelanggengan rumah tangga yang mulia itu lebih dahsyat dan lebih besar dari segala urusan lainnya. Dan, mereka meyakini bahwa kekacauan dan ketidakharmonisan yang menimpa rumah tangga yang mulia itu lebih berbahaya bagi kelangsungan komunitas kaum muslimin daripada penyerangan yang dilakukan oleh Ghassan sekutu Romawi.

Standar itu mengisyaratkan beberapa tanda dalam pandangan para sahabat tentang segala urusan. Standar itu sangat cocok dan bertemu dengan standar langit bagi segala urusan. Oleh karena itu, ia sangat tepat, lurus, dan mendalam.

 

Demikian pula isyarat tanda yang terdapat dalam ayat selanjutnya. Ia memperincikan sifat-sifat wanita yang bisa saja Allah mengganti istri-istri Rasulullah yang ada bila beliau menceraikan mereka. Arahan ancaman tertuju kepada seluruh istri Nabi s.a.w.,

Jika nabi menceraikan kalian, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda, dan yang perawan.” (at-Taḥrīm: 5)

Sifat-sifat itu merupakan sifat-sifat yang dianjurkan kepada istri-istri Nabi s.a.w. untuk menghiasi diri mereka dengannya, dengan cara isyarat dan tidak langsung. Dengan rincian sebagai berikut.

  1. 1. Al-Islām adalah sifat yang menunjukkan tentang ketaatan dan pelaksanaan segala perintah agama.
  2. Al-Imān adalah sifat yang mendamaikan hati dan membangunkannya, dan darinya muncullah sifat Islami ketika iman itu benar dan sempurna.
  3. Al-Qanūt adalah ketaatan hati.
  4. At-Taubah adalah penyesalan atas apa yang terjadi dari maksiat dan dosa, kemudian mengarahkan diri kepada ketaatan.
  5. Al-Ibādah adalah wasilah berhubungan dengan Allah dan penggambaran tentang penghambaan kepada-Nya.
  6. As-Siyāḥaḥ adalah merenung, bertadabur, dan berpikir tentang penciptaan Allah yang menakjubkan dan berwisata dengan hati dalam segala makhluk Allah.

Wanita-wanita dengan karakteristik seperti itu terdiri dari janda dan perawan. Sebagaimana istri-istri Rasulullah yang ada juga terdiri dari janda dan perawan ketika dinikahi oleh beliau.

Ancaman itu tertuju kepada istri-istri Rasulullah yang disebabkan oleh konspirasi mereka terhadap Rasulullah dan menyakiti hati beliau. Rasulullah tidak mungkin marah disebabkan oleh perkara yang ringan dan kecil.

Namun, setelah turunnya ayat-ayat di atas, dan setelah seruan Allah kepadanya dan kepada istri-istrinya, hati Rasulullah pun kembali ridha dan tenang. Kemudian rumah yang mulia itu pun kembali damai setelah terjadinya goncangan dahsyat tersebut. Ketenangan dan kedamaian itu tercipta kembali dengan pengarahan dari Allah. Itu adalah bentuk pemuliaan Allah terhadap rumah tangga tersebut. Juga penjagaan-Nya terhadap keluarga itu yang layak diterimanya sesuai dengan fungsinya dalam membentuk dan membangun manhaj Allah di muka bumi dan mengokohkan fondasi-fondasinya.

Itulah salah satu bentuk gambaran kehidupan rumah tangga orang yang paling mulia itu, yang bertugas mengemban amanat pembentukan umat dan membangun negara yang belum pernah dikenal oleh manusia dan belum pernah ada contohnya sebelumnya. Beliau membentuk suatu umat yang bertugas mengemban amanat akidah Ilahi dalam bentuknya yang terakhir, demi membentuk komunitas masyarakat di bumi sebagai masyarakat yang Rabbani, dalam wujudnya yang nyata dan praktis. Sehingga, manusia mencontoh dan menirunya sebagai teladan yang baik.

Rasulullah merupakan gambaran dari kehidupan seorang yang paling mulia, tinggi, dan besar. Beliau berperan sebagai manusia biasa. Dan, bersamaan dengan itu pula, beliau harus mengemban tugas kenabiannya sebagai rasul dan nabi. Kedua fungsi itu tidak mungkin dipisahkan, karena ketentuan qadar Allah telah menentukannya sebagai manusia sekaligus rasul ketika qadar Allah itu menetapkan bahwa beliau sebagai pengemban risalah terakhir bagi manusia atau manhaj kehidupan yang terakhir bagi manusia.

Sesungguhnya risalah itu adalah risalah yang sempurna dan dibawa oleh rasul yang paling sempurna. Di antara kesempurnaannya adalah menjaga manusia agar tetap menjadi manusia. Ia tidak mengekang potensi membangun yang dimiliki oleh manusia dan ia pun tidak memberangus kreativitas dan kesiapan manusia dalam menghasilkan perkara-perkara yang bermanfaat. Bersamaan dengan itu, ia pun memurnikannya, mendidiknya, dan mengangkatnya ke puncak tujuannya.

Demikianlah Islam memperlakukan orang-orang yang memahaminya dan mengetahui seluk-beluknya, sehingga mereka mendapatkan pedoman dan kompas hidup darinya. Sedangkan, sejarah hidup Rasulullah dan kehidupannya yang nyata dan praktis merupakan contoh teladan dan praktis bagi usaha yang berhasil dan sukses. Hal itu akan terlihat jelas. Juga dapat disaksikan dan membekas dalam jiwa orang-orang yang mau mengambil teladan praktis dan mudah yang tidak hidup dalam alam khayal dan fatamorgana.

Kemudian hikmah ketentuan qadar Allah terealisasi secara nyata dalam turunnya risalah terakhir bagi manusia dengan gambarannya yang lengkap, sempurna, dan total. Hikmah itu juga terealisasi secara nyata dalam pilihan Muḥammad s.a.w. sebagai rasul yang mampu mempelajarinya, mengembannya, dan mempraktekkannya dalam suatu bentuk kehidupan yang praktis dan terus hidup. Juga dalam upaya menjadikan kehidupan Rasulullah sebagai buku yang terbuka dan dapat dibaca oleh seluruh manusia, serta dapat dirujuk oleh setiap generasi.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *