Surah al-Qadar 97 ~ Tafsir Hidayat-ul-Insan

Tafsīru Hidāyat-il-Insān
Judul Asli: (
هداية الإنسان بتفسير القران)
Disusun oleh:
Abū Yaḥyā Marwān Ḥadīdī bin Mūsā

Tafsir Al Qur’an Al Karim Marwan Bin Musa
Dari Situs: www.tafsir.web.id

Surah al-Qadr (Kemuliaan)
Surah ke-97. 5 ayat. Makkiyyah

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Keutamaan Lailat-ul-Qadr di atas seluruh malam.

 

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَ الرُّوْحُ فِيْهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّنْ كُلِّ أَمْرٍ. سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

  1. (32461) Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’ān) pada malam kemuliaan. (32472)
  2. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (32483)
  3. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. (32494)
  4. Pada malam itu turun para malaikat dan Rūḥ (Jibrīl) dengan idzin Tuhannya (32505) untuk mengatur semua urusan. (32516)
  5. Sejahteralah (malam itu) (32527) sampai terbit fajar. (32538).

Selesai tafsir surah al-Qadr dengan pertolongan Allah, taufīq-Nya dan kemudahan-Nya, wal-ḥamdulillāhi rabb-il-‘ālamīn.

Catatan:

  1. 3246). Allah subḥānahu wa ta‘ālā berfirman menerangkan keutamaan al-Qur’ān dan ketinggian kedudukannya.
  2. 3247). Malam kemuliaan dikenal dengan malam Lailat-ul-Qadr, yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan dan kebesaran, karena pada malam itu permulaan turunnya al-Qur’ān. Menurut Syaikh as-Sa‘dī, dinamakan Lailat-ul-Qadr karena besarnya kedudukannya dan keutamaannya di sisi Allah, demikian pula karena pada malam itu ditentukan apa yang akan terjadi dalam setahun berupa ajal, rezeki dan ketentuan-ketentuan taqdīr.Ibnu ‘Abbās berkata, “Allah menurunkan al-Qur’ān secara sekaligus dari Lauḥ Maḥfūzh ke Bait-ul-‘Izzah di langit dunia, kemudian turun secara berangsur-angsur sesuai situasi dan kondisi selama 23 tahun kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam.” Malam tersebut adalah malam yang penuh berkah. Barang siapa yang melakukan qiyāmullail pada malam itu karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu sebagaimana disebutkan dalam Shaḥīḥ Bukhārī dan Muslim.
  3. 3248). Kalimat ini untuk membesarkan malam Lailat-ul-Qadr.
  4. 3249). Ya‘ni ber‘amal shāliḥ atau beribadah bertepatan dengan malam itu lebih baik daripada beribadah selama seribu bulan. Syaikh as-Sa‘dī berkata: “Hal ini termasuk hal yang mencengangkan hati dan akal, karena Allah tabāraka wa ta‘ālā melimpahkan nikmat kepada umat yang lemah kekuatannya dengan malam yang beramal pada malam itu mengimbangi dan melebihi (ber‘amal) selama seribu bulan; (seukuran) umur seseorang yang dipanjangkan umurnya selama 80 tahun lebih.”
  5. 3250). Ibnu Katsīr berkata: “Banyak para malaikat yang turun pada malam ini karena banyak keberkahannya, dan para malaikat turun bersamaan turunnya berkah dan rahmat, sebagaimana mereka turun pula ketika al-Qur’ān dibaca, (turun) mengelilingi majlis dzikr dan menaruh sayap-sayapnya kepada penuntut ilmu karena memuliakannya.” Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:لَيلَة الْقَدرِ لَيلَة سابِعة أَو تاسعة و عشرِين إِنَّ الْملائكَةَ تلْك اللَّيلَةَ في الْأَرضِ أَكْثَر من عدد الْحصى

    Malam Lailat-ul-Qadr itu adalah malam ke 27 atau 29. Sesungguhnya para malaikat pada malam itu di bumi lebih banyak daripada banyaknya batu kerikil.” (HR. Aḥmad dan Thayālisī. Hadits ini di-ḥasan-kan oleh Syaikh al-Albānī dalam Shaḥīḥ-ul-Jāmi‘ no. 5473).

  6. 3251). Qatādah berkata: “Pada malam itu ditentukan segala urusan dan ditentukan ajal dan rezeki, sebagaimana firman Allah ta‘ālā: “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah,” (Terj. ad-Dukhān: 4)
  7. 3252). Sa‘īd bin Manshūr berkata dari Mujāhid tentang firman Allah: “Sejahteralah (malam itu),” ia berkata: “Yakni sejahtera, di mana syaithan tidak dapat berbuat buruk di dalamnya atau mengganggu.” Qatādah dan Ibnu Zaid berkata tentang firman Allah ta‘ālā: “Sejahteralah (malam itu),” maksudnya malam itu baik seluruhnya tidak ada keburukan sampai terbit fajar.”Tentang tanda malam Lailat-ul-Qadr, Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    لَيلَة الْقَدرِ لَيلَة بلْجة لا حارة و لاَبارِدة (و لا سحاب فيها و لا مطَر و لا رِيح ) و لا يرمى فيها بِنجمٍ و من علامة يومها تطْلع الشمس لا شعاع لَها

    Malam Lailat-ul-Qadr adalah malam yang terang, tidak panas dan tidak dingin (tidak ada gumpalan awan, hujan maupun angin), dan tidak dilepaskan bintang. Sedangkan di antara tanda pada siang harinya adalah terbitnya matahari tanpa ada syu’ā-nya.” (HR. Thabrānī dalam al-Kabīr dari Watsīlah, dan di-ḥasan-kan oleh Syaikh al-Albānī dalam Shaḥīḥ-ul-Jāmi‘ no. 5472, namun yang disebutkan dalam tanda kurung menurutnya adalah dha‘īf, lihat Dha‘īf-ul-Jāmi‘ no. 4958) Syu‘ā, menurut Imām Nawawī artinya yang terlihat dari sinar matahari ketika baru muncul seperti gunung dan batang yang menghadap kepadamu ketika engkau melihatnya, yakni sinar matahari yang berserakan.

    Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

    لَيلَةٌ سمحة طَلْقَة لا حارة و لا بارِدة و تصبِح شمس صبِيحتها ضعيفَة حمراءُ

    (Malam Lailat-ul-Qadr adalah) malam yang ringan, sedang, tidak panas dan tidak dingin, di mana matahari pada pagi harinya melemah kemerah-merahan.” (HR. Thayālisī dan Baihaqī dalam Syu‘ab-ul-Īmān, di-shaḥīḥ-kan oleh Syaikh al-Albānī dalam Shaḥīḥ-ul-Jāmi‘ no. 5475).

    Ibnu Katsīr berkata: “Dan tanda malam Lailat-ul-qadr adalah bahwa malam tersebut bersih, terang, seakan-akan ada bulan yang bersinar, tenang, tidak dingin dan tidak panas, sedangkan (pada pagi hari) matahari terbit dalam keadaan sedang tanpa ada sinar yang berserakan seperti bulan pada malam purnama.”

    Catatan:

    Lailat-ul-qadr tidak terjadi pada malam tertentu secara khusus dalam setiap tahunnya, namun berubah-rubah, mungkin pada tahun sekarang malam ke 27, pada tahun depan malam ke 29 dsb. Dan sangat diharapkan terjadi pada malam ke 27. Mungkin hikmah mengapa malam Lailat-ul-qadr disembunyikan oleh Allah subḥānahu wa ta‘ālā adalah agar diketahui siapa yang sungguh-sungguh beribadah dan siapa yang bermalas-malasan.

  8. 3253). Yakni awalnya dari tenggelam matahari dan akhirnya sampai terbit fajar. Syaikh as-Sa‘dī berkata: “Telah mutawātir hadits-hadits tentang keutamaannya, dan bahwa hal itu terjadi pada bulan Ramadhān, yaitu pada sepuluh terakhir daripadanya, khususnya pada malam-malam ganjilnya, dan hal itu berlaku pada setiap tahun sampai hari Kiamat. Oleh karena itu, Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam beri‘tikāf dan memperbanyak ibadah pada sepuluh terakhir dari bulan Ramadhān karena mengharapkan Lailat-ul-Qadr, wallāhu a‘lam.”

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *