Surah asy-Syarh 94 ~ Tafsir Sayyid Quthb

Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb
 
Penerbit: Gema Insani

SURAH ALAM NASYRAḤ

Diturunkan di Makkah
Jumlah Ayat: 8.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ. وَ وَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ. الَّذِيْ أَنْقَضَ ظَهْرَكَ. وَ رَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ. فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا. إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا. فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ. وَ إِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ

094:1. Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?
094:2. Kami telah menghilangkan dari padamu bebanmu,
094:3. yang memberatkan punggungmu?
094:4. Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.
094:5. Karena, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
094:6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
094:7. Maka, apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
094:8. Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.

Pengantar.

Surah ini turun sesudah surah adh-Dhuḥā, seakan-akan untuk melengkapinya. Di dalam surah ini, terdapat bayang-bayang kasih-sayang yang teduh, ada ruh bisikan sang Kekasih, ditampakkan lambang perhatian, dan dipaparkan peristiwa-peristiwa pemeliharaan. Dalam surah ini, terdapat kabar gembira akan diberikannya kemudahan dan dilepaskannya dari kesulitan dan kesusahan. Juga terdapat penarahan yang menunjukkan rahasia kemudahan itu dan tali hubungannya yang kuat.

Pelapangan Dada dan Pelepasan Beban.

أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ. وَ وَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ. الَّذِيْ أَنْقَضَ ظَهْرَكَ. وَ رَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ.

Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Kami telah menghilangkan darimu bebanmu, yang memberatkan punggungmu? Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.

Ayat-ayat ini mengisyāratkan bahwa di sana ada kesempitan dalam jiwa Rasūlullāh s.a.w. dalam menghadapi urusan dakwah yang dibebankan kepada beliau, ada rintangan-rintangan yang sukar di jalannya, dan ada makar dan tipu-daya yang dipasang orang di sekelilingnya. Juga mengisyāratkan bahwa dada beliau merasa berat memikirkan tugas dakwah yang berat ini. Beliau merasakan beban itu memberatkan pundaknya. Beliau membutuhkan pertolongan, bantuan, bekal, dan pengawasan dari Tuhan.

Setelah itu datanglah bisikan yang manis dan perkataan yang penuh kasih-sayang ini:

Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Kami telah menghilangkan darimu bebanmu….

Bukankah telah Kami lapangkan dadamu untuk mengemban dakwah ini. Kami mudahkan untukmu urusannya. Kami jadikan berdakwah itu sebagai sesuatu yang menyenangkan hatimu, dan Kami rentangkan untukmu sehingga kamu mengetahui ujung jalannya yang membahagiakan.

Periksalah dadamu, tidakkah engkau dapati di dalamnya rahmat, kelapangan, sinar, dan cahaya? Siapkanlah perasaanmu untuk merasakan karunia ini. Tidakkah engkau mendapatkan kesenangan di samping kesengsaraan berdakwah, kegembiraan di samping kepayahan, kemudahan di samping kesulitan, dan kepuasan di samping keberhasilan menghadapi rintangan?

Kami telah menghilangkan darimu bebanmu, yang memberatkan punggungmu

Telah Kami hilangkan darimu bebanmu yang memberatkan punggungmu sehingga hampir meretakkannya karena beratnya. Kami hilangkan beban itu darimu dengan melapangkan dadamu sehingga terasa ringan dan enteng beban tugas itu. Juga dengan memberikan taufīq dan kemudahan bagimu untuk menjalankan dakwah dan memasukkannya ke dalam hati. Selain itu, juga dengan wahyu yang menyingkapkan untukmu tentang hakikat sesuatu dan membantumu untuk mengalirkannya ke dalam jiwa dengan mudah, lancar, dan lemah-lembut.

Tidakkah engkau dapati beban itu memberatkan punggungmu? Dan, tidakkah engkau dapati beban itu menjadi ringan setelah Kami lapangkan dadamu?

Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu”.

Kami tinggikan sebutan namamu di alam yang tinggi. Kami tinggikan sebutan namamu di muka bumi. Kami tinggikan sebutan namamu di alam semesta ini. Kami meninggikannya. Kami jadikan namamu beriringan dengan nama Allah setiap kali bibir manusia mengucapkan kalimat: “Lā ilāha illallāh, Muḥammad-ur-Rasūlullāh.” Di atas itu tidak ada lagi sebutan yang tinggi, di belakangnya tidak ada lagi kedudukan setinggi itu. Ini adalah kedudukan yang hanya dimiliki Rasūlullāh s.a.w. Tiada seorang manusia pun selain beliau yang memilikinya di seantero jagad ini.

Kami tinggikan sebutanmu di dalam Lauḥ Maḥfūzh, ketika Allah menaqdīrkan dari abad ke abad, dari generasi ke generasi. Berjuta-juta bibir di semua tempat menyebut nama yang mulia ini, pada waktu shalat dan pada waktu mengucapkan shalawat dan salam, dengan penuh kecintaan yang mendalam dan penuh ta‘zhīm.

Kami tinggikan untukmu sebutanmu. Hal ini berhubungan dengan manhaj Ilahi yang tinggi. Dipilih untuk mengemban tugas mulia ini saja sudah merupakan reputasi sangat tinggi yang tidak pernah diperoleh seorang pun sebelum dan sesudahnya di alam wujud ini.

Nah, kalau begitu, apa arti kesengsaraan, kepayahan, dan keletihan ini dibandingkan dengan karunia yang menghapuskan semua kesengsaraan dan kepayahan itu?

Sesudah Kesulitan Ada Kemudahan.

Di samping itu, Allah juga senantiasa berlemah-lembut kepada kekasih pilihan-Nya itu. Dia selalu menghibur, menyenangkan, dan menenangkan beliau, serta memberi kemudahan yang tidak akan lepas dari beliau:

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا. إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا.

Karena, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Alam Nasyraḥ: 5-6).

Sesungguhnya kesulitan itu tidak lepas dari kemudahan yang menyertai dan mengiringinya. Hal ini sudah menyertaimu secara praktis. Maka, ketika terasa berat beban tugasmu, Kami lapangkan dadamu, sehingga terasa ringan beban yang memberatkan punggungmu. Kemudahan akan selalu mengiringi kesulitan, menghilangkan beban dan rasa beratnya.

Persoalan ini sangat serius hingga diulang lagi penyebutan kalimatnya: “Fa inna ma‘-al-‘usri yusran, inna ma‘-al-‘usri yusran.” Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

Kalimat ini juga mengisyāratkan bahwa Rasūlullāh s.a.w. berada dalam kesulitan, kesempitan, dan penderitaan, yang memerlukan perhatian seperti ini. Beliau membutuhkan penyebutan ini, hadirnya simbol-simbol pertolongan, pemaparan tempat-tempat perlindungan, dan penegasan dengan segala bentuk penegasan. Persoalan yang memberatkan jiwa Nabi Muḥammad s.a.w. ini sudah tentu persoalan yang besar.

Bekal Spiritual.

Kemudian datanglah pengarahan yang mulia terhadap sebab-sebab kemudahan dan kelapangan, serta minuman dan perbekalan untuk menempuh jalan yang berat dan panjang:

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ. وَ إِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ

Maka, apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Alam Nasyraḥ: 7-8).

Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Karena itu, lakukan sebab-sebab kemudahan itu. Apabila engkau telah selesai melakukan kesibukanmu dengan manusia dan bumi (kehidupan duniawi), maka hadapkanlah hatimu secara total kepada hal-hal yang harus engkau lakukan dengan serius dan sungguh-sungguh. Yaitu, ber‘ibādah, penyucian diri, menadahkan harapan, dan menghadap kepada Ilahi. “Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.

Hanya kepada Tuhanmu saja, lepas dari segala sesuatu, hingga urusan orang yang kamu dakwahi. Sesungguhnya di dalam menempuh jalan ini perlu perbekalan, dan di sinilah perbekalan itu. Juga diperlukan persiapan untuk berjuang, dan di sinilah perjuangan itu. Di sini kamu akan menjumpai kemudahan sesudah menghadapi kesulitan, dan kelapangan sesudah kesempitan. Inilah jalan itu!

 

Selesailah surah ini sebagaimana selesainya surah adh-Dhuḥā. Surah ini telah meninggalkan dua macam perasaan yang bercampur jadi satu di dalam jiwa. Yaitu, perasaan tentang besarnya kasih-sayang yang luhur yang berembus ke dalam jiwa Rasūlullāh s.a.w. dari Tuhannya Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kemudian perasaan tentang kelemah-lembutan terhadap pribadi beliau. Kita hampir-hampir menyentuh hati beliau yang mulia pada waktu membutuhkan kasih-sayang yang indah itu.

Itulah dakwah! Itulah amanat yang berat. Itulah beban yang memberatkan punggung. Tetapi, bersama semua itu terdapat pancaran cahaya Ilahi dan tempat turunnya. Juga terdapat hubungan antara yang fanā’ dan yang baqā’, dan antara yang tiada dan yang wujud.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *