Surah asy-Syams 91 ~ Tafsir Sayyid Quthb (3/3)

Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb
 
Penerbit: Gema Insani

Rangkaian Pos: Surah asy-Syams 91 ~ Tafsir Sayyid Quthb

Kaum Tsamūd, Contoh Orang yang Mengotori Jiwanya.

Sesudah itu dipaparkanlah salah satu contoh kerugian yang diperoleh orang yang mengotori jiwanya dan menghalanginya dari petunjuk. Contoh ini tercermin pada apa yang menimpa kaum Tsamūd yang mendapat kemurkaan, siksaan, dan kebinasaan:

كَذَّبَتْ ثَمُوْدُ بِطَغْوَاهَا. إِذِ انْبَعَثَ أَشْقَاهَا. فَقَالَ لَهُمْ رَسُوْلُ اللهِ نَاقَةَ اللهِ وَ سُقْيَاهَا. فَكَذَّبُوْهُ فَعَقَرُوْهَا فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْبِهِمْ فَسَوَّاهَا. وَ لَا يَخَافُ عُقْبَاهَا

(Kaum) Tsamūd telah mendustakan (rasūlnya) karena mereka melampaui batas, ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka, lalu Rasūl Allah (Shālih) berkata kepada mereka: “(Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya”. Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu, maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka. Lalu, Allah menyama-ratakan mereka (dengan tanah). Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu. (asy-Syams: 11-15).

Kisah kaum Tsamūd bersama nabi mereka, Shāliḥ a.s. disebutkan dalam beberapa tempat di dalam al-Qur’ān. Telah disebutkan di muka pada tiap-tiap tempat, dan yang paling dekat dengan penyebutannya dalam surah ini ialah yang disebutkan dalam tafsir surah al-Fajar. Karena itu, silakan membaca kisahnya agar rinci di sana.

Adapun di tempat ini disebutkan bahwa disebabkan sikapnya yang melampaui batas, maka mereka mendustakan nabinya. Maka, sikap melampaui batas inilah satu-satunya yang menyebabkan mereka mendustakan. Tindakan melampaui batas ini dicerminkan dengan bangkitnya orang yang paling celaka di antara mereka. Dialah yang menyembelih unta itu, dan dia pula orang yang paling celaka dan sengsara akibat dosa yang dilakukannya. Padahal sebelum melakukan tindakannya itu, dia telah diperingatkan oleh Rasūl Allah (yaitu Nabi Shāliḥ) yang berkata: “Ingatlah! Janganlah kamu sentuh unta Allah atau kamu sentuh air yang sehari diperuntukkan baginya dan sehari untuk mereka.”

Pembagian air itu sebagaimana yang disyaratkan atas mereka ketika mereka meminta kepada Nabi Shāliḥ mu‘jizat, lalu Allah menjadikan unta ini sebagai mu‘jizat. Sudah tentu unta ini memiliki urusan khusus yang kita tidak perlu memperdalam pembicaraan tentang uraiannya, karena Allah tidak menjelaskan kepada kita. Kemudian mereka mendustakan pemberi peringatan (Nabi Shāliḥ) itu dan mereka sembelih unta tersebut.

Nah, orang yang menyembelih inilah orang yang paling celaka. Akan tetapi, mereka semua juga turut bertanggungjawab dan dianggap sebagai turut menyembelih bersama-sama. Karena, mereka tidak mencegahnya, bahkan mereka menganggap baik perbuatan itu. Demikianlah salah satu prinsip Islam yang mendasar mengenai tanggungjawab sosial di dalam kehidupan dunia, tanpa mengesampingkan tanggungjawab pribadi untuk mendapatkan pembalasan ukhrawi di mana seseorang tidak memikul dosa orang lain. Karena, di antara perbuatan dosa ialah tidak mau memberi nasihat, mengabaikan tanggungjawab sosial, dan tidak menganjurkan orang supaya berbuat baik dan mencegahnya dari kezhāliman dan kejahatan.

Pada waktu itu tergeraklah tangan kekuasaan untuk menjatuhkan siksaan yang sangat besar:

“….maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka. Lalu, Allah menyama-ratakan mereka (dengan tanah)…..”

Damdamah ialah kemurkaan yang diiringi dengan penyiksaan. Lafal “damdama” itu sendiri sudah mengesakan apa yang ada di belakangnya dan melukiskan ma‘nanya dengan bunyinya itu, dan hampir menggambarkan pemandangan yang menakutkan dan mengerikan. Allah menyamaratakan negeri mereka yang tinggi dan yang rendah. Ini adalah pemandangan yang terbayang setelah dihancurkan dengan sangat keras dan dahsyat.

“….Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu.”

Maha Suci dan Maha Tinggi Allah. Siapa yang ditakuti-Nya? Apa yang ditakut oleh-Nya? Dan bagaimana Dia akan takut? Yang dimaksud dengan ungkapan kalimat ini ialah kelaziman yang dapat dipahami darinya. Maka, orang yang tidak takut terhadap akibat perbuatannya, dia akan melakukan siksaan yang sekeras-kerasnya kalau dia menyiksa. Demikian pula siksaan Allah:

Sesungguhnya ‘adzāb Tuhanmu benar-benar keras.” (al-Burūj: 12).

Inilah kesan yang diinginkan supaya isyārat dan bayang-bayangnya meresap di dalam hati.

 

Demikianlah hakikat jiwa manusia berhubungan dengan hakikat-hakikat alam yang besar dan pemandangan-pemandangan yang ada. Semua itu juga berhubungan dengan sunnah Allah di dalam menyiksa orang-orang yang mendustakan dan melampaui batas. Namun, semuanya masih dalam batas-batas ukuran Yang Maha Bijaksana, yang menjadikan segala sesuatu ada batas waktunya, segala peristiwa ada waktunya, segala urusan ada tujuannya, dan setiap qadar ada hikmahnya. Dia adalah Tuhan bagi jiwa, bagi alam semesta, dan bagi qadar semuanya.