Surah an-Naba’ 78 ~ Tafsir al-Azhar (1/3)

Dari Buku:
Tafsir al-Azhar
Oleh: Prof. Dr. HAMKA

Penerbit: PT. Pustaka Islam Surabaya

Rangkaian Pos: Surah an-Naba' 78 ~ Tafsir al-Azhar

Sūrat-un-Naba’
(Berita)

Surat ke-78, 40 Ayat
Diturunkan di Makkah

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang

 

عَمَّ يَتَسَاءَلُوْنَ. عَنِ النَّبَإِ الْعَظِيْمِ. الَّذِيْ هُمْ فِيْهِ مُخْتَلِفُوْنَ. كَلَّا سَيَعْلَمُوْنَ. ثُمَّ كَلَّا سَيَعْلَمُوْنَ. أَلَمْ نَجْعَلِ الْأَرْضَ مِهَادًا. وَ الْجِبَالَ أَوْتَادًا. وَ خَلَقْنَاكُمْ أَزْوَاجًا. وَ جَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا. وَ جَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاسًا. وَ جَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا. وَ بَنَيْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعًا شِدَادًا. وَ جَعَلْنَا سِرَاجًا وَهَّاجًا. وَ أَنزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا. لِنُخْرِجَ بِهِ حَبًّا وَ نَبَاتًا. وَ جَنَّاتٍ أَلْفَافًا. إِنَّ يَوْمَ الْفَصْلِ كَانَ مِيْقَاتًا. يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّوْرِ فَتَأْتُوْنَ أَفْوَاجًا. وَ فُتِحَتِ السَّمَاءُ فَكَانَتْ أَبْوَابًا. وَ سُيِّرَتِ الْجِبَالُ فَكَانَتْ سَرَابًا. إِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًا. لِلْطَّاغِيْنَ مَآبًا. لَابِثِيْنَ فِيْهَا أَحْقَابًا. لَّا يَذُوْقُوْنَ فِيْهَا بَرْدًا وَ لَا شَرَابًا. إِلَّا حَمِيْمًا وَ غَسَّاقًا. جَزَاءً وِفَاقًا. إِنَّهُمْ كَانُوْا لَا يَرْجُوْنَ حِسَابًا. وَ كَذَّبُوْا بِآيَاتِنَا كِذَّابًا. وَ كُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ كِتَابًا. فَذُوْقُوْا فَلَنْ نَّزِيْدَكُمْ إِلَّا عَذَابًا. إِنَّ لِلْمُتَّقِيْنَ مَفَازًا. حَدَائِقَ وَ أَعْنَابًا. وَ كَوَاعِبَ أَتْرَابًا. وَ كَأْسًا دِهَاقًا. لَّا يَسْمَعُوْنَ فِيْهَا لَغْوًا وَ لَا كِذَّابًا. جَزَاءً مِّنْ رَّبِّكَ عَطَاءً حِسَابًا. رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ مَا بَيْنَهُمَا الرَّحْمنِ لَا يَمْلِكُوْنَ مِنْهُ خِطَابًا. يَوْمَ يَقُوْمُ الرُّوْحُ وَ الْمَلآئِكَةُ صَفًّا لَّا يَتَكَلَّمُوْنَ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمنُ وَ قَالَ صَوَابًا. ذلِكَ الْيَوْمُ الْحَقُّ فَمَنْ شَاءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ مَآبًا. إِنَّا أَنْذَرْنَاكُمْ عَذَابًا قَرِيْبًا يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَ يَقُوْلُ الْكَافِرُ يَا لَيْتَنِيْ كُنْتُ تُرَابًا.

78:1. Tentang apakah mereka saling bertanya?
78:2. Tentang berita yang besar,
78:3. Yang mereka perselisihkan tentang ini.
78:4. Sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui,
78:5. Kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui.
78:6. Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?
78:7. Dan gunung-gunung sebagai pasak?
78:8. Dan Kami jadikan kalian berpasang-pasangan,
78:9. Dan Kami jadikan tidur kalian untuk istirahat,
78:10. Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian,
78:11. Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan,
78:12. Dan Kami bangun di atas kalian tujuh buah (langit) yang kokoh,
78:13. Dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari),
78:14. Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah,
78:15. Supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan,
78:16. Dan kebun-kebun yang lebat?
78:17. Sesungguhnya Hari Keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan,
78:18. Yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala, lalu kamu datang berkelompok-kelompok,
78:19. Dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu;
78:20. Dan dijalankanlah gunung-gunung, maka menjadi fatamorganalah ia.
78:21. Sesungguhnya neraka Jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai,
78:22. Lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas,
78:23. Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya,
78:24. Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman,
78:25. Selain air yang mendidih dan nanah,
78:26. Sebagai pembalasan yang setimpal.
78:27. Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab,
78:28. Dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya.
78:29. Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab.
78:30. Karena itu, rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain dari azab.
78:31. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan,
78:32. (Yaitu) kebun-kebun dan buah anggur,
78:33. Dan gadis-gadis remaja yang sebaya,
78:34. Dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman).
78:35. Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta.
78:36. Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak.
78:37. Tuhan Yang Memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; Yang Maha Pemurah. Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia.
78:38. Pada hari, ketika roh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar.
78:39. Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barang siapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.
78:40. Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepada kalian (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah.”

BERITA YANG BESAR

“Dari hal apakah mereka tanya-bertanya?” (ayat 1). Atau, soal apakah yang mereka pertengkarkan atau persoalkan di antara sesama mereka? Mengapa mereka jadi bertengkar tidak berkesudahan?

Yang mereka tanya-bertanyakan, yang mereka persoalkan, menjadi buah tutur di mana mereka berkumpul sesama mereka, yaitu kaum Quraisy itu, ialah: “Dari hal satu berita besar!” (ayat 2).

Adalah satu berita besar bagi mereka itu seketika Muhammad SAW anak Abdullah, yang mereka kenal sejak dari masa kecilnya sampai masa remajanya dan sekarang telah meningkat usia lebih dari empat puluh tahun telah mengeluarkan suatu pendirian yang berbeda sama sekali daripada apa yang mereka harapkan. Dia mengaku dirinya mendapat wahyu dari Tuhan: Dia mengaku Malaikat Jibril diutus Allah menemuinya buat menyampaikan wahyu itu. Dan wahyu-wahyu yang disampaikannya itu sangatlah menggoncangkan masyarakat. Dia melarang menyembah berhala yang selama ini menjadi dasar agama kaumnya. Dan dia pun mengatakan pula bahwa di belakang hari yang sekarang ini, yaitu setelah kita mati, kita semuanya ini akan hidup kembali dalam alam lain yang bernama alam Akhirat. Di sana akan diperhitungkan amalan manusia. Dosa yang tidak akan diampuni, kalau tidak taubat betul-betul, ialah dosa mempersekutukan Allah dengan yang lain.

Mereka tanya-bertanya, berbisik hilir berbisik mudik, di “Darun-Nadwah” tempat mereka biasa berkumpul, ataupun di dalam Mesjid, atau di mana saja. Yang jadi berita hangat ialah soal ini; soal Al-Quran yang dinamai wahyu, soal Kiamat dan soal kebencian kepada penyembahan berhala. Itulah semua: “Yang telah mereka perselisihkan padanya.” (ayat 3).

Niscaya perselisihan itu tidak akan putus-putus. Tanya-bertanya di antara yang satu dengan yang lain tiadakan terhenti, karena semuanya hanya akan memperturutkan pertimbangan sendiri.

“Jangan!” (pangkal ayat 4). Artinya tidaklah ada perlunya dipertengkarkan atau mereka tanya-bertanya dalam soal yang besar itu, karena: “Kelak mereka akan tahu.” (ujung ayat 4). Tegasnya kalau mereka bertengkar atau tanya-bertanya dalam persoalan yang besar itu, sehingga keputusan tidak ada, namun akhir kelaknya mereka pasti akan tahu juga, atau segala yang mereka tanya-bertanyakan itu tidak lama lagi pasti menjadi kenyataan, karena ketentuan yang digariskan oleh Allah, tidak ada tenaga manusia yang dapat menahannya.

“Kemudian itu!” (pangkal ayat 5). Kemudian itu diperingatkanlah untuk kesekian kalinya, “Sekali-kali jangan!” Bertengkar bertanya-tanyaan juga, karena tidak akan ada faedahnya menggantang asap mengkhayalkan kehendak yang telah tertentu dari Allah dengan hanya meraba-raba dalam kegelapan jahil: “Kelak mereka akan tahu!” (ujung ayat 5).

Segala keragu-raguan yang menimbulkan berbagai macam pertanyaan kian sehari akan kian sirna, sebab al-Quran kian sehari akan kian jelas.

Menurut suatu riwayat yang dibawakan oleh ahli-ahli tafsir, soal yang lebih menjadi soal yang dipertanya-tanyakan di antara mereka, terlebih dari yang lain ialah soal dibangkitkan sesudah mati itu, (yaumal ba’ts).

Sebagai tersebut di dalam Surat 36 (Yaa-Siin) ayat 78, pernah ada di antara mereka yang memungut tulang yang telah lapuk dari tanah, lalu bertanya kepada Nabi SAW: “Siapakah pula yang akan dapat menghidupkan kembali tulang belulang ini padahal ia telah lapuk?” Sampai Nabi disuruh menjawab (ayat 79): “Yang akan menghidupkannya ialah yang menjadikannya pertama kali.”

Kesimpulan dari ayat-ayat ini ialah, pertanyaan yang timbul di antara sesamamu itu kelak akan terjawab dengan sendirinya, karena wahyu akan turun lagi dan keterangan akan bertambah lagi, dan pembuktian pun akan diperlihatkan. Sebab itu bersedialah buat beriman.

ALANGKAH HEBATNYA PENCIPTAAN TUHAN

Dengan sepuluh ayat, dari ayat 6 sampai ayat 16 terbukalah kepada kita bagaimana caranya Allah mendidik dan membawa manusia kepada berfikiran luas, agar dia jangan hanya terkurung dalam batas-batas fikiran sempit, sehingga dia tidak tahu jalan mana yang harus dilaluinya supaya dia bertemu dengan jawaban soal besar yang dipertanya-tanyakan itu.

Insafilah dimana engkau tegak sekarang, karena kehendak siapa engkau datang ke dalam hidup ini: “Bukankah telah Kami jadikan bumi itu terbentang?” (ayat 6).

“Bumi terbentang” – suatu ungkapan yang Maha Indah dari Allah sendiri. Boleh juga disebut bumi terhampar, laksana menghamparkan permadani, yang kamu Insan diberi tempat yang luas buat hidup di atas bumi yang dibentangkan itu. Untuk siapa bumi itu, kalau bukan untuk kamu? Dan segala yang ada di dalamnya pun boleh kamu ambil faedahnya. Maka dalam kata-kata mihaada, yang kita artikan terbentang itu terasalah satu penyelenggaraan dan satu persilahan: ambilah faedahnya.

Dan gunung-gunung (sebagai) pancang-pancang.” (ayat 7). Dijelaskanlah pada ayat ini kegunaan gunung. Kalau gunung tak ada, bumi tidak akan selamat dan tidak akan terbentang dengan baik. Karena angin selalu berhembus keras akan membongkar urat dari kayu-kayu yang tumbuh sebagai keperluan hidup itu. Dengan adanya gunung-gunung sebagai pancang itu, kokohlah hidup manusia. Dan misalnya habislah kayu-kayuan yang tumbuh di lereng gunung, ketika hujan turun meluncurlah tanah, dan keringlah bumi yang terbentang itu karena tidak ada yang menghalanginya lagi dan terhalanglah hidup, karena erosi.

“Dan telah Kami jadikan kamu berpasang-pasangan.” (ayat 8). Berpasang-pasangan, yaitu berjantan berbetina, berlaki-laki berperempuan, berpositif bernegatif, dengan demikian itulah Allah menciptakan alam ini seluruhnya. Ada berlangit berbumi, ada berawal berakhir, ada berlahir berbatin, ada berdunia berakhirat dan seterusnya. Maka dengan demikianlah Allah Yang Maha Tunggal menciptakan seluruh yang maujud dalam alam ini berpasang-pasangan. Yang berdiri sendiri hanya Allah!

“Dan telah Kami jadikan tidur kamu untuk berlepas lelah.” (ayat 9). Dengan demikian tenang kembali rohanimu dan jasmanimu yang sibuk selalu, bagai mengumpulkan kekuatan yang baru, sehingga tidur adalah kemestian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup.

“Dan telah Kami jadikan malam (sebagai) pakaian.” (ayat 10).

Menurut Ibnu Jarir Ath-Thabari: “Gelap malam itu meliputi seluruh diri kamu, sehingga walaupun kamu bertelanjang tidak berkain sehelai benang jua, namun kegelapan malam itu sudah menjadi ganti dari pakaianmu.” Dan menurut penafsiran daripada Ibnu Jubair dan As-Suddi: “Ketenangan diri karena nyenyak tidur untuk membangkitkan tenaga baru untuk hari esok, serupa juga dengan mengganti pakaian yang telah kumal dengan yang masih bersih.”

“Dan telah Kami jadikan siang untuk penghidupan.” (ayat 11). Setelah tadi malam beristirahat berlepas lelah, pagi-pagi badan dan jiwa menjadi segar. Setelah terasa segar mulailah bekerja dan bergiat lagi berjalan di atas bumi yang telah terbentang itu mencari perbekalan buat hidup, mencari rezeki, mencari makan dan minum. Itulah yang dinamai ma’aasya: Penghidupan. Dalam kata-kata susunan lain disebut juga ma’iisyah.

“Dan telah Kami bangunkan di arah atas kamu tujuh yang kokoh.” (ayat 12). “Tujuh yang kokoh” ialah langit yang tujuh lapis. Dan kita pun tahu cara pemakaian bahasa Arab, bahwa kalau disebut kalimat “tujuh” yang dimaksud ialah banyak! Dan semua langit itu dibina oleh Allah dengan kokohnya. Beredarlah dalam cakrawala itu berjuta-juta bintang dan satu di antaranya adalah bumi kita ini, dan kita pun hidup di atas permukaan bumi, di bawah naungan langit: “Dan telah Kami jadikan suatu pelita yang terang benderang.” (ayat 13). Pelita yang terang-benderang itu, yang hanya satu, yaitu Matahari telah memancarkan sinar yang terang-benderang, sehingga untuk tahu bagaimana sinar terang-benderangnya, bandingkanlah kepada malam hari, ketika matahari itu terbenam, telah kita ganti dengan berjuta-juta pelita kita sendiri, namun berjuta-juta pelita itu belum juga dapat menggantikan sinar terang-benderang matahari yang meliputi alam di siang hari.

“Dan telah kami turunkan dari awan air yang bercucuran.” (ayat 14). Itulah hujan yang selalu menyirami bumi, air bercucuran ialah hujan yang lebat, yang selalu membagi-bagikan air itu untuk hidup segala yang bernyawa.

Di dalam Surat 21, Al-Anbiya’ ayat 30 sudah diterangkan pula bahwa segala yang hidup di atas bumi ini, baik manusia atau binatang, atau tumbuh-tumbuhan sekalipun sangat bergantung kepada air. Hujanlah cara pembagian air yang paling merata dari Allah, buat mengisi sumur yang hampir kering, buat meneruskan aliran sungai-sungai dan mengalir terus ke laut, dan dari laut itu air tadi menguap ke udara buat menjadi awan atau mega, berkumpul untuk kembali menjadi hujan, dan turun kembali. Demikianlah terus-menerus.

“Karena akan Kami keluarkan dengan dia.” (pangkal ayat 15). Yaitu dengan sebab bercucurannya air hujan tersebut keluarlah: “Biji-biji dan tumbuh-tumbuhan.” (ujung ayat 15). Banyaklah macamnya tumbuhan yang berasal dari bijinya. Seperti lada, mentimun, kacang dalam segala jenisnya, jagung dan padi dan sebagainya. Semuanya itu dari biji atau benih. Sebelum disinggung air dia kelihatan tidak berarti apa-apa. Tetapi setelah dia kena air, timbullah dua helai daun yang tadinya tersimpul menjadi biji itu. Lain pula halnya dengan berbagai tumbuh-tumbuhan yang lain, yang akan hidup kembali setelah kena air ialah uratnya yang telah kering tadi. Air menjadikan dia basah, dan basah menghasilkan hidup pada dirinya buat menghisap air lagi yang tersimpan di dalam bumi.

“Dan kebun-kebun yang subur.” (ayat 16). Sudah sejak manusia hidup mengenal bercocok tanam sebagai lanjutan dari hidup berburu di darat dan di air, kian lama kian teraturlah cara manusia menanam dan kian jelaslah apa yang mereka pandang patut ditanam. Mulanya hanya sekedar mencari apa yang baik untuk dimakan. Misalnya dengan dikenal manusia gandum dan padi, lalu manusia pun membuat kebun atau sawah yang lebih teratur, karena akal yang telah lebih cerdas itu didapat ialah setelah banyak pengalaman. Lama-kelamaan didapati manusia pulalah tumbuh-tumbuhan lain yang bukan saja untuk dimakan, malahan tumbuh-tumbuhan yang pantas ditenun menjadi pakaian. Maka dikenallah kapas dan kapuk dan idas-rumin dan kulit terap. Akhirnya pandailah manusia berkebun korma, berkebun anggur, berkebun jeruk, berkebun kelapa dan bersawah dan lain-lain, sampai kita kenal manusia berkebun getah, berkebun nenas buat diambil daunnya jadi serat rami dan benang.

Dari tiga ayat yang bertali ini, ayat 14 sampai ayat 16 kita melihat usaha manusia menyesuaikan dirinya dengan alam pemberian Allah. Allah menurunkan hujan, manusia mengatur pengairan. Allah mentakdirkan biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, manusia mengatur kebun-kebun dan sawah dan menyusunnya menurut keadaan buminya. Inilah dia kebudayaan. Sebab itu maka usaha perkebunan disebut juga Kebudayaan: Agriculture. Dan Tanah Sumatera Timur sebelum Perang Dunia Kedua yang penuh dengan perkebunan yang luas-luas itu, yang rakyatnya di bawah naungan raja-raja dan Sultan-sultan Melayu dinamai dalam bahasa Belanda: Culmurgebied, Daerah Kebudayaan!

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *