Surah al-Qari’ah 101 ~ Tafsir al-Azhar

Dari Buku:
Tafsir al-Azhar
Oleh: Prof. Dr. HAMKA

Penerbit: PT. Pustaka Islam Surabaya

Sūrat-ul-Qari‘ah
(Penggeger)

Surat ke-101, 11 Ayat
Diturunkan di Makkah

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang

 

الْقَارِعَةُ. مَا الْقَارِعَةُ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ. يَوْمَ يَكُوْنُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوْثِ. وَ تَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوْشِ. فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِيْنُهُ. فَهُوَ فِيْ عِيْشَةٍ رَّاضِيَةٍ. وَ أَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِيْنُهُ. فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ. نَارٌ حَامِيَةٌ.

101:1. Hari Kiamat,
101:2. Apakah hari Kiamat itu?
101:3. Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?
101:4. Pada hari itu manusia seperti anai-anai yang bertebaran.
101:5. Dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan.
101:6. Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan) nya,
101:7. Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.
101:8. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan) nya,
101:9. Maka tempat kembalinya adalah neraka Hāwiyah.
101:10. Dan tahukah kamu apakah neraka Hāwiyah itu?
101:11. (Yaitu) api yang sangat panas.

 

Penggeger.” (ayat 1). Kita sudah sama maklum apa arti geger; semua orang menjadi geger, kelibut, heboh, kacau-balau, hoyong ke sana hoyong ke mari. Geger artinya begoncang perasaan karena ketakutan dan kecemasan.

Apakah penggeger itu?” (ayat 2). Kita artikan al-Qāri’ah, isim fāil itu dengan penggeger, karena dia yang menimbulkan kegegeran pada manusia. Dia yang menjadi punca dan sebab.

Sudah tahukah engkau, apakah penggeger itu?” (ayat 3). Sudah tahukah engkau hai Nabi apakah penggeger itu? Diulang kata geger sampai tiga kali: geger, geger dan geger! Sehingga bertambahlah perhatian atas dahsyatnya hari itu. Itulah Hari Kiamat! Dan kiamat itu pasti terjadi.

Geger! Sebab segala sesuatu berobah; langit akan belah (82:1), bahkan akan hancur (84:1). Matahari akan digulung, bintang-bintang akan gugur, gunung-gunung akan hapus rata, unta bunting tidak diperdulikan lagi, binatang-binatang buas pun telah berkumpul, air laut menggelegak naik (81:1 sampai 6) dan beberapa ayat dan Surat yang lain. Itulah yang menjadikan semuanya menjadi geger dan kacau-balau.

Di hari yang adalah manusia seakan-akan rama-rama yang bertebaran.” (ayat 4). Bertebaran manusia, atau seakan-akan rama-rama yang bertebaran, beterbangan, tidak tentu lagi tempat hinggap, karena rumah-rumah tempat tinggal manusia pun telah digoncang dihancurkan oleh gempa bumi yang amat dahsyat. Diambil perumpamaan dengan rama-rama, karena rama-rama itu adalah lemah, dan manusia di waktu itu sudah sangat kelihatan lemahnya, tidak berdaya lagi untuk mempertahankan diri, untuk mempertahankan hidup.

Dan adalah gunung-gunung seperti bulu yang dihamburkan.” (ayat 5). Tegaslah dalam ayat ini, dan disebutkan juga dalam ayat yang lain bahwa gunung tidak ada artinya lagi sebagai pemagar angin yang akan menyapu muka bumi. Gempa bumi itu ada hubungannya dengan letusan yang ada di dalam perut bumi. Lahar meletus bersama api dari puncak kepundan gunung-gunung yang berapi selama ini, dan gunung-gunung lain yang selama ini kelihatan tidak berapi. Lahar yang panas itu melonjak bertebar dan mengalir laksana bulu yang dihamburkan.

Itulah kiamat!

Sebagaimana telah diterangkan juga pada Surat 99, az-Zalzalah, bahwa segala amalan manusia akan diperlihatkan kepada mereka (ayat 7 dan 8), dalam Surat ini diperjelas lagi, bahwa pada waktu kiamat itu kelak akan diadakan timbangan (Mīzān) atau mawāzin. Sampai amal sehalus-halusnya, sehalus zarrah, sehalus atom, tidak lepas dari timbangan.

Maka terdapatlah ada timbangan yang berat dan ada timbangan yang ringan: “Maka adapun barang siapa yang berat timbangannya.” (ayat 6). Yaitu berat kepada yang baik, tegasnya lebih banyak amalnya yang baik dan berguna daripada amalan yang kosong tak berarti: “Maka dia itu adalah dalam kehidupan yang diridhai.” (ayat 7).

Itulah kehidupan di dalam syurga yang telah disediakan Tuhan untuknya. Berlakulah atas dirinya panggilan Tuhan yang telah disampaikan sejak dia masih hidup, dan panggilan itu diturutinya, sebagai termaktub di akhir Surat “Al-Fajr” (89 : ayat 27 sampai 30). Bahwa Nafs-ul-Muthma’innah telah dipanggil oleh Tuhan supaya kembali kepada-Nya, dalam keadaan ridha dan diridhai, masuk ke dalam kelompok hamba-hamba Tuhan yang setia dan masuk dengan selamat ke dalam syurga yang telah disediakan Tuhan.

Dan adapun barangsiapa yang ringan timbangannya.” (ayat 8). Karena keranjang tidak berisi amal yang akan membawanya selamat di akhirat, kosong daripada kebajikan: “Maka tempat kembalinya ialah jurang yang dalam.” (ayat 9).

Di dalam ayat ini disebut fa ummuhu; maka ibunya. Dikatakannya jurang yang dalam itu sebagai ibunya, karena ke sanalah tempat dia pulang dan tidak akan keluar lagi. “Dan apakah yang memberitahumu; apakah itu?” (ayat 10). Atau: Sudah adakah yang memberitahu kepadamu, Muḥammad, apakah jurang yang dalam itu, apakah hāwiyah itu?

Pertanyaan Tuhan seperti ini, laksana pertanyaan guru kepada murid, untuk menarik perhatian, dan guru sendirilah kelak yang akan memberikan jawabannya, karena selain dari Allah dengan perantaraan Malaikat Jibril tidaklah seorang jua pun yang sanggup memberikan pengetahuan tentang yang ghaib kepada Nabi Muḥammad s.a.w.

Pertanyaan itu dijawab sendiri oleh Tuhan: “Itulah api yang panas!”(ayat 11). Itulah neraka jahannam.

Di dalam sebuah Hadis, Shaḥīḥ Muslim yang diterimanya, daripada Abū Hurairah, bahwa Nabi s.a.w. pernah mengatakan:

“Apa kamu ini, yang dinyalakan oleh anak Ādam adalah satu bahagian daripada 70 bahagian panasnya dari neraka jahannam.”

Sayyidinā Abū Bakar Shiddīq r.a. seketika membicarakan arti berat dan ringannya timbangan ini pernah berkata: “Makanya jadi berat timbangan orang yang berat timbangannya itu ialah karena yang terletak di dalamnya adalah AL-ḤAQQ: Kebenaran.”

Maka sudah sepantasnyalah sesuatu timbangan yang di dalamnya berisi KEBENARAN menjadi berat. Dan makanya ringan timbangan orang yang ringan timbangannya itu, karena yang terletak di dalamnya ialah orang yang BATIL: Suatu Kesalahan. Maka sudah sepantasnyalah timbangan yang berisi KEBATILAN itu ringan adanya.”

Menurut pepatah yang terkenal:

“Barang yang batil itu tidaklah ada hakikatnya.”

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *