Surah an-Nashr 110 ~ Tafsir al-Munir (az-Zuhaili) (1/2)

Dari Buku:
Tafsir al-Munir
(Jilid 15 Juz 29-30)
Oleh: Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili

Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk.
Penerbit: GEMA INSANI

Rangkaian Pos: Surah an-Nashr 110 ~ Tafsir al-Munir (az-Zuhaili)

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

SURAH AN-NASHR

MADANIYYAH, TIGA AYAT

Penamaan Surah

Dinamakan surah an-Nashr karena dimulai dengan firman Allah s.w.t.: (إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ) yakni penaklukan yang besar dan kemenangan yang dinamakan penaklukan dari segala penaklukan, yaitu penaklukan kota Makkah. Surah ini juga dinamakan surah at-Taudī‘.

Persesuaian Surah Ini Dengan Surah Sebelumnya.

Di akhir surah sebelumnya Allah s.w.t. memberitahu perbedaan agama Islam yang dibawa oleh Rasul dengan agama kaum kafir. Di surah ini Allah s.w.t. memberitahu bahwa agama Nabi s.a.w. akan menang saat kemenangan tiba sehingga menjadi agama yang dipeluk oleh kebanyakan manusia. Hal itu menjelaskan karunia Allah s.w.t. kepada Nabi s.a.w. dengan memberi beliau kemenangan, tersebarnya agama Islam dan berbondong-bondongnya manusia untuk memeluk agama Allah ini. Demikian juga hal itu mengisyaratkan bahwa ajal Rasulullah s.a.w. akan segera datang.

Kandungan Surah

Menurut ijma‘ ulama, surah Madaniyyah ini mengisyaratkan penaklukan kota Makkah, kemenangan Nabi s.a.w. atas kaum musyrikin, tersebarnya agama Islam ke seluruh penjuru jazirah ‘Arab, kerugian syirik dan kaum pagan, kabar dekatnya ajal Nabi s.a.w. serta perintah Allah untuk bertasbih, bertahmid dan beristighfar kepada-Nya.

Keutamaan Surah

Dalam tafsir surah az-Zilzalah telah dijelaskan bahwa di dalam hadits Tirmidzi dari Anas bin Malik bahwa surah ini sebanding dengan seperempat al-Qur’an dan surah az-Zilzalah sebanding dengan seperempat al-Qur’an. An-Nasa’i juga meriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah, ia berkata: “Ibnu ‘Abbas berkata kepadaku: “Wahai ‘Utbah, tahukan kamu surah al-Qur’an yang terakhir turun? Aku menjawab: “Iya, yaitu surah an-Nashr.” Dia menjawab: “Kamu benar.”

Al-Hafizh Abu Bakar al-Bazzar dan al-Hafizh al-Baihaqi dari Ibnu ‘Umar, ia berkata: “Surah ini (surah an-Nashr) diturunkan kepada Rasulullah s.a.w. saat tengah-tengah hari tasyrik pada waktu Haji Wada‘. Lantas beliau pergi dengan mengendarai unta beliau. Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah di depan manusia yang dikenal dengan khutbah Haji Wada‘.”

Sebab Turunnya Surah

Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Pernah suatu hari ‘Umar bin Khaththab r.a. mengumpulkanku dengan para pahlawan Perang Badar. Seakan-akan salah seorang di antara mereka ada yang marah.” Lantas suatu hari ‘Umar mengumpulkan Ibnu ‘Abbas dengan para pahlawan Perang Badar. Ibnu ‘Abbas berkata: “Aku tidak memahami maksud ‘Umar memanggilku untuk berkumpul dengan mereka saat itu melainkan ia hendak menunjukkan kepada mereka keutamaanku.” Lantas ‘Umar bertanya: “Apa pendapat kalian mengenai firman Allah s.w.t. dalam surah an-Nashr: (إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ)?” Salah seorang dari mereka menjawab: “Allah s.w.t. memerintahkan kita untuk bertahmid dan beristighfar kepada-Nya jika Dia menolong dan memberi kita kemenangan.” Yang lainnya hanya terdiam, tidak berkata apa pun. Lantas ‘Umar berkata kepadaku: “Apakah demikian yang kamu katakan wahai Ibnu ‘Abbas?” Aku menjawab: “Tidak.” Ia bertanya: “Lantas apa menurutmu?” Aku menjawab: (إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ) Itu merupakan isyarat ajal Rasulullah s.a.w. yang Allah beritahukan kepada beliau. Datangnya kemenangan dan penaklukan adalah tanda ajal beliau.” ‘Umar berkata: “Aku tidak mengetahui dari (tafsiran) surah itu melainkan apa yang kamu katakan.”

Waktu Turunnya Surah Ini

Ada dua pendapat dalam hal ini.

Pertama, Fatḥu Makkah terjadi pada tahun kedelapan di bulan Ramadhan dan surah ini turun pada tahun kesepuluh. Diriwayatkan bahwa Nabi s.a.w. hidup selama tujuh puluh hari pascaturunnya surah ini. Beliau wafat pada bulan Rabī‘-ul-Awwal tahun sepuluh. Oleh karena itu dinamakan surah at-Taudī‘ (perpisahan).

Kedua, surah ini turun sebelum terjadi Fatḥu Makkah. Surah ini merupakan janji bagi Rasulullah s.a.w. bahwa Allah akan menolong beliau untuk mengalahkan orang-orang kafir Makkah dan menaklukkan kota Makkah untuk beliau. Ayat senada dengan ini adalah firman Allah s.w.t.:

Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan engkau (Muhammad) untuk (melaksanakan hukum-hukum) al-Qur’an, benar-benar akan mengembalikanmu ke tempat kembali.” (al-Qashash: 85).

Firman Allah s.w.t. (إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ) menunjukkan waktu yang akan datang karena sesuatu yang telah terjadi tidak dikatakan (إِذَا) yang berarti “jika”.

Berdasarkan pendapat ini, pemberitahuan penaklukan kota Makkah sebelum terjadinya merupakan pemberitahuan sesuatu yang gaib sebagai mu‘jizat dan itu termasuk tanda-tanda kenabian. (2651).

Pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama, dengan dalil perkataan Ibnu ‘Umar: “Surah ini turun di Mina pada waktu Haji Wada‘. Kemudian turunlah ayat tiga surah al-Mā’idah (الْيَوْمَ أَكْمَلَتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ) Pascaturunnya kedua ayat tersebut, Rasulullah s.a.w. masih hidup selama delapan puluh hari. Kemudian turunlah tentang Kalalah di akhir surah an-Nisā’, dan beliau masih hidup selama lima puluh hari setelah ayat tersebut. Setelah itu turunlah ayat 128 dari surah at-Taubah (لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ), dan beliau masih hidup selama tiga puluh lima hari setelahnya. Kemudian turunlah ayat 281 surah al-Baqarah (وَ اتَّقُوْا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ إِلَى اللهِ), dan beliau hidup dua puluh satu hari setelahnya. Muqatil berkata: “Beliau hidup tujuh hari setelah ayat tersebut.” (2662).

Akan tetapi ar-Razi berkata: “Pendapat yang paling benar adalah bahwa surah ini turun sebelum terjadi Fatḥu Makkah.

 

Fatḥu Makkah (Penaklukan Kota Makkah)

Sūrat-un-Nashr, Ayat: 1-3.

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ. وَ رَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللهِ أَفْوَاجًا. فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَ اسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا.

110:1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.

110:2. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong.

110:3. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat.

I‘rāb

(إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ) perkiraan kalimat lengapnya (إِذَا جَاءَكَ نَصْرُ اللهِ) lantas dhamīr mukhāthab (كَ) yang berkedudukan sebagai maf‘ūl bih dihilangkan. Jawab dari (إِذَا) bisa jadi firman Allah s.w.t. (فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ) dan huruf fā’ dalam hal ini tidak dilarang menurut pendapat jumhur. Atau jawabnya dihilangkan perkiraan kalimatnya (إِذَا جَاءَكَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ، جَاءَ أَجَلُكَ), Yang merupakan ‘āmil dalam (إِذَا).

(وَ رَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللهِ أَفْوَاجًا) kata (يَدْخُلُوْنَ) adalah jumlah fi‘liyyah yang di-nashab karena berkedudukan sebagai ḥāl dari kata (النَّاسَ). Kata (أَفْوَاجًا) di-nashab berdasarkan ḥāl dari wawu jama‘ pada kalimat (يَدْخُلُوْنَ).

Balaghah

(إِذَا جَاءَكَ نَصْرُ اللهِ وَ الْفَتْحُ) dalam kalimat ini terdapat penyebutan kata yang lebih khusus al-Fatḥ (penaklukan) setelah kata yang umum an-Nashr (pertolongan). Karena pertolongan Allah s.w.t. meliputi segala bentuk penaklukan. Ar-Razi berkata: “Pertolongan itu berupa kemenangan atas kaum kafir Quraisy, atau atas seluruh orang-orang ‘Arab. Lantas penaklukan kota Makkah di-‘athaf-kan kepada an-Nashr sebagai bentuk penghormatan terhadap eksistensinya.”

(وَ رَأَيْتَ النَّاسَ) katan an-Nās (manusia) adalah kata umum yang dimaksudkan khusus, yaitu orang-orang ‘Arab.

(دِيْنِ اللهِ) agama Allah yaitu Islam. Agama Islam di-idhāfah-kan kepada lafazh jalālah bertujuan untuk memuliakan dan mengagungkan agama tersebut, seperti kata baitullāh dan nāqatullāh

(إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا) kata at-Tawwāb merupakan shīghat mubālaghah dengan wazan (فَعَّال).

Mufradāt Lughawuiyyah

(نَصْرُ اللهِ) kata an-Nashr berarti bantuan atau pertolongan untuk memperoleh sesuatu yang diminta.

(وَ الْفَتْحُ) memperoleh sesuatu yang diminta yang sebelumnya tertangguhkan atau maknanya memutuskan salah satu kelompok dari dua kelompok yang saling berperang. Maksud dari ayat ini adalah penaklukan kota Makkah. Perbedaan antara an-Nashr dan al-Fatḥu adalah an-Nashr merupakan sebab untuk terwujudnya al-Fatḥu. Oleh karena itu, Allah s.w.t. memulainya dengan menyebutkan an-Nashr terlebih dahulu, lantas kata al-Fatḥu di-‘athaf-kan kepadanya.

(دِيْنِ اللهِ) agama Allah, yaitu Islam.

(أَفْوَاجًا) beberapa kelompok yang sangat banyak, seperti penduduk Makkah, Tha’if, Yaman, Hawazin, dan seluruh kabilah-kabilah ‘Arab. Kata Afwāj adalah bentuk jama‘ dari kata Fauj yang berarti kelompok dan golongan. Banyak kelompok yang telah masuk Islam secara massal, setelah sebelumnya orang masuk Islam secara personal. Itu terjadi pascapenaklukan kota Makkah di mana orang-orang ‘Arab dari berbagai penjuru datang dan menyatakan masuk Islam.

(فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ) yakni sucikanlah Allah seraya memuji segala karunia nikmat-Nya. Diriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. tatkala masuk Makkah, beliau mulai dengan mendatangi masjid, lantas masuk Ka‘bah dan shalat delapan raka‘at.

(وَ اسْتَغْفِرْهُ) mintalah ampunan kepada-Nya bagimu dan bagi orang-orang yang mengikutimu. Istighfār (permintaan ampunan) yang dilakukan Nabi s.a.w. karena pernah meninggalkan (نَشى) sesuatu yang lebih mulia dan diikuti oleh orang lain, bukan karena melakukan kemaksiatan atau dosa. Pascaturunnya surah ini, Rasulullah s.a.w. senantiasa memperbanyak bacaan (سُبْحَانَ اللهِ وَ بِحَمْدِهِ، وَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَ أَتُوْبُ إِلَيْهِ) “Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Aku meminta ampun dan bertobat kepada-Nya.” Dari hal itu dapat diketahui semakin dekat ajal beliau. Beliau wafat dua tahun pascapenaklukan kota Makkah pada tahun 10 H.

Catatan:

  1. 265). Tafsīr-ur-Rāzī: 32/155.
  2. 266). Tafsīr-ul-Qurthubī: 20/233.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *