Surah at-Tahrim 66 ~ Tafsir Hidayat-ul-Insan (1/2)

Tafsīru Hidāyat-il-Insān
Judul Asli: (
هداية الإنسان بتفسير القران)
Disusun oleh:
Abū Yaḥyā Marwān Ḥadīdī bin Mūsā

Tafsir Al Qur’an Al Karim Marwan Bin Musa
Dari Situs: www.tafsir.web.id

Rangkaian Pos: Surah at-Tahrim 66 ~ Tafsir Hidayat-ul-Insan

Surah at-Taḥrīm (Pengharaman)

Surah ke-66. 12 ayat. Madaniyyah

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Beberapa tuntunan tentang kehidupan rumah tangga, Kisah Nabi Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam dengan istri-istrinya.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللهُ لَكَ تَبْتَغِيْ مَرْضَاتَ أَزْوَاجِكَ وَ اللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

  1. (21831) (21842) Wahai Nabi! (21853) Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu (21864)? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (21875).

قَدْ فَرَضَ اللهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ وَ اللهُ مَوْلَاكُمْ وَ هُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ.

  1. Sungguh, Allah telah mewajibkan kepadamu membebaskan diri dari sumpahmu (21886); dan Allah adalah Pelindungmu (21897) dan Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (21908).

وَ إِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيْثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَ أَظْهَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَ أَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هذَا قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيْمُ الْخَبِيْرُ.

  1. Dan ingatlah ketika secara rahasia Nabi membicarakan suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Ḥafsah) (21919). Lalu dia (Ḥafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada ‘Ā’isyah) (219210) dan Allah memberitahukan peristiwa itu (pembicaraan Ḥafsah dan ‘Ā’isyah) kepadanya (Nabi), lalu (Nabi) memberitahukan (kepada Ḥafsah) sebagian dan menyembunyikan sebagian yang lain (219311). Maka ketika dia (Nabi) memberitahukan pembicaraan itu kepadanya (Ḥafsah), dia bertanya: “Siapa telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab: “Yang memberitahukan kepadaku adalah Allah Yang Maha Mengetahui lagi Mahateliti.”

 

إِنْ تَتُوْبَا إِلَى اللهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوْبُكُمَا وَ إِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللهَ هُوَ مَوْلَاهُ وَ جِبْرِيْلُ وَ صَالِحُ الْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمَلآئِكَةُ بَعْدَ ذلِكَ ظَهِيْرٌ.

  1. Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sungguh, hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan) (219412); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, Maka sesungguhnya Allah menjadi Pelindungnya dan (juga) Jibrīl dan orang-orang mu’min yang baik; dan selain itu malaikat-malaikat adalah penolongnya (219513).

عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِّنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُّؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَ أَبْكَارًا.

  1. (219614) Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh jadi Tuhan akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu, perempuan-perempuan yang patuh (219715), yang beriman (219816), yang taat (219917), yang bertobat (220018), yang ber‘ibādah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan (220119).

Catatan:

  1. 2183) Imām Bukhārī meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada ‘Ubaid bin ‘Umair ia berkata, “Aku mendengar ‘Ā’isyah radhiyallāhu ‘anhā (berkata): “Bahwa Nabi shallalāhu ‘alaihi wa sallam ketika berdiam di sisi Zainab binti Jaḥsy dan meminum madu di dekatnya, maka aku dengan Ḥafshah bersepakat bahwa siapa saja di antara kami yang didatangi Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam hendaknya berkata: “Sesungguhnya aku mencium bau getah darimu; engkau telah meminum getah.” Lalu Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam menemui salah seorang di antara keduanya dan diucapkanlah hal itu kepada Beliau, lalu Beliau berkata: “Bahkan yang aku minum adalah madu di sisi Zainab binti Jaḥsy dan aku tidak akan mengulangi lagi,” maka turunlah ayat: “Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Sampai ayat, “Jika kamu berdua bertobat kepada Allah…dst (ayat 4).” Tertuju kepada ‘Ā’isyah dan Ḥafshah. (Sedangkan ayat): “Dan ingatlah ketika secara rahasia Nabi membicarakan suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Ḥafsah)…dst.” Yaitu terhadap perkataan Beliau: “Bahkan yang aku minum adalah madu…dst.” (Syaikh Muqbil berkata: “Hadits tesebut disebutkan lagi (oleh Bukhārī) secara bersanad dengan adanya perubahan sedikit pada matan di juz 14 hal. 385 kemudian ia (Bukhārī) berkata: Dari Ibrāhīm bin Mūsā dari Hisyām disebutkan: “Dan aku tidak akan mengulangi lagi, aku juga telah bersumpah, maka janganlah memberitahukan hal itu kepada seorang pun.” Hadits tersebut diriwayatkan pula oleh Muslim juz 10 hal. 75, Abū Dāwūd juz 3 hal. 386, penyusun ‘Aun-ul-Ma‘būd berkata: Al-Mundzirī berkata: “Diriwayatkan oleh Bukhārī, Muslim, Tirmidzī, Nasā’ī, dan Ibnu Mājah secara singkat dan panjang.” Hadits tersebut dalam Nasā’ī di juz 6 hal. 123, juz 17 hal. 13, Ibnu Sa‘ad juz 8 hal. 76 qāf 1, dan Abū Nu‘aim dalam Al-Ḥilyah juz 3 hal. 276.)Imām Nasā’ī raḥimahullāh di juz 2 hal. 242 berkata: Telah memberitahukan kepadaku Ibrāhīm bin Yūnus bin Muḥammad, telah menceritakan kepada kami bapakku, telah menceritakan kepada kami Ḥammād bin Salamah dari Tsābit dari Anas, bahwa Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam mempunyai seorang budak wanita yang Beliau gauli, ‘Ā’isyah dan Ḥafshah selalu merasa (cemburu) kepada Beliau sehingga Beliau mengharamkannya (budak wanita itu), maka Allah ‘azza wa jalla menurunkan ayat: “Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu?…dst.” (Syaikh Muqbil berkata: “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ḥākim juz 2 hal. 493, ia berkata: “Hadits ini shaḥīḥ sesuai syarat Muslim, namun keduanya (Bukhārī dan Muslim) tidak meriwayatkannya,” dan didiamkan oleh adz Dzahabī. Abū ‘Abd-ir-Raḥmān berkata: “Dalam sanadnya terdapat Muḥammad bin Bukair al-Ḥadhramī di mana ia tidak termasuk para perawi Muslim. Dalam Tahdzīb-ut-Tahdzīb diisyaratkan kepada Bukhārī mengikuti dalam al-Kamāl, akan tetapi al-Mizzī berkata, “Saya belum mendapatkan riwayatnya darinya (Bukhārī), baik dalam kitab shaḥīḥ maupun selainnya.” Dengan demikian yang dikatakan pada hadits tersebut adalah shaḥīḥ, namun tidak dikatakan sesuai syarat Muslim. Al-Ḥāfizh dalam al Fatḥ setelah menisbatkannya kepada Nasā’ī berkata: “Sesungguhnya sanadnya shaḥīḥ,” juz 11 hal. 292.)

    Dalam Majma‘-uz-Zawā’id juz 7 hal. 126 dari Ibnu ‘Abbās (tentang ayat): “Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu?” Ia berkata: “Ayat ini turun berkenaan dengan budak wanita Beliau.” (Diriwayatkan oleh al-Bazzār dengan dua isnād, dan Thabrānī. Para perawi al-Bazzār adalah para perawi hadits shaḥīḥ selain Bisyr bin Ādam dan dia tsiqah. Dalam Ta‘līq terhadap Ash Shaḥīḥ-ulMusnad, Syaikh Muqbil berkata: “Jalan yang di sana terdapat Bisyr bin Ādam riwayat al-Bazzār terdapat seorang yang matrūk (ditinggalkan haditsnya), sedangkan jalan yang setelahnya adalah ḥasan, lihat Kasyf-ul-Astār 3/76)).

    Al-Ḥāfizh dalam al-Fatḥ juz 10 hal. 283 berkata: “Bisa juga ayat tersebut turun karena dua sebab secara bersamaan.” Ya‘ni karena sebab pengharaman Beliau terhadap madu dan karena pengharaman Beliau terhadap budaknya. Imām Syaukānī dalam tafsirnya juz 5 hal. 252 berkata: “Kedua sebab tersebut adalah shaḥīḥ terhadap turunnya ayat tersebut, dan penggabungan keduanya adalah bisa karena terjadinya dua cerita; cerita tentang madu dan cerita tentang Mariyah, dan bahwa al-Qur’ān turun karena keduanya secara bersamaan, dan pada masing-masing dari keduanya (kedua asbāb-un-nuzūl) disebutkan bahwa Beliau membicarakan secara rahasia suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya.

  2. 2184). Ayat ini merupakan kritik dari Allah subḥānahu wa ta‘ālā kepada Nabi-Nya Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika Beliau mengharamkan budaknya ‘Mariyah’ atau mengharamkan meminum madu karena ingin menyenangkan hati istri-istrinya sebagaimana telah disebutkan dalam asbāb-un-nuzūl (sebab turunnya)nya, maka Allah subḥānahu wa ta‘ālā menurunkan ayat ini.
  3. 2185). Ya‘ni wahai orang yang diberi nikmat oleh Allah dengan kenabian, wahyu dan risalah.
  4. 2186) Yaitu sesuatu yang baik-baik yang Allah karuniakan kepadamu dan kepada umatmu.
  5. 2187). Ayat ini merupakan penegasan bahwa Allah subḥānahu wa ta‘ālā mengampuni Rasūl-Nya dan mengangkat celaan terhadapnya serta merahmatinya, dan pengharaman tersebut menjadi sebab pensyariatan hukum yang umum untuk manusia yaitu hukum yang diterangkan dalam ayat selanjutnya.
  6. 2188). Apabila seseorang bersumpah mengharamkan yang halal maka wajib atasnya membebaskan diri dari sumpahnya itu dengan membayar kaffārat, seperti yang disebutkan dalam surat al-Mā’idah ayat 89.
  7. 2189) Ya‘ni yang mengurus urusanmu dan mengajarkan kamu dengan pengajaran yang sebaik-baiknya dalam urusan agama maupun dunia serta mengajarkan sesuatu yang dengannya seseorang dapat terhindar dari keburukan. Oleh karena itulah, Dia mewajibkan membebaskan dirimu dari sumpah agar lepas tanggung-jawabmu.
  8. 2190). ‘Ilmu-Nya meliputi zhāhir dan bāthinmu dan Dia Mahabijaksana dalam ciptaan-Nya dan dalam keputusan-Nya, oleh karena itulah Dia mensyariatkan beberapa hukum untuk kamu yang dari sana dapat diketahui bahwa hal itu sesuai dengan maslahat kamu dan keadaan kamu.
  9. 2191). Yaitu pengharaman Mariyah, dan Beliau berkata kepada Ḥafshah: “Jangan memberitahukan kepada seorang pun.”
  10. 2192). Karena mengira bahwa hal itu tidak berdosa.
  11. 2193). Karena keramahan Beliau dan santunnya.
  12. 2194). Ayat ini tertuju kepada dua istri Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam yang mulia, yaitu ‘Ā’isyah dan Ḥafshah radhiyallāhu ‘anhumā, di mana keduanya menjadi sebab Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengharamkan untuk dirinya sesuatu yang Beliau sukai, lalu Allah subḥānahu wa ta‘ālā menawarkan keduanya untuk bertobat dan mencela atas sikap mereka berdua itu serta memberitahukan bahwa hati mereka berdua telah menyimpang dari sikap yang seharusnya dilakukan yaitu sikap wara‘ dan beradab terhadap Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam, menghormatinya dan tidak menyusahkannya.
  13. 2195). Jika mereka itu yang menjadi penolongnya, maka jelaslah bahwa yang ditolong itulah yang menang. Dalam ayat ini terdapat keutamaan dan kemulian Nabi Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Demikian juga terdapat peringatan terhadap dua istri Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam tersebut, dan pada ayat selanjutnya terdapat peringatan yang lebih besar lagi, yaitu talak (cerai).
  14. 2196). Imām Muslim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās dari ‘Umar bin Khaththāb, ia berkata: “Ketika Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam menjauhi istri-istrinya, aku pun masuk ke masjid ternyata orang-orang sedang melempari kerikil dan berkata: “Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam telah mentalak istri-istrinya.” Hal itu terjadi ketika mereka belum diperintahkan berhijab. ‘Umar berkata: “Saya akan beritahukan hal itu hari ini.” Maka saya menemui ‘Ā’isyah dan berkata: “Wahai putri Abū Bakar, apakah engkau sampai menyakiti Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam?” ‘Ā’isyah menjawab: “Apa urusanmu terhadapku wahai Ibn-ul-Khaththāb, urusilah aibmu sendiri.” ‘Umar berkata: “Maka saya menemui Ḥafshah binti ‘Umar dan berkata kepadanya: “Wahai Ḥafshah! Apakah engkau sampai menyakiti Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Demi Allah, sesungguhnya saya tahu bahwa Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak menyukaimu. Kalau bukan karena saya, tentu Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam sudah mentalakmu.” Ḥafshah pun menangis dengan tangisan yang begitu serius. Saya pun bertanya kepadanya: “Di mana Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam?” Ia menjawab: “Dia sedang berada di dekat lemarinya di kamar.” Saya pun masuk, ternyata saya menemui Ribah pelayan Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam sedang duduk di palang (kayu bawah) pintu kamar sambil memanjangkan kakinya di atas kayu berlubang, yaitu batang pohon kurma yang dipakai tangga oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam untuk naik dan turun. Ribah melihat ke kamar, lalu melihatku dan tidak berkata apa-apa, kemudian saya keraskan suara sambil berkata: “Wahai Ribah, izinkan saya di bersamamu untuk menghadap Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam, karena saya mengira bahwa Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengira bahwa saya datang karena Ḥafshah. Demi Allah, jika Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam memerintahkan aku memenggal lehernya, tentu saya penggal lehernya.” Saya keraskan suara saya. Ia pun berisyārat kepadaku agar masuk kepadanya, maka saya masuk menemui Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam, ternyata Beliau sedang berbaring di atas tikar, saya pun duduk, lalu Beliau mendekatkan kainnya dan Beliau tidak mengenakan apa-apa selain itu. Ketika itu, tikarnya membekas pada rusuk Beliau. Saya melihat dengan mata saya lemari Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam, ternyata di sana terdapat segenggam gandum seukuran satu shā‘ (4 mud/kaupan), demikian juga daun salam di pojok kamar serta ada kulit yang digantungkan. Saya pun meneteskan air mata, lalu Beliau Bertanya: “Apa yang membuatmu menangis, wahai Ibn-ul-Khaththāb?” Aku menjawab: “Wahai Nabi Allah, mengapa saya tidak menangis, sedangkan tikar ini membekas pada rusukmu. Sedangkan lemarimu tidak menyimpan apa-apa selain yang saya lihat. Berbeda dengan Kaisar dan Kisrā yang memperoleh banyak buah dan berada di dekat sungai yang mengalir. Sedangkan engkau utusan Allah dan pilihan-Nya dengan keadaan lemari seperti ini.” Beliau bersabda: “Wahai Ibn-ul-Khaththāb, tidakkah kamu ridhā, untuk kita akhirat dan untuk mereka dunia?” Saya menjawab: “Ya.” Ketika saya masuk menemuinya, saya melihat tampak marah di mukanya, maka saya berkata: “Wahai Rasūlullāh, para istri tidak akan menyusahkan dirimu. Jika engkau mentalak mereka, maka sesungguhnya Allah bersamamu, demikian pula, malaikat-Nya, Jibrīl, Mīkā’īl, saya, Abū Bakar, dan kaum mu’min bersamamu.” Saya tidaklah berbicara – wal-ḥamdulillāh – kecuali saya berharap agar dibenarkan oleh Allah. Ketika itu turunlah ayat takhyīr (pemberian pilihan): “Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, Maka Sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibrīl dan orang-orang mu’min yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. —Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh,dst.” (Terj. at-Taḥrīm: 4-5)Ketika itu ‘Ā’isyah binti Abī Bakar dan Ḥafshah saling bantu-membantu menyusahkan Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam terhadap istri-istri yang lain. Saya pun berkata: “Wahai Rasūlullāh, apakah engkau mentalak mereka?” Beliau menjawab: “Tidak.” Saya berkata: “Wahai Rasūlullāh, sesungguhnya saya masuk ke masjid sedangkan kaum muslimīn sedang melempari kerikil sambil berkata: “Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam mentalak istri-istrinya.” Bolehkah saya turun agar saya memberitahukan mereka bahwa Engkau tidak mentalak mereka?” Beliau menjawab: “Ya, jika engkau mau.” Saya senantiasa berbicara dengan Beliau sampai hilang marah dari mukanya dan sampai Beliau memperlihatkan giginya dan tersenyum, dan Beliau adalah orang yang paling bagus giginya. Nabi Allah pun turun dan aku turun bersandar dengan batang tersebut. Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam turun tampak seperti berjalan di tanah, di mana Beliau tidak menyentuhnya (batang tersebut) dengan tangannya, lalu saya berkata: “Wahai Rasūlullāh, Engkau berada di kamar hanya 29 hari?” Beliau bersabda: “Sesungguhnya sebulan itu 29 hari.” Saya pun berdiri di pintu masjid dan menyeru dengan suara keras: “Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak mentalak istri-istrinya.” Ketika itu turunlah ayat: “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasūl dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasūl dan ulil Amri)dst.” Sayalah yang mengetahui perkara itu, dan Allah menurunkan ayat takhyīr (pilihan).
  15. 2197). Yaitu melaksanakan syarī‘at Islam yang tampak.
  16. 2198). Yaitu yang melaksanakan syarī‘at Islam yang tidak tampak (bāthin) berupa ‘aqīdah (keyakinan) dan ‘amalan hati.
  17. 2199). Yaitu yang selalu taat.
  18. 2200). Dari apa yang dibenci Allah subḥānahu wa ta‘ālā. Allah menyifati mereka dengan mengerjakan apa yang dicintai Allah dan bertobat dari apa yang dibenci-Nya.
  19. 2201). Ketika istri-istri Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam mendengar peringatan ini, maka segeralah mereka mencari keridhāan Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan sifat mulia pun menjadi melekat pada diri mereka sehingga mereka menjadi wanita mu’minah paling utama. Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa Allah subḥānahu wa ta‘ālā tidaklah memilih untuk Rasūl-Nya shallallāhu ‘alaihi wa sallam kecuali wanita yang keadaannya yang paling utama dan bahwa istri-istri Beliau adalah wanita paling baik dan paling utama.