Ayat 17-33: Perumpamaan kaum musyrik Makkah dalam hal kufurnya mereka kepada nikmat Allah subḥānahu wa ta‘ālā yaitu pengutusan Nabi-Nya Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam kepada mereka.
إِنَّا بَلَوْنَاهُمْ كَمَا بَلَوْنَا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ إِذْ أَقْسَمُوْا لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِيْنَ. وَ لَا يَسْتَثْنُوْنَ. فَطَافَ عَلَيْهَا طَائِفٌ مِّنْ رَّبِّكَ وَ هُمْ نَائِمُوْنَ. فَأَصْبَحَتْ كَالصَّرِيْمِ. فَتَنَادَوْا مُصْبِحِيْنَ. أَنِ اغْدُوْا عَلَى حَرْثِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَارِمِيْنَ. فَانْطَلَقُوْا وَ هُمْ يَتَخَافَتُوْنَ. أَنْ لَّا يَدْخُلَنَّهَا الْيَوْمَ عَلَيْكُمْ مِّسْكِيْنٌ. وَ غَدَوْا عَلَى حَرْدٍ قَادِرِيْنَ. فَلَمَّا رَأَوْهَا قَالُوْا إِنَّا لَضَالُّوْنَ. بَلْ نَحْنُ مَحْرُوْمُوْنَ. قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُلْ لَّكُمْ لَوْ لَا تُسَبِّحُوْنَ. قَالُوْا سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِيْنَ. فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَلَاوَمُوْنَ. قَالُوْا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا طَاغِيْنَ. عَسَى رَبُّنَا أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِّنْهَا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا رَاغِبُوْنَ. كَذلِكَ الْعَذَابُ وَ لَعَذَابُ الْآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ.
- (2312[efn_note]2312). Allah subḥānahu wa ta‘ālā menguji orang-orang yang mendustakan itu dan memberi tangguh mereka serta memberi harta dan anak sesuai yang Allah kehendaki dan memanjangkan umur mereka serta memberikan apa yang mereka sukai lainnya adalah bukan karena kemuliaan mereka, bahkan sebagai istidrāj (penangguhan ‘adzab) dari arah yang tidak mereka sadari. Tertipunya mereka itu seperti tertipunya orang-orang yang memiliki kebun bersama-sama, ketika buah-buahnya telah matang, dan sudah tiba saat untuk memetiknya, dan mereka telah berniat jahat dengan tidak memberikan sebagiannya untuk orang-orang miskin serta mengira bahwa tidak ada yang dapat menghalangi mereka untuk mengambil semuanya sehingga mereka bersumpah tanpa mengucapkan “in syā’ Allāh” (jika Allah menghendaki) bahwa mereka akan memetiknya pada pagi hari agar tidak diketahui oleh orang-orang miskin. Mereka tidak mengetahui bahwa Allah subḥānahu wa ta‘ālā mengintai mereka dan bahwa kebun mereka akan ditimpa bencana.[/efn_note]) Sungguh, Kami telah menguji mereka (musyrikin Makkah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah pasti akan memetik (hasil)nya pada pagi hari, (2313[efn_note]2313). Agar orang-orang miskin tidak mengetahui.[/efn_note])
- tetapi mereka tidak menyisihkan (dengan mengucapkan: “In syā’ Allāh”),
- Lalu kebun itu diliputi bencana (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, (2314[efn_note]2314). Menurut sebagian mufassir, bahwa bencana itu adalah api yang membakarnya.[/efn_note])
- Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita, (2315[efn_note]2315). Maksudnya, maka terbakarlah kebun itu dan tinggallah arang-arangnya yang hitam seperti malam.[/efn_note])
- lalu pada pagi hari mereka saling memanggil.
- “Pergilah pagi-pagi ke kebunmu jika kamu hendak memetik hasil.”
- Maka mereka pun berangkat sambil berbisik-bisik. (2316[efn_note]2316). Agar tidak terdengar oleh seorang pun yang nantinya akan memberitahukan kepada orang-orang fakir miskin.[/efn_note])
- “Pada hari ini jangan sampai ada orang miskin masuk ke dalam kebunmu.” (2317[efn_note]2317). Karena begitu bakhilnya mereka.[/efn_note])
- Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu (2318[efn_note]2318). Ada pula yang mengartikan “dengan niat menghalangi orang miskin dan mereka kira bahwa mereka berkuasa penuh terhadapnya.”[/efn_note]) (menolongnya).
- Maka ketika mereka melihat kebun itu, mereka berkata: (2319[efn_note]2319). Dengan penuh keheranan.[/efn_note]) “Sungguh, kita ini benar-benar orang-orang yang sesat, (2320[efn_note]2320). Ya‘ni “bukan ini kebunnya,” selanjutnya mereka berkata seperti yang disebutkan dalam ayat setelahnya ketika mereka mengetahui bahwa yang binasa itu memang kebun mereka.[/efn_note])
- bahkan kita tidak memperoleh apa pun.” (2321[efn_note]2321). Mereka mengatakan hal ini setelah mereka yakin bahwa yang dilihat mereka adalah kebun mereka sendiri. Mereka pun menyadari bahwa hal itu adalah hukuman.[/efn_note])
- Berkatalah seorang yang paling bijak di antara mereka: “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbīḥ (kepada Tuhanmu)?” (2322[efn_note]2322). Ya‘ni mengapa kamu tidak mensucikan Allah subḥānahu wa ta‘ālā dari segala yang tidak layak bagi-Nya, yang di antaranya adalah anggapan kamu bahwa kekuasaanmu terhadapnya adalah mutlak, mengapa kamu tidak sebut “in syā’ Allāh” dan menjadikan kehendak kamu mengikuti kehendak Allah. Ada pula yang menafsirkan “bertasbīḥ kepda Allah” dengan mensyukuri nikmat-Nya dan tidak meniatkan sesuatu yang bertentangan dengan perintah Allah seperti meniatkan tidak akan memberikannya kepada fakir miskin.[/efn_note])
- Mereka mengucapkan: “Maha Suci Tuhan kami, sungguh, kami adalah orang-orang yang zhālim.” (2323[efn_note]2323). Dengan menghalangi hak orang-orang fakir. Mereka ingin menutupi kekurangan mereka, tetapi setelah ‘adzāb telah menimpa kebun mereka, namun mereka tetap berharap tasbīḥ mereka ini dan pengakuan kezhāliman mereka dapat memberikan manfaat bagi mereka untuk meringankan dosa dan sebagai tobat mereka. Oleh karena itulah, mereka menyesal dengan penyesalan yang dalam.[/efn_note])
- Lalu mereka saling berhadapan dan saling menyalahkan.
- Mereka berkata: “Celaka kita! Sesungguhnya kita orang-orang yang melampaui batas. (2324[efn_note]2324). Terhadap hak Allah dan hak hamba-hambaNya.[/efn_note])
- Mudah-mudahan Tuhan memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada yang ini, sungguh, kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita.” (2325[efn_note]2325). Zhāhirnya bahwa Allah subḥānahu wa ta‘ālā mengganti mereka di dunia dengan yang lebih baiknya darinya, karena barang siapa yang berdoa dengan benar kepada Allah, berharap dengan sungguh-sungguh kepada-Nya, maka Allah akan memenuhi permohonannya.[/efn_note])
- Seperti itulah ‘adzāb (di dunia) (2326[efn_note]2326). Bagi orang yang menyelisihi perintah Allah atau mengerjakan sebab-sebab di‘adzāb dengan mencabut kenikmatan yang dijadikannya untuk bersikap melampaui batas serta menyingkirkan sesuatu yang paling dibutuhkannya.[/efn_note]). Dan sungguh, ‘adzāb akhirat lebih besar sekiranya mereka mengetahui. (2327[efn_note]2327). Jika mereka mengetahui, tentu mereka akan menghindari segala sebab yang mendatangkan ‘adzāb dan siksaan. Disebutkan dalam catatan kaki terjemah al-Qur’ān Depag sbb.: Allah subḥānahu wa ta‘ālā menerangkan bahwa Dia menguji penduduk Makkah dengan menganugrahi mereka nikmat-nikmat yang banyak untuk mengetahui apakah mereka bersyukur atau tidak sebagaimana Allah telah menguji pemilik-pemilik kebun, seperti yang diterangkan pada ayat 17-33. Akhirnya pemilik kebun itu insaf dan bertobat kepada Allah. Demikian pula penduduk Makkah yang kemudian menjadi insaf dan masuk Islam berbondong-bondong setelah penaklukan Makkah.[/efn_note])