Surah al-Qiyamah 75 ~ Tafsir Sayyid Quthb (1/4)

Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb
 
Penerbit: Gema Insani

Rangkaian Pos: Surah al-Qiyamah 75 ~ Tafsir Sayyid Quthb

SURAH AL-QIYĀMAH

Diturunkan di Makkah
Jumlah Ayat: 40.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَ لَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ، أَيْحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ، بَلَى قَادِرِيْنَ عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ. بَلْ يُرِيْدُ الْإِنْسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ، يَسْأَلُ أَيَّانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ. فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ، وَ خَسَفَ الْقَمَرُ، وَ جُمِعَ الشَّمْسُ وَ الْقَمَرُ، يَقُوْلُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ الْمَفَرُّ، كَلَّا لَا وَزَرَ، إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمُسْتَقَرُّ. يُنَبَّأُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَ أَخَّرَ، بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيْرَةٌ، وَ لَوْ أَلْقَى مَعَاذِيْرَهُ. لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ، إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَ قُرْآنَهُ، فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ، ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ. كَلَّا بَلْ تُحِبُّوْنَ الْعَاجِلَةَ، وَ تَذَرُوْنَ الْلآخِرَةَ. وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ، إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ. وَ وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ، تَظُنُّ أَنْ يُفْعَلَ بِهَا فَاقِرَةٌ. كَلَّا إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيْ، وَ قِيْلَ مَنْ رَاقٍ، وَ ظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ، وَ الْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ، إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ. فَلَا صَدَّقَ وَ لَا صَلَّى، وَ لكِنْ كَذَّبَ وَ تَوَلَّى، ثُمَّ ذَهَبَ إِلَى أَهْلِهِ يَتَمَطَّى. أَوْلَى لَكَ فَأَوْلَى، ثُمَّ أَوْلَى لَكَ فَأَوْلَى، أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى. أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى، ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى، فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَ الْأُنْثَى، أَلَيْسَ ذلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى.

75: 1. Aku bersumpah dengan hari kiamat.
75: 2. dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).
75: 3. Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya?
75: 4. Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari-jemarinya dengan sempurna.
75: 5. Bahkan manusia hendak membuat maksiat terus-menerus.
75: 6. Ia bertanya: “Bilakah hari kiamat itu?”
75: 7. Maka apabila mata terbelalak (ketakutan).
75: 8. dan apabila bulan telah hilang cahayanya.
75: 9. dan matahari dan bulan dikumpulkan,
75: 10. pada hari itu manusia berkata: “Ke mana tempat lari?”
75: 11. Sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung!.
75: 12. Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali.
75: 13. Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya.
75: 14. Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri.
75: 15. meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.
75: 16. Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) al-Qur’ān karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.
75: 17. Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
75: 18. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.
75: 19. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasannya.
75: 20. Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia.
75: 21. dan meninggalkan (kehidupan) akhirat.
75: 22. Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri.
75: 23. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.
75: 24. Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram,
75: 25. mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat.
75: 26. Sekali-kali jangan! Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan,
75: 27. dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan?”
75: 28. dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia).
75: 29. dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan),
75: 30. Kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau.
75: 31. Dan, ia tidak mau membenarkan (Rasūl dan al-Qur’ān) dan tidak mau mengerjakan shalat.
75: 32. tetapi ia mendustakan (Rasūl) dan berpaling (dari kebenaran).
75: 33. kemudian ia pergi kepada ahlinya dengan berlagak (sombong).
75: 34. Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu,
75: 35. kemudian kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu.
75: 36. Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja [tanpa pertanggungjawaban]?
75: 37. Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim)?
75: 38. kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya.
75: 39. lalu Allah menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan.
75: 40. Bukankah Dia [Allah yang berbuat] demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?

Pendahuluan.

Surah yang kecil (pendek) ini menghimpun ke dalam hati manusia beberapa hakikat, kesan, pandangan, pemandangan, getaran-getaran, dan sentuhan-sentuhan, yang pasti dihadapi manusia dan tidak dapat berpaling darinya… Semuanya dihimpunnya dengan kokoh, dengan metode yang khusus, dengan karakter Qur’āninya yang istimewa, baik metode penyampaian pengungkapannya maupun kemasan bahasanya yang ritmik, yang keduanya menimbulkan kesan yang dalam dan kuat, yang sulit ditandingi dan sukar untuk ditinggalkan.

Surah ini dimulai dengan dua ayat yang menampilkan nuansa kiamat dan nuansa kejiwaan manusia: “Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)”…. Kemudian dilanjutkan dengan membicarakan hubungan segala sesuatu dengan jiwa dan dengan hari kiamat, sejak permulaan hingga bagian penutup, dengan menggabungkan pembahasan antara jiwa dan hari kiamat itu hingga terakhir. Seolah-olah bagian permulaan ini mengisyāratkan kepada tema surah, atau seakan-akan ia menjadi kelaziman kesan-kesan yang menjadi titik tolak semua kesan yang ada dalam surah ini, dengan cara yang halus dan indah.

Di antara hakikat besar yang dihadapkan surah ini kepada hati manusia dan menjadi bingkai yang mereka tidak dapat berlari darinya, adalah hakikat kematian yang pasti dan menakutkan, yang akan dihadapi oleh setiap makhlūq hidup, yang tak dapat ditolak, dan tidak seorang pun yang mampu menghindarinya. Kematian ini selalu terjadi berulang-ulang setiap waktu, dialami oleh para pembesar maupun orang-orang kecil, orang dewasa dan anak-anak, orang kaya dan orang miskin, orang kuat dan orang lemah, dan posisi mereka semua terhadap kematian adalah sama…..tidak dapat melakukan rekayasa untuk melepaskan diri dari kematian, tidak ada sarana untuk menghindari, tidak ada kekuatan untuk menjauhi, tidak ada pembelaan yang dapat membelanya dari kematian, tidak dapat menolak, dan tidak dapat menundanya, karena ia datang dari arah paling tinggi yang tidak ada campur tangan manusia sedikit pun, dan tidak ada tempat lari dari menyerah kepada kematian ini, dan menyerah kepada irādah arah tertinggi itu….Inilah kesan yang diberikan surah ini ke dalam hati, ketika ia berkata: “Sekali-kali jangan! Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan, dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan?” dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia). Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau.” (al-Qiyāmah: 26-30).

Dari hakikat-hakikat besar yang dipaparkan surah ini, hakikat penciptaan yang pertama dan petunjuknya atas kebenaran informasi akan adanya penciptaan yang lain (dibangkitkan dari kubur), dan menunjukkan bahwa di sana terdapat program dan ukuran di dalam menciptakan manusia….. Hakikat yang disingkapkan Allah kepada manusia tentang peranan-peranannya yang rumit dan konsekuensi-konsekuensi yang mengikutinya, dalam suatu ciptaan yang mengagumkan, tidak ada yang berkuasa melakukannya kecuali Allah, dan tidak ada seorang pun yang mengaku dapat berbuat begitu dari orang-orang yang mendustakan akhirat dan membantahnya. Maka hakikat ini memastikan bahwa terdapat Tuhan Yang Maha Esa yang mengatur dan menentukan segala urusan, dan memastikan adanya bukti yang tak dapat dibantah tentang adanya hari akhirat. Juga terdapat isyārat yang kuat tentang kepastian adanya peristiwa akhirat ini, sejalan dengan ketentuan dan peraturan yang tidak membiarkan manusia lepas dari tanggungjawab, dan tidak membiarkan kehidupan dan ‘amalannya tanpa timbangan dan tanpa perhitungan…. Inilah kesan yang diberikan oleh surah ini ke dalam hati manusia ketika pada bagian awal ia mengatakan: “Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya?” (al-Qiyāmah: 3), dan mengatakan pada akhir surah: “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja [tanpa pertanggungjawaban]? Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah Dia [Allah yang berbuat] demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?” (al-Qiyāmah: 36-40)

Di antara pemandangan-pemandangan yang mengesankan yang ditampilkan surah ini dan dihadapkan kepada hati manusia dengan sungguh-sungguh ialah pemandangan hari kiamat dengan segala rangkaian peristiwanya seperti keamburadulan tata alam semesta, goncangan-goncangan jiwa, dan kebingungan di dalam menghadapi peristiwa-peristiwa besar yang saat itu tampaklah hal-hal yang mengerikan dan menakutkan di alam ini dan di dalam jiwa manusia yang berlarian ke sana ke mari seperti tikus di dalam perangkap. Ini sebagai jawaban terhadap hari kiamat dan anggapan tentang ketidakmungkinan terjadinya hari yang penuh misteri itu, meremehkannya, dan terus-menerus di dalam kedurhakaan. Datanglah jawaban dengan mengemukakan kesan-kesan sepintas, pemandangan selintas, dan cahaya sekilas:

Bahkan manusia hendak membuat maksiat terus-menerus. Ia bertanya: “Bilakah hari kiamat itu?” Maka apabila mata terbelalak (ketakutan). dan apabila bulan telah hilang cahayanya. Dan matahari dan bulan dikumpulkan, pada hari itu manusia berkata: “Ke mana tempat lari?” Sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung!. Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali. Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.” (al-Qiyāmah: 5-15)

Di antara pemandangan-pemandangan itu adalah pemandangan orang-orang mu’min yang merasa tenteram terhadap Tuhannya, yang memandang wajah Tuhannya yang mulia pada saat yang genting dan menakutkan itu, dan pemandangan lain yang berupa orang-orang yang sudah putus hubungannya dengan Allah, putus harapan, yang sedang menantikan akibat dari kekafiran, kemaksiatan, dan pendustaan terhadap ayat-ayat Allah dan Rasūl-Nya pada masa di dunia dulu. Pemandangan ini ditampilkan dengan sangat jelas dan hidup, seakan-akan sedang dihadapi seseorang pada saat membaca al-Qur’ān ini. Pemandangan ini ditampilkan untuk menolak kerakusan manusia terhadap kesenangan kini (dunia) dan pengabaian mereka terhadap akhirat, padahal di akhirat inilah pemandangan seperti ini benar-benar menjadi kenyataan:

Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia. Dan meninggalkan (kehidupan) akhirat. Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram, mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat.” (al-Qiyāmah: 20-25)

Di tengah-tengah surah dan hakikat-hakikatnya beserta pemandangan-pemandangannya ditampilkanlah empat ayat yang memuat pengarahan khusus kepada Rasūlullāh s.a.w. dan pengajaran kepada beliau mengenai cara menerima al-Qur’ān ini. Tampaklah bahwa pengajaran ini datang tepat dan sesuai dengan apa yang terdapat dalam surah ini sendiri. Karena Rasūlullāh s.a.w. khawatir lupa terhadap apa yang diwahyukan kepada beliau, maka beliau berkeinginan keras untuk menjaga diri dari kelupaan yang keinginan itu mendorongnya untuk menyebutkan kembali bunyi wahyu sepatah demi sepatah kata pada saat sedang disampaikan kepada beliau, dan menggerakkan lidahnya supaya dapat memperkuat hafalannya. Maka datanglah pengajaran ini kepada beliau:

Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) al-Qur’ān karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasannya” (al-Qiyāmah: 16-19)

Pengajaran ini datang untuk menenangkan hati beliau bahwa urusan wahyu, menjadikaan lafal al-Qur’ān, mengumpulkannya di dalam dada, dan menjelaskan maksud-maksudnya, semuanya diserahkan kepada Pemiliknya, dan tugas beliau hanya menerima dan menyampaikannya kepada masyarakat. Karena itu, hendaklah beliau menenangkan hati dan menerima wahyu itu dengan perhatian yang sempurna, karena beliau akan mendapati al-Qur’ān itu terukir dengan mantap di dalam hati beliau. Demikianlah yang terjadi…..

Pengajaran dan pemberitahuan ini sebetulnya sudah ditetapkan pada posisinya sewaktu diturunkan…. Bukankah ia dari firman Allah? Sedang firman Allah itu terdapat di tempat mana pun yang dituju? Dan untuk urusan apa pun yang dikehendaki? Ini adalah salah satu dari kalimat-kalimatnya yang telah mantap di dalam lembaran al-Kitāb yang keadaannya seperti keadaan bagian-bagian lain kitab ini…..Petunjuk yang menetapkan penempatan ayat-ayat ini di tempatnya di dalam surahnya adalah petunjuk yang dalam dan mengesankan yang menunjukkan kepada sebuah hakikat yang halus di dalam keadaan setiap kalimat Allah ke arah mana pun….. Mengenai keadaan al-Qur’ān ini dan pemuatannya terhadap setiap kalimat Allah yang diwahyukan kepada Rasūlullāh s.a.w., tidak terdapat satu huruf pun yang diabaikan, dan tidak ada satu kalimat pun yang dihilangkan. Al-Qur’ān itu adalah benar, jujur, penuh perhatian, dan penuh ketenangan!

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *