Surah al-Qiyamah 75 ~ Tafsir Hidayat-ul-Insan (1/2)

Tafsīru Hidāyat-il-Insān
Judul Asli: (
هداية الإنسان بتفسير القران)
Disusun oleh:
Abū Yaḥyā Marwān Ḥadīdī bin Mūsā

Tafsir Al Qur’an Al Karim Marwan Bin Musa
Dari Situs: www.tafsir.web.id

Rangkaian Pos: Surah al-Qiyamah 75 ~ Tafsir Hidayat-ul-Insan

Surah al-Qiyāmah (Hari Kiamat)
Surah ke-75. 40 ayat. Makkiyyah

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

 

Ayat 1-15: Sumpah bahwa kebangkitan setelah mati adalah benar dan huru hara pada hari itu.

 

لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَ لَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ، أَيْحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ، بَلَى قَادِرِيْنَ عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ. بَلْ يُرِيْدُ الْإِنْسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ، يَسْأَلُ أَيَّانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ. فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ، وَ خَسَفَ الْقَمَرُ، وَ جُمِعَ الشَّمْسُ وَ الْقَمَرُ، يَقُوْلُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ الْمَفَرُّ، كَلَّا لَا وَزَرَ، إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمُسْتَقَرُّ. يُنَبَّأُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَ أَخَّرَ، بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيْرَةٌ، وَ لَوْ أَلْقَى مَعَاذِيْرَهُ.

  1. Aku bersumpah dengan hari Kiamat, (26411)
  2. dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri). (26422)
  3. (26433) Apakah manusia (26444) mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya (setelah matinya)? (26455)
  4. (Bahkan) Kami mampu menyusun (kembali) jari-jemarinya dengan sempurna. (26466)
  5. Tetapi manusia hendak membuat maksiat terus menerus. (26477)
  6. Dia bertanya (26488): “Kapankah hari kiamat itu?”
  7. (26499) Maka apabila mata terbelalak (ketakutan), (265010)
  8. dan bulan pun telah hilang cahayanya, (265111)
  9. lalu matahari dan bulan dikumpulkan, (265212)
  10. pada hari itu manusia berkata: “Ke mana tempat lari?”
  11. Tidak! (265313) Tidak ada tempat berlindung!
  12. Hanya kepada Tuhanmu tempat kembali pada hari itu. (265414)
  13. Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya.
  14. Bahkan manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri, (265515)
  15. dan meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (265616)

 

Ayat 16-19: Tertib ayat-ayat al-Qur’ān dan surat-surat di dalamnya sesuai ketentuan Allah subḥānahu wa ta‘ālā.

 

لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ، إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَ قُرْآنَهُ، فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ، ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ.

  1. (265717) Jangan engkau (Muḥammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca al-Qur’ān) karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (265818)
  2. (265919) Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya.
  3. Apabila Kami telah selesai membacakannya (266020) maka ikutilah bacaannya itu. (266121)
  4. (266222) Kemudian sesungguhnya Kami yang akan menjelaskannya. (266323)

Catatan:

  1. 2641). Menurut Syaikh as-Sa‘dī, kata “” di ayat tersebut bukanlah lā nāfiyah (yang berarti “tidak”), bukan pula lā zā’idah (sebagai tambahan), bahkan digunakan kata “” ini untuk memulai dan agar kalimat setelahnya diperhatikan. Oleh karena kata “” sering dipakai bersama sumpah, maka tidaklah dipandang aneh memulai dengannya meskipun pada asalnya tidak dipakai untuk memulai. Yang dipakai sumpah dalam ayat ini adalah perkara yang merupakan isi sumpah, yaitu hari Kiamat, hari di mana manusia dibangkitkan setelah matinya; bangun dari kuburnya dan berdiri menunggu keputusan Rabb-ul-‘ālamīn.
  2. 2642). Maksudnya, jika ia berbuat kebaikan ia menyesal mengapa tidak berbuat lebih banyak, apalagi kalau ia berbuat kejahatan. Jawaban (isi) terhadap sumpah tersebut adalah, “Kamu pasti akan dibangkitkan.” Dinamakan jiwa tersebut dengan “lawwāmah” karena keadaan jiwa tersebut yang selalu menyesali dirinya, tidak tetapnya berada di atas satu keadaan. Di samping itu, ketika mati jiwa itu menyesali perbuatannya. Bahkan jiwa orang mu’min menyalahkan dirinya ketika di dunia karena apa yang dilakukannya berupa sikap meremehkan, kurang memenuhi hak, lalai dsb. Di ayat ini, Allah subḥānahu wa ta‘ālā menggabung antara bersumpah dengan pembalasan, pembalasan itu sendiri dan orang yang berhak mendapatkan balasan.
  3. 2643). Selanjutnya, Allah subḥānahu wa ta‘ālā memberitahukan bahwa sebagian manusia mendustakan kebangkitan atau hari Kiamat.
  4. 2644). Ya‘ni orang kafir.
  5. 2645). Untuk dibangkitkan dan dihidupkan. Ia menganggap hal itu mustaḥīl karena kebodohannya terhadap kekuasaan Allah subḥānahu wa ta‘ālā. Oleh karena itulah, pada ayat selanjutnya Allah subḥānahu wa ta‘ālā membantah.
  6. 2646). Ya‘ni Kami akan menyusun kembali tulang-belulangnya seperti semula meskipun bagian tulang yang kecil seperti jari. Apabila Allah subḥānahu wa ta‘ālā berkuasa menyusun kembali tulang-belulang yang kecil, lalu bagaimana dengan tulang belulang yang besar?
  7. 2647). Ya‘ni dengan mendustakan apa yang ada di depannya, yaitu hari Kiamat. Pendustaan mereka terhadapnya bukanlah karena kurangnya dalil yang menunjukkan demikian, tetapi memang manusia itu lebih menginginkan mendustakan.
  8. 2648). Sambil mengolok-olok dan mendustakan.
  9. 2649). Selanjutnya Allah subḥānahu wa ta‘ālā menyebutkan tentang keadaan pada hari Kiamat.
  10. 2650). Karena melihat apa yang telah didustakannya atau karena melihat peristiwa yang dahsyat dan mengerikan.
  11. 2651). Menjadi gelap.
  12. 2652). Padahal sebelumnya belum pernah berkumpul, tetapi pada hari Kiamat Allah subḥānahu wa ta‘ālā mengumpulkan keduanya. Cahaya bulan diredupkan dan matahari digulung, kemudian keduanya dilemparkan ke dalam neraka agar manusia melihat bahwa keduanya adalah hamba Allah yang ditundukkan-Nya yang tidak berhak disembah dan agar manusia yang menyembahnya mengetahui bahwa mereka berdusta.
  13. 2653). Kata “Kallā” di sini untuk menolak pertanyaan: “Ke mana tempat lari?”
  14. 2654). Untuk dihisab dan diberikan balasan.
  15. 2655). Maksudnya ayat ini ialah, bahwa anggota-anggota badan manusia menjadi saksi terhadap pekerjaan yang telah mereka lakukan seperti yang disebutkan dalam surah an-Nūr ayat 24.
  16. 2656). Ya‘ni tidak akan diterima alasan-alasannya, sebagaimana firman Allah ta‘ālā: “Maka pada hari itu tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang zhālim permintaan uzur mereka, dan tidak pula mereka diberi kesempatan bertobat lagi.(Terj. ar-Rūm: 57)
  17. 2657). Imām Bukhārī meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu ‘Abbās tentang firman Allah ta‘ālā: Jangan engkau (Muḥammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca al-Qur’ān) karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.” Ia berkata: Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam berusaha keras untuk (hapal) al-Qur’ān, oleh karena itu Beliau sering menggerakkan kedua bibirnya.” Ibnu ‘Abbās berkata: “Aku menggerakkan kedua bibirku kepada kamu sebagaimana Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam menggerakkannya.” Sa‘īd (bin Jubair) berkata: “Aku juga menggerakkannya sebagaimana aku melihat Ibnu ‘Abbās menggerakkannya.” Maka Sa‘īd menggerakkannya, Selanjutnya Allah subḥānahu wa ta‘ālā menurunkan ayat: Jangan engkau (Muḥammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca al-Qur’ān) karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya– Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya.” Ia (Ibnu ‘Abbās) berkata: “Yakni mengumpulkan dalam dadamu sehingga kamu dapat membacanya.” Firman-Nya: “Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.”
    Maka Beliau mendengarkan dan diam memperhatikan. Firman-Nya: “Kemudian sesungguhnya Kami…dst.” Ya‘ni kemudian atas tanggungan Kami, kamu membacanya. Setelah itu, Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam apabila didatangi Jibrīl diam mendengarkan. Setelah Jibrīl pergi, maka Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam membacanya sebagaimana Jibrīl membaca. (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Muslim, Tirmidzī, Nasā’ī, Aḥmad, Thayālisī, Ibnu Sa‘ad, Ibnu Jarīr, al-Ḥumaidī, dan Ibnu Abī Ḥātim).
  18. 2658). Maksudnya, Nabi Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam dilarang Allah menirukan bacaan Jibrīl ‘alaih-is-salām kalimat demi kalimat, sebelum Jibrīl ‘alaih-is-salām selesai membacakannya (lihat pula surah Thāhā: 114), agar Beliau dapat menghapal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu. Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam ikut menirukan bacaan Jibrīl ‘alaih-is-salām ketika itu karena takut bacaan itu hilang dari Beliau.
  19. 2659). Selanjutnya Allah subḥānahu wa ta‘ālā menjamin, bahwa Beliau akan dapat menghapal dan membacanya.
  20. 2660). Melalui bacaan malaikat Jibrīl ‘alaih-is-salām.
  21. 2661). Ya‘ni dengarkanlah bacaannya. Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam melaksanakan adab yang diajarkan Allah, oleh karena itu ketika malaikat Jibrīl membacakan al-Qur’ān, Beliau pun diam memperhatikan, setelah itu Beliau membacanya. Dalam ayat ini terdapat adab menimba ‘ilmu, yaitu seorang pelajar hendaknya tidak segera bertanya kepada guru sebelum guru selesai menerangkan. Demikian pula ketika di awal ucapannya ada yang perlu dibetulkan atau dianggap bagus, ia pun tidak segera membetulkan atau menerimanya bahkan sampai ucapan itu selesai agar jelas yang hak dan yang batil dan agar ia memahami keadaan yang sesungguhnya.
  22. 2662). Selanjutnya Allah subḥānahu wa ta‘ālā menjanjikan Beliau dapat menghapal ma‘nanya setelah menghapal lafaznya.
  23. 2663). Dengan memahamkannya kepadamu. Dalam ayat ini terdapat dalil, bahwa Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam sebagaimana menerangkan kepada umat lafaz-lafaz wahyu, maka Beliau juga menerangkan kepada umat ma‘na atau kandungannya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *