Surah al-Qalam 68 ~ Tafsir Sayyid Quthb (7/8)

Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb
 
Penerbit: Gema Insani

Rangkaian Pos: Surah al-Qalam 68 ~ Tafsir Sayyid Quthb

Orang Islam Versus Orang Kafir

Ketika menyudahi paparan tentang kedua golongan ini, Allah masuk bersama mereka dalam perdebatan yang tidak ditentukan dan disusun lebih dahulu. Ditantang-Nya mereka dan dicecar-Nya mereka dengan pertanyaan-pertanyaan yang bertubi-tubi mengenai berbagai persoalan yang tidak ada jawabannya kecuali sebuah jawaban saja yang tidak mungkin salah. Diancam-Nya mereka di akhirat nanti dengan pemandangan yang menakutkan, dan di dunia dengan diperangi oleh Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Mahakuat Jagi Mahakeras.

أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ. مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ. أَمْ لَكُمْ كِتَابٌ فِيهِ تَدْرُسُونَ. إِنَّ لَكُمْ فِيهِ لَمَا تَخَيَّرُونَ. أَمْ لَكُمْ أَيْمَانٌ عَلَيْنَا بَالِغَةٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ إِنَّ لَكُمْ لَمَا تَحْكُمُونَ. سَلْهُم أَيُّهُم بِذَلِكَ زَعِيمٌ.أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء فَلْيَأْتُوا بِشُرَكَائِهِمْ إِن كَانُوا صَادِقِينَ. يَوْمَ يُكْشَفُ عَن سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ. خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ. فَذَرْنِي وَمَن يُكَذِّبُ بِهَذَا الْحَدِيثِ سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ. وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ. أَمْ تَسْأَلُهُمْ أَجْراً فَهُم مِّن مَّغْرَمٍ مُّثْقَلُونَ. أَمْ عِندَهُمُ الْغَيْبُ فَهُمْ يَكْتُبُونَ.

“Maka, apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu (berbuat demikian), bagaimanakah kamu mengambil keputusan? Atau, adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya bahwa di dalamnya kamu benar-benar boleh memilih apa yang kamu sukai untukmu? Atau, apakah kamu memperoleh janji-janji yang diperkuat dengan sumpah dari Kami, yang tetap berlaku sampai hari kiamat, sesungguhnya kamu benar-benar dapat mengambil keputusan (sekehendakmu)? Tanyakanlah kepada mereka, “Siapakah di antara mereka yang bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil itu?” Atau, apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu? Maka, hendaklah mereka mendatangkan sekutu-sekutunya jika mereka adalah orang-orang yang benar. Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud, maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera. Maka, serahkanlah (ya Muḥammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (al-Qur’ān). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui, dan “Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh. Ataukah, kamu meminta upah kepada mereka, lalu mereka diberati dengan utang? Ataukah, ada pada mereka ilmu tentang yang gaib lalu mereka menulis (padanya apa yang mereka tetapkan)?” (al-Qalam: 35-47)

Ancaman dengan azab akhirat dan peperangan di dunia pasti datang sebagaimana akan kita lihat, di celah-celah perdebatan dan tantangan ini. Maka, meningkatlah suhu perdebatan dan semakin bertambahlah tekanan tantangan itu.

Pertanyaan pertama yang berisi pengingkaran yang berbunyi,

Apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)?” (al-Qalam: 35)

Pertanyaan itu kembali kepada akibat yang dialami oleh masing-masing mereka sebagaimana dipaparkan dalam ayat-ayat sebelumnya. Pertanyaan ini hanya memiliki satu jawaban saja, yaitu “Tidak”, tidak mungkin. Maka, orang-orang Islam yang tunduk dan pasrah kepada Tuhannya selamanya tidak akan pernah sama dengan orang-orang berdosa (kafir) yang suka melakukan kejahatan-kejahatan dan dosa-dosa sehingga mereka layak disifati dengan sifat yang tercela ini. Dan, sudah tentu tidak boleh menurut akal dan keadilan bahwa balasan dan tempat kembali orang-orang Islam dan orang-orang yang berdosa (kafir) itu sama saja.

Karena itulah, datang pertanyaan-pertanyaan pengingkaran lainnya.

Mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (al-Qalam: 36)

Mengapa kamu berbuat demikian, dan bagaimana kamu membangun hukum-hukummu? Bagai mana kamu menimbang dan mengukur nilai-nilai dan norma-norma hingga kamu samakan dalam timbanganmu dan keputusanmu orang-orang Islam yang menyerah patuh kepada Allah dengan orang-orang yang suka berbuat dosa?

Dari pertanyaan-pertanyaan yang bernada pengingkaran dan menjelekkan ini, beralihlah pertanyaannya kepada pengejekan dan penghinaan terhadap mereka.

Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya bahwa di dalamnya kamu benar-benar boleh memilih apa yang kamu sukai untukmu?” (al-Qalam: 37-38)

Ini adalah ejekan dan penghinaan yang berupa pertanyaan kepada mereka jika mereka mempunyai kitab suci yang mereka baca dan mereka jadikan rujukan untuk memutuskan ketetapan yang tidak dapat diterima oleh akal sehat dan oleh keadilan ini, yaitu keputusan mereka bahwa “orang-orang Islam sama dengan orang-orang yang berbuat dosa (kafir)”. Nah, kalau ada kitab seperti itu, tentu menggelikan, yang hanya cocok dengan hawa nafsu mereka dan kemauan mereka. Sehingga, mereka dapat saja memilih sesuka hati hukum dan apa saja yang mereka sukai. Kitab yang demikian itu tentu tidak berpijak pada kebenaran, keadilan, rasionalitas, atau sesuatu yang makruf!

Atau apakah kamu memperoleh janji-janji yang diperkuat dengan sumpah dari Kami, yang tetap berlaku sampai hari kiamat, sesungguhnya kamu benar-benar dapat mengambil keputusan (sekehendakmu)?” (al-Qalam: 39)

Kalau tidak begitu (tidak punya kitab suci yang demikian itu), maka inilah dia. Yaitu, mereka memperoleh janji yang diperkuat dengan sumpah dari Allah, yang berlaku hingga hari kiamat, yang isinya bahwa mereka boleh memutuskan dan memilih apa saja yang sesuai dengan keinginan dan kesukaan mereka! Akan tetapi, hal ini sama sekali tidak ada dan tidak terjadi. Mereka tidak memiliki janji terhadap Allah dan tidak ada pula sumpah dari-Nya yang isinya seperti itu. Kalau begitu, dengan dasar apa mereka berkata begitu? Dan kalau begitu, apakah yang mereka jadikan sandaran dan pijakan?

Tanyakanlah kepada mereka, “Siapakah di antara mereka yang bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil itu?”” (al-Qalam: 40)

Tanyakanlah kepada mereka, siapakah di antara mereka yang telah mendapatkan janji seperti ini? Siapakah di antara mereka yang telah mendapat jaminan dari Allah untuk berbuat sekehendak hatinya dan mendapat jaminan yang berlaku hingga hari kiamat bahwa mereka boleh membuat keputusan mereka yang mereka inginkan?

Ini adalah ejekan yang menggelikan, yang mendalam dan mengena, yang dapat meluluhkan wajah karena celaan dan tantangannya yang transparan dan terus terang!

Atau apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu ? Maka, hendaklah mereka mendatangkan sekutu-sekutunya jika mereka adalah orang-orang yang benar.” (al-Qalam: 41)

Mereka sendiri mempersekutukan sesuatu dengan Allah, namun kalimat ini menyandarkan persekutuan itu kepada mereka, bukan bagi Allah. Pertanyaan ini bernada pura-pura tidak tahu bahwa di sana ada sekutu-sekutu. Dan, ditantangnya mereka agar memanggil sekutu-sekutu mereka itu, jika memang mereka adalah orang-orang yang benar… Akan tetapi, bilakah mereka akan memanggil sekutu-sekutu mereka itu?

Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud, maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera.” (al-Qalam: 42-43)

Mereka dihentikan berhadap-hadapan di hamparan pemandangan ini, seakan-akan Allah hadir saat itu, dan seakan-akan mereka sedang ditantang-Nya untuk mendatangkan sekutu-sekutu yang mereka dakwakan itu. Hari ini merupakan suatu hakikat yang hadir di dalam ilmu Allah yang tidak terikat pengetahuan-Nya itu dengan masa. Tuntutan-Nya kepada lawan bicara seperti ini menjadikan kejadiannya begitu mendalam dan hidup serta hadir di dalam jiwa, sebagaimana yang biasa ditempuh oleh metode al-Qur’ān-ul-Karīm.

Dan “penyingkapan terhadap betis” merupakan ungkapan yang sudah biasa dipakai dalam bahasa Arab tentang penderitaan dan kesusahan. Maka, ini adalah hari Kiamat yang disingsingkan lengan baju dan disingkap betis, dan penderitaan dan kesempitan amat sangat…. Dan, orang-orang yang sombong itu dipanggil untuk bersujud, tetapi mereka tidak dapat bersujud, mungkin karena waktunya sudah habis (kedaluwarsa, bukan waktunya lagi) dan mungkin karena keadaan mereka seperti diterangkan di tempat lain.

Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mengangkat kepalanya.” (Ibrahim: 43)

Sedangkan, tubuh dan saraf mereka diikat karena sangat takut dan susahnya, sehingga sudah tidak punya kemauan apa-apa lagi. Bagaimanapun juga, ini adalah ungkapan yang menunjukkan kesusahan, ketidakberdayaan, dan adanya tantangan yang menakutkan.

Kemudian dilengkapilah pelukisan tentang kondisi mereka itu.

(Dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan…” (al-Qalam: 43)

Itulah mereka yang sombong dan congkak, dan itulah mata yang tunduk dengan penuh kehinaan. Itulah dua kondisi yang bertolak belakang, yaitu kesedihan yang memilukan dan kesombongan yang angkuh. Dan, ini mengingatkan kita kepada ancaman yang Sudah disebutkan pada bagian awal surah.

Kelak Kami akan beri tanda dia di belalainya.” (al-Qalam: 16)

Maka, penunjukan terhadap kehinaan dan kesedihan itu begitu jelas, mendalam, dan mengena. Ketika mereka dalam kondisi yang menyedihkan dan penuh kehinaan ini, diingatkanlah mereka terhadap penentangan dan kesombongan yang mereka lakukan.

…Sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera.” (al-Qalam: 43)

Yakni mampu untuk melakukan sujud, namun mereka enggan dan menyombongkan diri. Maka sekarang, dalam pemandangan yang menyedihkan dan penuh kehinaan ini, sedang dunia sudah berada di belakang mereka, sekarang mereka diseru untuk bersujud, namun mereka sudah tidak mampu lagi.

Ketika mereka sedang dalam kesedihan yang seperti ini, tiba-tiba datang kepada mereka ancaman yang menakutkan dan menggetarkan hati.

Maka, serahkanlah (ya Muḥammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al-Qur’ān)…” (al-Qalam: 44)

Ini adalah ancaman yang menggocangkan hati… Tuhan Yang Mahaperkasa dan Mahakuat serta Mahakokoh berfirman kepada Rasul-Nya s.a.w., “Biarkanlah Aku dan orang yang mendustakan al-Qur’ān ini, biarkanlah Aku yang akan memeranginya, karena Aku sudah cukup untuk meladeninya!”

Nah, siapakah gerangan yang mendustakan al-Qur’ān ini?

Ternyata dia hanyalah makhluk yang kecil, sepele, miskin, dan lemah! Ah, dia cuma sebesar semut kecil, bahkan seperti sebutir debu saja… bahkan tidak berarti apa-apa di hadapan Sang Mahaperkasa, Mahakuasa, lagi Mahaagung!

Oleh karena itu, wahai Muhammad! Biarkanlah Aku yang akan menangani makhluk semacam ini! Dan, istirahatkan engkau dan para pengikutmu, karena peperangan ini dengan Aku bukan dengan kamu dan orang-orang mukmin. Peperangan ini dengan Aku, dan makhluk seperti ini adalah musuh-Ku, dan Aku akan menyelesaikan urusannya. Karena itu, tinggalkanlah dan biarkanlah Aku berhadapan dengannya, dan pergilah engkau dan para pengikut-mu beristirahat!

Nah, mana lagi kesedihan yang menakutkan dan menggoncangkan bagi orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya? Ketenangan macam apa pula bagi Nabi dan orang-orang mukmin yang tertindas ..? Kemudian, Tuhan Yang Mahaperkasa dan Mahakuasa menyingkapkan kepada mereka jalannya peperangan terhadap makhluk yang kecil, kerdil, dan lemah itu.

Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui. Dan, Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh.” (al-Qalam: 44-45)

Urusan orang-orang yang mendustakan dan urusan seluruh penduduk bumi ini sungguh lebih enteng dan lebih kecil bagi Allah daripada mengatur rencana-rencana ini buat mereka. Namun, Dia Yang Mahasuci menakut-nakuti mereka dengan diri-Nya supaya mereka memahami diri mereka sebelum habis waktunya, dan supaya mereka mengerti bahwa keamanan lahiriah yang diberikan Allah kepada mereka itu adalah perangkap yang mereka dapat jatuh ke dalamnya dengan keteperdayaannya. Juga supaya mengerti bahwa pemberian kesempatan kepada mereka untuk berbuat zalim, melanggar batas, berpaling, dan berbuat sesat itu hanyalah istidraj (penarikan secara berangsur-angsur) kepada tempat kembali (akibat) yang sejelek-jeleknya. Semua itu adalah rencana dari Allah supaya mereka menanggung dosa-dosa mereka secara total dan datang di padang mahsyar dengan berlumuran dosa dan layak mendapatkan kehinaan, kesedihan, dan siksaan.

Tidak ada yang lebih besar daripada memberikan ancaman, menyingkap istidraj, dan mengatur rencana, sebagai keadilan dan wujud kasih sayang. Allah telah menghadapkan kepada musuh-musuh-Nya, musuh-musuh agama-Nya, dan musuh-musuh Rasul-Nya, akan keadilan-Nya dan rahmat-Nya di dalam ancaman dan peringatan-Nya itu. Sesudah itu terserahlah apa yang mereka pilih untuk diri mereka sendiri. Dengan demikian, sudah terang dan jelaslah persoalannya!

Allah memberi tangguh (kesempatan), namun Dia tidak mengabaikan. Dia memberi tangguh kepada orang yang zalim. Sehingga, apabila Dia telah mengambil tindakan, maka yang bersangkutan tidak akan dapat lepas. Di sini, Dia menyingkap apa yang telah ditentukan-Nya dengan kehendak-Nya melalui cara-Nya dan sunnah-Nya. Dia berfirman kepada Rasul-Nya s.a.w., “Biarkan Aku bersama orang yang mendustakan al-Qur’ān ini… Biarkanlah Aku bersama orang-orang yang tertipu oleh harta, anak-anak, kedudukan, dan kekuasaan ini! Aku akan memberi kesempatan kepada mereka, dan akan Kujadikan nikmat ini sebagai perangkap bagi mereka.

Maka, ditenangkanlah Rasul-Nya dan diancam-Nya musuh-musuhnya… Kemudian dibiarkannya mereka menghadap ancaman yang menakutkan itu!

Di bawah bayang-bayang pemandangan hari Kiamat yang menyedihkan dan ancaman yang menakutkan, selesailah perdebatan dan tantangan serta keanehan sikap mereka yang ganjil itu.

Ataukah kamu meminta upah kepada mereka, lalu mereka diberati dengan utang?” (al-Qalam: 46)

Apakah kamu minta upah hingga beban utang yang kamu minta kepada mereka sebagai upah tugasmu memberi petunjuk kepada mereka itu mendorong mereka untuk berpaling dan mendustakan? Juga menjadikan mereka lebih mementingkan tempat kembali yang buruk itu daripada menanggung beratnya menunaikan tugas?

Ataukah ada pada mereka ilmu tentang yang gaib lalu mereka menulis (padanya apa yang mereka tetapkan)?” (al-Qalam: 47)

Yang dengan begitu mereka percaya pada apa yang terdapat di dalam ilmu gaibnya itu. Sehingga, mereka tidak perlu takut kepada apa yang bakal menimpa mereka, karena mereka telah melihatnya, menulisnya, dan mengetahuinya. Atau, mereka dapat menulis apa saja yang hendak mereka tetapkan, lalu mereka tulis jaminan terhadap apa saja yang mereka inginkan?

Tidak! Sama sekali tidak! Baik ilmu gaib maupun kekuasaan untuk menulis ketetapan itu sama sekali tidak mereka miliki. Maka, mengapakah mereka bersikap dengan sikap yang demikian ganjil dan aneh ini?

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *