Surah an-Nashr 110 ~ Tafsir al-Munir – Marah Labid

TAFSĪR AL-MUNĪR
(MARĀḤ LABĪD)
(Judul Asli: At-Tafsīr-ul-Munīru Lima‘ālim-it-Tanzīl)
Penyusun: Al-‘Allamah asy-Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi (Banten).

(Jilid ke 6 dari Surah al-Aḥqāf s.d. an-Nās)

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar, L.C.
Dibantu oleh: H. Anwar Abu Baka, L.C.

Penerbit: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung

سُوْرَةُ النَّصْرِ

SURAH AN-NASHR

Nama lain dari surah an-Nashr adalah surah Taudhi‘, karena di dalamnya terkandung makna yang menunjukkan makna berpisah dengan dunia. Menurut Ibnu ‘Abbās surah ini merupakan surah yang terakhir diturunkan dan termasuk ke dalam kelompok surah Madaniyyah. Terdiri atas tiga ayat, dua puluh kalimat, dan tujuh puluh sembilan huruf.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

 

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ

  1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (an-Nashr [110]: 1).

(إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ) “Apabila telah datang pertolongan Allah” jika turunnya surah ini terjadi sebelum penaklukan Makkah, maka Idzā menjadi zharaf mustaqbal, jawabnya adalah Fasabbiḥ. Jika turunnya surah ini dianggap setelah Makkah ditaklukkan, maka Idzā bermakna Idz yang bermakna mādhī, berarti ia ber-ta‘alluq kepada lafal yang diperkirakan keberadaannya. Yakni Allah telah menyempurnakan urusan agama ini dan melengkapi nikmat-Nya, karena telah terjadi pertolongan Allah kepadamu sehingga kamu dapat mengalahkan musuhmu.

(وَ الْفَتْحُ) “dan kemenangan” yakni kemenangan atas kota Makkah yang disebut dengan istilah al-fatḥ atau kemenangan yang besar yang peristiwanya terjadi pada tanggal sepuluh bulan Ramadhān tahun delapan Hijriyyah.

Sesungguhnya Rasūlullāh s.a.w. keluar dari Madīnah bersama dengan sepuluh ribu personil dari kalangan kaum Muhājirīn dan kaum Anshār serta beberapa golongan orang ‘Arab Badui, sampai beliau turun beristirahat dan bermarkas di jalan Zhahran. Lalu datanglah al-‘Abbās dan Abū Sufyān untuk menghadap kepadanya, tetapi beliau hanya memberi izin kepada pamannya saja. Oleh karena itu, Abū Sufyān berkata: “Jika engkau tidak memberiku izin menemuimu, maka aku akan pergi bersama dengan anakku ke padang sahara hingga aku mati kelaparan dan kehausan.” Nabi s.a.w. pun kasihan melihatnya lalu memberi izin kepadanya untuk menemuinya.

Rasūlullāh s.a.w. bersabda kepada Abū Sufyān:

أَلَمْ يَئْنِ أَنْ تُسَلِّمَ وَ تَوَحَّدَ؟

Belumkah tiba waktunya bagimu untuk masuk Islam dan mengesakan Allah?

Abū Sufyān menjawab: “Aku yakin bahwa Dia adalah Esa, seandainya di sini ada selain Allah tentulah kami beroleh pertolongan.” Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

أَلَمْ يَئْنِ أَنْ تَعْرِفَ أَنِّيْ رَسُوْلُهُ.

Belum tibakah waktunya bagimu untuk mengakui bahwa aku adalah utusan Allah?

Abū Sufyān menjawab: “Sesungguhnya aku masih ragu tentang hal itu.” Lalu al-‘Abbās berkata: “Masuk Islamlah sebelum ‘Umar membunuhmu.” Abū Sufyān berkata: “Lalu apa yang harus ku lakukan terhadap ‘Uzza?”

‘Umar berkata: “Seandainya engkau tidak sedang berada di hadapan Rasūlullāh, niscaya aku tebas lehermu.” Abū Sufyān berkata: “Hai Muḥammad, bukankah lebih baik bagimu bila engkau membiarkan orang-orang kampung itu dan engkau berdamai dengan kaummu serta kerabatmu. Karena sesungguhnya penduduk Makkah itu adalah golonganmu dan kaum kerabatmu. Namun engkau mengancam mereka untuk menyerang dan memeranginya.”

Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

هؤُلَاءِ نَصَرُوْنِيْ وَ أَعَانُوْنِيْ وَ ذَبُّوْا عَنْ حَرِيْمِيْ وَ أَهْلُ مَكَّةَ أَخْرَجُوْنِيْ وَ ظَلَمُوْنِيْ فَإِنْ هُمْ أُسِرُوْا فَبِسُوْءِ صَنِيْعِهِمْ.

Mereka telah menolongku, membantuku, dan membela kehormatanku, sedangkan penduduk Makkah telah mengusirku dan menganiayaku. Jika mereka ditawan, maka hal itu karena perbuatan mereka yang jahat.

Lalu Nabi s.a.w. memerintahkan kepada al-‘Abbās agar membawa Abū Sufyān ke tempat pengawasan supaya Abū Sufyān melihat markas pasukan kaum muslim. Setelah itu, Abū Sufyān berangkat dan masuk ke Makkah dan mengatakan: “Sesungguhnya Muḥammad datang dengan bala tentara yang tidak ada seorang pun dapat menahannya.”

Ketika Abū Sufyān mendengar adzan untuk melaksanakan shalat Shubuh yang diserukan oleh kaum muslim, yang berjumlah sepuluh ribu orang, ia sangat terkejut. Lalu ia menanyakan hal itu kepada al-‘Abbās, lalu al-‘Abbās menceritakan perihal shalat kaum muslim kepadanya.

Rasūlullāh s.a.w. memasuki Makkah dengan mengendarai unta, sedangkan jenggotnya menyentuh bagian depan pelananya seakan-akan seperti orang yang bersujud sebagai ungkapan rendah diri dan rasa syukur kepada Allah s.w.t. Kemudian Abū Sufyān meminta jaminan keamanan kepadanya, maka beliau bersabda:

مَنْ دَخَلَ دَارَ أَبِيْ سُفْيَانَ فَهُوَ آمِنٌ.

Barang siapa yang masuk ke rumah Abū Sufyān, maka dia aman.

Abū Sufyān menjawab: “Rumahku cukup untuk berapa orang?” Nabi s.a.w. bersabda:

مَنْ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَهُوَ آمِنٌ.

Dan barang siapa yang masuk ke Masjid-il-Ḥaram, maka dia aman.

Abū Sufyān berkata lagi: “Masjid itu cukup untuk berapa orang?” Nabi s.a.w. bersabda lagi:

مَنْ أَلْقَى سِلَاحَهُ فَهُوَ آمِنٌ وَ مَنْ أَغْلَقَ بَابَهُ فَهُوَ آمِنٌ.

Barang siapa yang menanggalkan sejatanya, maka dia aman, dan barang siapa yang mengunci pintu rumahnya, maka dia aman.

Kemudian Rasūlullāh s.a.w. berdiri di depan pintu Masjid-il-Ḥaram lalu bersabda:

لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَ نَصَرَ عَبْدَهُ وَ هَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ.

Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu bagimu. Dia telah membenarkan janji-Nya, menolong hamba-Nya, dan mengalahkan musuh-Nya sendirian.

Selanjutnya Rasūlullāh s.a.w. bertanya:

يَا أَهْلَ مَكَّةَ مَا تَرَوْنَ أَنِّيْ فَاعِلٌ بِكُمْ.

Hai penduduk Makkah, apa pendapat kalian tentang sesuatu yang akan aku lakukan terhadap dirimu?

Mereka menjawab: “Engkau adalah saudara yang pemurah dan putra saudara yang pemurah.” Maka Nabi s.a.w. bersabda:

اِذْهَبُوْا فَأَنْتُمُ الطُّلَقَاءُ.

Pergilah kamu, kamu adalah orang-orang yang dibebaskan!

Rasūlullāh s.a.w. pun memerdekakan mereka, padahal Allah telah menguasakan diri mereka kepada Nabi s.a.w. dengan paksa. Penduduk Makkah pasrah dan menyerah tanpa syarat kepada Nabi s.a.w., oleh karena itu penduduk Makkah disebut sebagai Thulaqa’, atau orang-orang yang dimerdekakan.

Setelah itu, seluruh penduduk Makkah menyatakan janji setia mereka kepada Nabi s.a.w. untuk membela Islam, dan Nabi s.a.w. tinggal di Makkah selama lima belas malam. Setelah itu, beliau keluar menuju ke tempat kabilah Hawazin.

Menurut qiraat yang lain ada yang membacanya Idzā Jā’a Fathullāhi Wan-Nashru.

وَ رَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللهِ أَفْوَاجًا

  1. dan kamu melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah. (an-Nashr [110]: 2).

(وَ رَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللهِ أَفْوَاجًا) “dan kamu melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah” yakni engkau melihat manusia masuk ke dalam agama Islam dengan berduyun-duyun seperti dari kalangan penduduk Makkah, penduduk Thā’if, negeri Yaman, kabilah Hawazin dan kabilah-kabilah ‘Arab yang lainnya. Padahal, sebelumnya mereka masuk Islam hanya seorang demi seorang atau dua orang.

Menurut qira’at yang lain ada yang membacanya Yudkhalūna dalam bentuk Mabnī Maf‘ūl, yakni mereka dimasukkan ke dalam agama Islam.

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَ اسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا.

  1. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia adalah Maha Penerima tobat. (an-Nashr [110]: 3).

 

(فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ.) “Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu” yakni katakanlah Subḥānallāh, Maha Suci Allah dengan memuji-Nya.

(وَ اسْتَغْفِرْهُ) “dan mohonlah ampunan kepada-Nya” yakni mintalah ampunan kepada-Nya dengan menekan kemauanmu dan menganggap remeh ‘amalmu, dan menganggap besar hak-hak Allah setara untuk menutupi kelalaian yang pernah engkau lakukan karena meninggalkan hal yang lebih utama.

Seakan-akan Allah s.w.t. berfirman bahwa apabila datang pertolongan Allah kepadamu dan kaum mu’min serta kemenangan telah kamu peroleh dan engkau milihat manusia mulai memasuki agamamu dalam jumlah yang besar, maka sibukkanlah dirimu dengan bertasbih, bertahmid, dan memohon ampun.

(إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا) “Sesungguhnya, Dia adalah Maha Penerima tobat” yakni sesungguhnya Allah s.w.t. Maha Penerima tobat sebagian besar orang-orang yang bertobat.

Tobat adalah kembali kepada Allah disertai dengan penyesalan, karena seseorang itu adakalanya mengatakan: “Aku memohon ampunan kepada Allah,” padahal dia bukan orang yang bertobat, karena dia berdusta. Oleh karena itu, bentuk lengkap kalam adalah sebagai berikut: Mohonlah ampunan kepada-Nya dengan bertobat. Dalam ungkapan ini terkandung peringatan yang menunjukkan bahwa penutup semua perbuatan atau ‘amal itu adalah tobat dan istighfar, demikian pula penutup usia.

Diriwayatkan bahwa Nabi s.a.w. tidak pernah duduk di suatu majelis selain selalu diakhirnya dengan bacaan istighfar. Diriwayatkan pula dari Siti ‘Ā’isyah r.a. bahwa dalam pengujung urusannya Nabi Allah tidaklah berdiri, tidak duduk dan tidak pergi serta tidak pula datang selain mengucapkan:

سُبْحَانَ اللهِ وَ بِحَمْدِهِ.

Maha Suci Allah dan dengan memuji kepada-Nya.

Maka aku bertanya: “Wahai Rasālullūh, sesungguhnya engkau banyak mengucapkan kalimat Subḥānallāhi wa biḥamdihi.” Lalu beliau menjawab:

إِنِّيْ أُمِرْتُ بِهَا.

Sesungguhnya aku diperintahkan untuk mengucapkannya.

Kemudian beliau membaca firman-Nya:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ

  1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (an-Nashr [110]: 1) hingga akhir surah.

Diriwayatkan pula dari Ibnu Mas‘ūd bahwa setelah surah ini diturunkan, Nabi s.a.w. banyak mengucapkan kalimat:

سُبْحَانَكَ اللهُمَّ وَ بِحَمْدِكَ اللهُمَّ اغْفِرْ لِيْ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُوْرُ.

Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji Engkau Ya Allah, ampunilah bagiku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Penerima Tobat, Maha Pengampun.

Muqatil mengatakan bahwa ketika surah ini diturunkan Nabi s.a.w. membacakannya kepada para sahabat, di antara mereka terdapat Abū Bakar, ‘Umar, Sa‘d ibnu Abī Waqqāsh dan al-‘Abbās, lalu mereka merasa senang dan gembira karenanya, tetapi al-‘Abbās menangis, maka Nabi s.a.w. bertanya:

مَا يَبْكِيْكَ يَا عَمِّ؟

Wahai paman, apakah yang membuatmu menangis?

Al-‘Abbās menjawab: “Aku merasa berbela-sungkawa kepadamu,” yakni engkau baru saja diberi tahu tentang dekatnya masa kematianmu. Maka Nabi s.a.w. bersabda:

إِنَّهُ كَمَا قُلْتَ.

Sesungguhnya perihal yang sebenarnya adalah seperti yang engkau katakan.

Nabi s.a.w. hidup sesudahnya selama enam puluh hari atau dua bulan, selama itu beliau tidak pernah tertawa ataupun berwajah cerah.

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar bahwa surah ini diturunkan di Minā pada saat haji wada‘ setelah itu turunlah firman-Nya:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ.

Pada hari ini telah Ku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Ku cukupkan nikmat-Ku kepadamu. (al-Mā’idah: 3).

Nabi s.a.w. hidup sesudahnya selama delapan puluh hari, kemudian turunlah ayat Kalālah, dan sesudahnya beliau hidup selama lima puluh hari. Kemduian turunlah firman-Nya:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ.

Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri. (at-Taubah [9]: 128).

Kemudian Nabi s.a.w. sesudahnya hidup selama tiga puluh lima hari, lalu turunlah firman-Nya:

وَ اتَّقُوْا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ إِلَى اللهِ.

Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. (al-Baqarah [2]: 281).

Sesudahnya Nabi s.a.w. hidup selama dua puluh satu hari dan menurut pendapat yang lain disebutkan sebelas hari, dan menurut pendapat yang lainnya lagi disebutkan tujuh hari, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Rasūlullāh s.a.w. wafat pada bulan Rabī‘-ul-Awwal tanggal dua belas, sebagaimana hijrahnya pada bulan dan tanggal yang sama, demikian pula kelahirannya menurut pendapat yang masyhur.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *