Hati Senang

Surah an-Nashr 110 ~ Tafsir Ibni Katsir

Tafsir Ibnu Katsir

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Surat-un-Nashr

(Pertolongan)

Terdiri dari 3 ayat, diturunkan di Mina sewaktu haji wada‘.

Dikelompokkan ke dalam Surat Madaniyyah.

Surat ini termasuk surat yang terakhir kali diturunkan.

Turun sesudah Surat-ut-Taubah.

 

Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan bahwa surat ini sebanding dengan seperempat al-Qur’an. Begitu pula surat az-Zalzalah sebanding dengan seperempat al-Qur’an.

Imam an-Nasa’i mengatakan: telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ja‘far, dari Abul-‘Umais. Telah menceritakan pula kepada kami Ahmad ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Ja‘far ibnu ‘Aun, telah menceritakan kepada kami Abul ‘Umais, dari ‘Abdul Majid ibnu Suhail, dari ‘Ubaidillah ibnu ‘Abdillah ibnu ‘Utbah yang mengatakan bahwa Ibnu ‘Abbas pernah berkata kepadanya: “Hai ibnu ‘Utbah, tahukah engkau, surat apakah yang paling akhir diturunkan?” Aku menjawab: “Ya”, yaitu:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (an-Nashr: 1)

Ibnu ‘Abbas berkata: “Engkau benar.”

Al-Hafizh Abu Bakar al-Bazzar dan Imam Baihaqi telah meriwayatkan melalui hadis Musa ibnu ‘Ubaidah al-Baridi, dari Shadaqah ibnu Yasar, dari Ibnu ‘Umar yang mengatakan bahwa surat ini diturunkan kepada Rasulullah s.a.w. pada pertengahan hari-hari Tasyrīq, yaitu firman-Nya:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (an-Nashr: 1)

Maka aku mengetahui bahwa hal ini merupakan al-wada‘ (pamitan), lalu Rasulullah s.a.w. memerintahkan agar untanya yang bernama Qaswa dipersiapkan, kemudian beliau mengendarainya dan berkhotbah kepada orang-orang. Maka Ibnu ‘Umair menuturkan khutbah Rasulullah s.a.w. yang terkenal itu.

Al-Hafizh al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami ‘Ali ibnu Ahmad ibnu ‘Abdan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu ‘Ubaid ash-Shaffar, telah menceritakan kepada kami al-Asqathi, telah menceritakan kepada kami Sa‘id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami ‘Abbad ibnul ‘Awwam, dari Hilal ibnu Khabbab, dari ‘Ikrimah, dari ibnu ‘Abbas r.a. yang mengatakan bahwa setelah diturunkan kepada Rasulullah s.a.w. firman-Nya:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (an-Nashr: 1)

Maka beliau memanggil Fatimah (putrinya), kemudian bersabda: “Sesungguhnya telah disampaikan kepadaku dekatnya ajalku.” Maka Fatimah menangis, kemudian tersenyum. Fatimah mengatakan: “Pada mulanya beliau s.a.w. menceritakan kepadanya bahwa ajalnya telah dekat, lalu aku menangis. Kemudian beliau bersabda:

اِصْبِرِيْ فَإِنَّكِ أَوَّلُ أَهْلِيْ لِحَاقًا بِيْ

Bersabarlah, karena sesungguhnya engkau adalah mula-mula keluargaku yang menyusul (kepergian)ku.

Maka aku tersenyum mendengar berita ini: “Imam an-Nasa’i telah meriwayatkan pula hadis ini, tetapi tanpa melibatkan Fatimah r.a.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, Lagi Maha Penyayang.

An-Nashr, ayat 1-3

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ، وَ رَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللهِ أَفْوَاجًا، فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَ اسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Tobat.” (an-Nashr: 1-3)

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Uwwanah, dari Abu Bisyr, dari Sa‘id ibnu Jubair, dari Ibnu ‘Abbas yang mengatakan bahwa Khalifah ‘Umar memasukkan diriku ke dalam kelompok orang-orang tua yang pernah ikut dalam Perang Badar. Maka seseorang dari mereka merasa kurang enak dengan keberadaanku bersama dengan mereka, akhirnya ia berkata: “Mengapa orang seusia dia dimasukkan ke dalam golongan kita, padahal kita mempunyai anak-anak yang seusia dengannya.”

Maka ‘Umar menjawab: “Sesungguhnya dia termasuk seseorang yang telah kalian ketahui.” Pada suatu hari ‘Umar memanggil mereka, dan ia memasukkan diriku ke dalam golongan mereka. Dan aku mengerti tidaklah dia memanggilku dan menggabungkan diriku bersama mereka di hari itu melainkan dengan tujuan hendak memperlihatkan kadar ilmuku kepada mereka. Lalu ‘Umar membuka pembicaraan: “Bagaimanakah pendapat kalian tentang makna firman Allah s.w.t.:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (an-Nashr: 1)

Maka sebagian dari mereka menjawab: “Ayat ini memerintahkan kepada kita untuk memuji Allah dan memohon ampunan kepada-Nya, apabila kita peroleh kemenangan dan pertolongan.” Dan sebagian dari mereka hanya diam, tidak mengatakan sepatah kata pun. Maka ‘Umar berkata kepadaku: “Apakah demikian pula menurutmu, hai Ibnu ‘Abbas?” Aku menjawab: “Tidak” ‘Umar berkata: “Bagaimanakah menurutmu?”

Maka aku menjawab, bahwa itu merupakan pertanda dekatnya ajal Rasulullah s.a.w. yang diberitahukan kepadanya. Allah s.w.t. berfirman:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (an-Nashr: 1)

Maka itulah alamat dekatnya ajalmu.

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَ اسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Tobat. (an-Nashr: 3)

Maka ‘Umar ibnu Khaththab berkata: “Aku pun sependapat denganmu.” Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid. Imam Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Humaid, dari Mahram, dari ats-Tsauri, dari Atsim, dari Abu Razin, dari Ibnu ‘Abbas, lalu ia menyebutkan kisah yang semisal dengan kisah di atas.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudhail, telah menceritakan kepada kami ‘Atha’, dari Sa‘id ibnu Jarir, dari Ibnu ‘Abbas yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (an-Nashr: 1)

Karena sesungguhnya beliau s.a.w. wafat pada tahun itu juga; Imam Ahmad meriwayatkan secara munfarid. Al-‘Aufi telah meriwayatkan hal yang semisalnya dari Ibnu ‘Abbas. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Mujahid, Abul-‘Aliyah, Adh-Dhahhak, dan lain-lainnya bahwa hal ini merupakan berita dekatnya ajal Rasulullah s.a.w.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami al-Hasan ibnu Isa al-Hanafi, dari Ma‘mar, dari az-Zuhri, dari Abu Hazim, dari Ibnu ‘Abbas yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah s.a.w. berada di Madinah, tiba-tiba beliau s.a.w. bersabda:

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ جَاءَ أَهْلَ الْيَمَنِ – قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَ مَا أَهْلُ الْيَمَنِ؟ قَالَ – قَوْمٌ رَقِيْقَةٌ قُلُوْبُهُمْ لَيِّنَةٌ طِبَاعُهُمْ الإِيْمَانُ يَمَانٌ وَ الْفِقْهُ يَمَانٌ وَ الْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, telah datang penduduk Yaman.” Ditanyakan: “Wahai Rasulullah, siapakah penduduk Yaman itu?” Rasulullah s.a.w. menjawab: “Kaum yang lembut hatinya dan lunak wataknya. Iman adalah Yaman dan fiqih adalah Yaman, dan hikmah adalah Yaman.

Kemudian Ibnu ‘Abdul-‘Ala meriwayatkannya dari Ibnu Tsaur, dari Ma‘mar, dari ‘Ikrimah secara mursal.

Imam Thabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Kamil al-Juhdari, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Uwwanah, dari Hilal ibnu Khabbab, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (an-Nashr: 1)

Hingga akhir surat, ini merupakan berita dekatnya ajal Rasulullah s.a.w. saat surat ini diturunkan. Maka kelihatan Rasulullah s.a.w. lebih mempergiat kesungguhannya lebih dari sebelumnya dalam masalah akhirat. Dan Rasulullah s.a.w. sesudah itu bersabda:

جَاءَ الْفَتْحُ وَ نَصْرُ اللهِ وَ جَاءَ أَهْلُ الْيَمَنِ فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَ مَا أَهْلُ الْيَمَنِ؟ قَالَ: قَوْمٌ رَقِيْقَةٌ قُلُوْبُهُمْ لَيِّنَةٌ طِبَاعُهُمْ الإِيْمَانُ يَمَانٌ وَ الْفِقْهُ يَمَانٌ

Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan dan telah datang penduduk Yaman: “Seorang lelaki bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah penduduk Yaman itu?” Rasulullah s.a.w. bersabda: “Kaum yang memiliki hati yang lembut dan watak yang lunak. Iman adalah Yaman, dan fiqih adalah Yaman.

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (an-Nashr: 1)

Nabi s.a.w. mengetahui bahwa sesungguhnya ini merupakan berita dekatnya ajal dirinya s.a.w. Menurut satu pendapat mengatakan bahwa ketika diturunkan surat ini (an-Nashr).

Waqi‘ telah menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari ‘Atsim, dari Abu Razim bahwa ‘Umar pernah bertanya kepada Ibnu ‘Abbas r.a. tentang makna firman-Nya:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (an-Nashr: 1)

Maka Ibnu ‘Abbas menjawab, bahwa surat ini diturunkan sebagai pertanda dekatnya kewafatan Rasulullah s.a.w.

Imam Thabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ahmad ibnu ‘Umar al-Waki‘i, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ja‘far ibnu ‘Aun, dari Abul ‘Umais, dari Abu Bakar ibnu Abul-Jahm, dari ‘Ubaidillah ibnu ‘Abdillah ibnu ‘Utbah, dari Ibnu ‘Abbas yang mengatakan bahwa surat al-Qur’an yang paling akhir penurunannya adalah yang diawali dengan firman-Nya:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (an-Nashr: 1)

Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja‘far, telah menceritakan kepada kami Syu‘bah, dari ‘Amir ibnu Murrah, dari Abul Bukhturi ath-Tha’i, dari Abu Sa‘id al-Khudri yang mengatakan bahwa ketika diturunkan surat ini yang diawali dengan firman-Nya:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (an-Nashr: 1)

Rasulullah s.a.w. membacanya hingga selesai, lalu bersabda:

النَّاسُ خَيْرٌ وَ أَنَا وَ أَصْحَابِيْ خَيْرٌ – وَ قَالَ – لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَ لكِنْ جِهَادٌ وَ نِيَّةٌ

Manusia itu (orang-orang mukmin) baik dan aku beserta para sahabatku baik. Tiada hijrah sesudah kemenangan (atas kota Mekkah) tetapi (yang masih ada ialah) jihad dan niat.

Maka Marwan (yang saat itu menjadi khalifah) berkata kepada Abu Sa‘id: “Kami dusta,” sedangkan di hadapannya terdapat Rafi‘ ibnu Khadij dan Zaid ibnu Sabit sedang duduk bersamanya di atas dipan. Maka Abu Sa‘id menjawab: “Seandainya dua orang ini menghendaki, tentulah mereka berdua menceritakan hadis ini kepadamu. Akan tetapi, yang ini merasa takut kepadamu bila kamu cabut dia dari kepemimpinan kaumnya, dan orang ini merasa takut bila kamu tidak memberinya sedekah (zakat).

Maka Marwan mengangkat cemetinya dengan maksud akan memukul Abu Sa‘id; dan ketika kedua teman duduknya itu melihat situasi memanas, maka keduanya berkata mendukung Abu Sa‘id: “Dia benar”. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid. Dan hadis yang diingkari oleh Marwan ini terhadap orang yang mengatakannya (yaitu Abu Sa‘id) bukanlah hadis yang munkar. Kenapa sesungguhnya telah terbuktikan melalui riwayat Ibnu ‘Abbas, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda di hari kemenangan:

لاَ هِجْرَةَ وَ لكِنْ جِهَادٌ وَ نِيَّةٌ وَ لكِنْ إِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوْا

Tiada hijrah lagi (sesudah ini), tetapi jihad dan niat, dan apabila kalian diperintahkan untuk berangkat berperang, maka berangkatlah.

Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkannya di dalam kitab shaḥīḥ masing-masing.

Dan pendapat yang dikemukakan oleh sebagian sahabat dari kalangan orang-orang yang ada di dalam majelis ‘Umar saat itu mempunyai alasan yang benar dan baik. Mereka mengatakan bahwa Allah telah memerintahkan kepada kita bila Dia telah memenangkan kita atas kota-kota besar dan benteng-benteng musuh, hendaknya kita memuji kepada Allah, bersyukur, dan bertasbih kepada-Nya. Yakni mengerjakan salat dan memohon ampun kepada-Nya.

Hal ini telah terbukti kebenarannya dengan adanya shalat yang dilakukan oleh Nabi s.a.w. di Makkah pada hari penaklukannya, yaitu di waktu dhuha sebanyak delapan rakaat. Maka sebagian orang mengatakan bahwa shalat itu adalah shalat dhuha. Tetapi disanggah bahwa Rasulullah s.a.w. belum pernah membiasakan shalat tersebut, lalu mengapa beliau melakukan shalat itu, padahal beliau dalam keadaan musafir dan tidak berniat untuk mukim di Makkah? Karena itulah maka beliau tinggal di Makkah hanya sampai akhir Ramadhan, yang lamanya kurang lebih sembilan belas hari; dan selama itu beliau mengqasar shalatnya. Lalu beliau berbuka bersama semua tentara kaum muslim, yang saat itu jumlahnya kurang lebih sepuluh ribu personel. Mereka yang menyanggah pendapat pertama mengatakan bahwa shalat yang dilakukan oleh mereka tidak lain adalah shalat al-Fatḥ. Mereka mengatakan bahwa untuk itu maka dianjurkan bagi pemimpin pasukan apabila mendapat kemenangan atas suatu negeri, hendaknya ia melakukan shalat di dalam negeri itu saat pertama kali dia memasukinya sebanyak delapan rakaat. Hal yang semisal telah dilakukan oleh Sa‘id ibnu Abi Waqqas di hari kemenangan atas kota-kota besar (negeri Persia).

Kemudian sebagian dari ulama mengatakan bahwa Nabi s.a.w. mengerjakan shalat yang delapan rakaat itu dengan sekali salam. Tetapi menurut pendapat yang shaḥīḥ, Nabi s.a.w. melakukan salam pada setiap dua rakaatnya, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Sunan Abū Dāūd, bahwa Rasulullah s.a.w. melakukan shalat pada tiap dua rakaat di hari kemenangan atas kota Makkah.

Adapun menurut penafsiran Ibnu ‘Abbas dan ‘Umar r.a. yang menyatakan bahwa surat ini merupakan pemberitahuan akan dekatnya kewafatan Rasulullah s.a.w., maka seperti berikut: Ketahuilah bahwa apabila Aku taklukkan Makkah untukmu karena ia adalah kota yang telah mengusirmu, dan manusia mulai memasuki agama Allah secara berbondong-bondong, maka sesungguhnya akan Kami selesaikan tugasmu di dunia. Karena itu bersiap-siaplah kamu untuk datang menghadap kepada Kami, maka negeri akhirat itu lebih baik bagimu daripada dunia. Dan sesungguhnya Tuhanmu akan memberimu pahala yang membuatmu merasa puas dengannya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَ اسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Tobat. (an-Nashr: 3)

Imam Nasa’i mengatakan, telah menceritakan kepada kami ‘Amr ibnu Manshur, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mahbub, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Hilal ibnu Khabbab, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas yang mengatakan bahwa ketika turun firman Allah s.w.t.:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (an-Nashr: 1)

sampai akhir surat. Menurut Ibnu ‘Abbas, ini merupakan berita tentang dekatnya masa kewafatan Rasulullah s.a.w. Sesudah itu beliau s.a.w. kelihatan lebih meningkatan kesungguhannya dalam urusan akhirat. Dan sesudah itu Rasulullah s.a.w. bersabda:

جَاءَ الْفَتْحُ وَ نَصْرُ اللهِ وَ جَاءَ أَهْلُ الْيَمَنِ فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَ مَا أَهْلُ الْيَمَنِ؟ قَالَ: قَوْمٌ رَقِيْقَةٌ قُلُوْبُهُمْ لَيِّنَةٌ قُلُوْبُهُمْ الإِيْمَانُ يَمَانٌ وَ الْحِكْمَةُ يَمَانِيَّةٌ وَ الْفِقْهُ يَمَانٌ

Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan dan telah datang penduduk Yaman: “Seorang lelaki bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah penduduk Yaman itu?” Rasulullah s.a.w. bersabda: “Kaum yang memiliki hati yang lembut dan watak yang lunak. Iman adalah Yaman, hikmah adalah Yaman, dan fiqih adalah Yaman.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Utsman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Manshur, dari Abud-Dhuha, dari Masruq, dari ‘A’isyah yang mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. dalam rukuk dan sujudnya memperbanyak bacaan:

سُبْحَانَكَ اللهُمَّ رَبَّنَا وَ بِحَمْدِكَ اللهُمَّ اغْفِرْ لِيْ.

Maha Suci Engkau, ya Allah, Tuhan Kami; dan dengan memuji kepada Engkau ya Allah, ampunilah aku.

Nabi s.a.w. melakukan demikian sebagai pengamalannya terhadap makna surat ini. Dan Jamaah lainnya telah mengetengahkannya selain Imam Tirmidzi melalui hadis Manshur dengan sanad yang sama.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu ‘Adiy, dari Daud, dari asy-Sya‘bi, dari Masruq yang mengatakan bahwa ‘A’isyah telah mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. di akhir usianya memperbanyak bacaan:

سُبْحَانَ اللهِ وَ بَحِمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَ أَتُوْبُ إِلَيْهِ.

Maha Suci Allah dan dengan memuji kepada-Nya, aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya.

Dan beliau s.a.w. bersabda:

إِنَّ رَبِّيْ كَانَ أَخْبَرَنِيْ أَنِّيْ سَأَرَى عَلَامَةً فِيْ أُمَّتِيْ وَ أَمَرَنِيْ إِذَا رَأَيْتُهَا أَنْ أُسَبِّحَ بِحَمْدِهِ وَ أَسْتَغْفِرَهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا، فَقَدْ رَأَيْتَهَا (إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ وَ رَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللهِ أَفْوَاجًا فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَ اسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا.

Sesungguhnya Tuhanku telah memberitahuku bahwa aku akan melihat suatu tanda (dekatnya ajalku) di kalangan umatku, dan Dia memerintahkan kepadaku apabila telah melihatnya untuk (memperbanyak) bacaan tasbih, tahmid, dan istighfar kepada-Nya, sesungguhnya Dia Maha Penerima tobat. Dan sesungguhnya aku telah melihatnya, yaitu melalui firman-Nya: “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Tobat.” (an-Nashr: 1-3)

Imam Muslim meriwayatkan melalui jalur Daud ibnu Abu Hindun dengan sanad yang sama.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abus Sa’ib, telah menceritakan kepada kami Hafsh, telah menceritakan kepada kami ‘Ashim, dari asy-Sya‘bi, dari Ummu Salamah yang mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. di penghujung usianya, tidak sekali-kali beliau berdiri, duduk, pergi, dan datang melainkan membaca:

سُبْحَانَ اللهِ وَ بَحِمْدِهِ

Maha Suci Allah dan dengan memuji kepada-Nya

Maka aku bertanya: “Wahai Rasulullah, aku telah melihatmu memperbanyak bacaan tasbīḥ dan taḥmīd kepada Allah, tidak sekali-kali engkau pergi, datang, berdiri, atau duduk melainkan engkau membaca: “Maha Suci Allah dan dengan memuji kepada-Nya.” Maka beliau s.a.w. menjawab, bahwa sesungguhnya beliau diperintahkan untuk melakukannya, lalu beliau membaca firman-Nya:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (an-Nashr: 1) hingga akhir surat.

Hadis ini berpredikat gharīb. Kami telah menulis hadis tentang kifarat majelis dengan berbagai macam jalur periwayatan dan lafaznya dalam suatu pembahasan yang terpisah, maka tidak perlu dikemukakan di sini.

Imam Ahmad mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Waki‘, dari Isra’il, dari Abu Ishaq, dari Abu ‘Ubaidah, dari ‘Abdullah yang mengatakan bahwa ketika diturunkan kepada Rasulullah s.a.w. firman Allah s.w.t. yang mengatakan:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (an-Nashr: 1)

Maka beliau memperbanyak bacaan berikut bila sedang ruku‘, yaitu:

سُبْحَانَكَ اللهُمَّ رَبَّنَا وَ بِحَمْدِكَ اللهُمَّ اغْفِرْ لِيْ. إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

Maha Suci Engkau, ya Allah, Tuhan Kami; dan dengan memuji kepada Engkau ya Allah, ampunilah daku; sesungguhnya Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.

sebanyak tiga kali. Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid. Ibnu Abi Hatim meriwayatkannya dari ayahnya, dari ‘Amr ibnu Murrah, dari Syu‘bah, dari Abu Ishaq dengan sanad yang sama.

Yang dimaksud dengan al-fatḥ di sini ialah kemenangan atas kota Makkah, menurut kesepakatan semuanya. Karena sesungguhnya kabilah-kabilah ‘Arab pada mulanya menggantungkan keislaman mereka dengan kemenangan atas kota Makkah. Mereka mengatakan: “Jika dia (Nabi s.a.w.) beroleh kemenangan atas kaumnya, berarti dia benar seorang nabi.” Dan ketika Allah s.w.t. memenangkannya atas kota Makkah, maka masuklah mereka ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong.

Belum lagi berlalu masa dua tahun, seluruh penduduk Jazirah ‘Arabia telah beriman, dan tiada suatu kabilah ‘Arab pun melainkan mereka menampakkan keislamannya. Segala puji dan harapan hanyalah dipanjatkan bagi Allah s.w.t.

Imam Bukhari di dalam kitab shaḥīḥ-nya telah meriwayatkan dari ‘Amr ibnu Salamah, bahwa ketika kemenangan atas kota Makkah diraih oleh kaum muslim, maka semua kaum berlomba-lomba menyatakan keislamannya kepada Rasulullah s.a.w. Dan sebelumnya semua kaum menggantungkan keislaman mereka dengan kemenangan atas kota Makkah. Mereka mengatakan: “Biarkanlah dia dan kaumnya; jika dia dapat menang atas mereka, berarti dia adalah seorang nabi yang baru.”

Kami telah menulis kisah tentang perang kemenangan atas kota Makkah di dalam kitab kami yang berjudul as-Sīrah. Untuk itu bagi siapa yang ingin memperoleh keterangan yang lebih detail, hendaklah ia merujuk kepada kitab tersebut; segala puji bagi Allah atas karunia-Nya.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu‘awiyah ibnu ‘Amr, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, dari al-Auza‘i, telah menceritakan kepadaku Abu ‘Ammar, telah menceritakan kepadaku seorang tetangga, dari Jabir ibnu ‘Abdullah. Dia menceritakan bahwa ketika ia baru datang dari suatu perjalanan, tiba-tiba Jabir ibnu ‘Abdullah datang berkunjung ke rumahnya. Jabir mengucapkan salam kepadanya, kemudian aku ceritakan kepadanya tentang terpecah belahnya manusia dan hal ihwal kebid‘ahan yang mereka buat-buat. Maka Jabir saat itu juga menangis.

Kemudian Jabir r.a. berkata bahwa dirinya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:

إِنَّ النَّاسَ دَخَلُوْا فِيْ دِيْنِ اللهِ أَفْوَاجًا وَ سَيَخْرُجُوْنَ مِنْهُ أَفْوَاجًا.

Sesungguhnya manusia masuk ke dalam agama Allah secara berbondong-bondong, dan kelak mereka akan keluar darinya secara berbondong-bondong (pula).

Demikianlah akhir tafsir sūrat-un-Nashr, segala puji bagi Allah s.w.t. atas semua karunia-Nya.

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.