Surah al-Muzzammil 73 ~ Tafsir Sayyid Quthb (3/4)

Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb
 
Penerbit: Gema Insani

Rangkaian Pos: Surah al-Muzzammil 73 ~ Tafsir Sayyid Quthb

Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu‘) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (al-Muzzammil: 6).

Nāsyi’at-ul-laili” (bangun pada waktu malam)….. bangun setelah ‘Isyā’…. (ya‘ni tengah malam)…. Ayat itu mengatakan: “Inna nāsyi’at-al-laili asyaddu wath’an” (Sesungguhnya bangun pada waktu malam adalah lebih tepat….) ya‘ni lebih menyemangatkan badan, “wa aqwamu qīlā” (dan bacaan pada waktu itu lebih berkesan), ya‘ni lebih memantapkan hati terhadap kebaikan (sebagaimana dikatakan oleh Mujāhid), karena mengalahkan bisikan untuk tidur dan tarikan ranjang, setelah bekerja keras pada siang hari, adalah lebih tepat dan lebih menyemangatkan badan. Akan tetapi ungkapan ini adalah untuk menyatakan kekuatan ruh, sambutan terhadap seruan Allah, dan merasakan kesan yang mendalam sehingga hati merasa tenang dan jinak kepada-Nya. Oleh karena itu, bacaan pada waktu itu lebih berkesan, karena berdzikir pada waktu itu terasakan manisnya, shalat pada waktu itu terasakan kekhusyū‘annya, dan bermunājat pada waktu itu terasa terenungkan isinya. Shalat dan berdzikir serta bermunajat pada waktu malam dapat meresapkan ke dalam hati perasaan tenang, senang, terkesan, dan memancarkan cahaya ke dalamnya, yang kadang-kadang tidak dijumpainya dalam shalat dan dzikir pada siang hari….. Allah yang menciptakan hati ini mengetahui jalan-jalan masuk ke dalamnya dan senar-senarnya, Ia tahu apa yang dapat meresap ke dalamnya dan memberikan kesan kepadanya, Ia mengetahui pada waktu kapan hati itu lebih terbuka dan lebih siap, dan Ia tahu pula sebab-sebab dan cara-cara yang lebih melekat dan lebih mengesankannya.

Allah Yang Maha Suci yang mempersiapkan hamba dan rasūl-Nya Muḥammad s.a.w. untuk menerima perkataan yang berat dan untuk bangkit memikul beban yang berat itu, memilihkan untuknya aktivitas malam hari, bangun malam, karena bangun malam itu lebih tepat untuk khusyū‘ dan bacaannya lebih berkesan, dan lagi karena pada waktu siang Rasūlullāh s.a.w. memiliki kesibukan-kesibukan dan kegiatan yang menyita banyak tenaga dan perhatiannya:

Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).” (al-Muzzammil: 7).

Biarlah ia mempergunakan siang harinya untuk urusan-urusan dan kegiatan ini, dan malam harinya ia khususkan untuk Tuhannya, dengan mengerjakan shalat dan berdzikir menyebut nama-Nya:

وَ اذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَ تَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيْلًا.

Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribādahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” (al-Muzzammil: 8).

Menyebut nama Allah, bukanlah sekadar komat-kamitnya mulut menyebut nama itu, dengan menghitung jumlah tasbīḥ dan pahalanya, atau dengan mengucapkannya sekian ribu dan sekian ribu kali. Akan tetapi, yang dimaksud ialah ingatnya hati dengan penuh konsentrasi bersama dengan dzikir lisan, atau yang dimaksud adalah shalat itu sendiri, beserta bacaan al-Qur’ān di dalamnya. Dan “tabattul” (ber‘ibādah dengan tekun) adalah melakukan pemutusan total terhadap selain Allah, menghadap kepada-Nya secara total dengan ber‘ibādah dan berdzikir, lepas dari semua kesibukan dan lintasan pikiran, serta memfokuskan segenap perasaannya kepada Allah.

Setelah menyebut “tabattul” yang berarti memutuskan hubungan dari segala sesuatu selain Allah, maka sesudah itu disebutkanlah sesuatu yang menjelaskan bahwa tidak ada sesuatu selain Allah yang layak seseorang menghadapkan diri kepadanya, kalau ia bermaskud menghadap kepada Allah:

(Dia-lah) Tuhan masyriq dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung. (al-Muzzammil: 9).

Dia adalah Tuhan bagi setiap orang yang menghadap kepada-Nya…. Dia adalah Tuhan bagi timur dan barat…. Dia adalah satu-satunya Tuhan yang tidak ada tuhan lagi yang berhak di‘ibādahi selain Dia. Maka memfokuskan perhatian kepada-Nya berarti memfokuskan kepada hakikat satu-satunya yang ada di alam wujūd ini dan bertawakkal kepada-Nya adalah tawakkal kepada kekuatan satu-satunya yang ada di alam semesta ini. Dan bertawakkal kepada Allah saja adalah buah dari kepercayaannya terhadap perlindungan-Nya kepada dunia belahan timur dan belahan barat, ya‘ni kepada seluruh alam semesta…. Dan Rasūl yang diseru-Nya dengan “Qum” (bangunlah!)…. untuk bangun guna mengemban tugas yang berat, sangat butuh berkonsentrasi kepada Allah dan bersandar kepada-Nya, bukan kepada selain-Nya. Karena dari sinilah akan lahir dan berkembang kekuatan dan akan diperolehnya bekal untuk memikul tugas berat di jalan yang panjang.

Bersabar Menghadapi Celotehan Kaumnya.

Kemudian Allah mengarahkan Rasūl untuk bersabar dengan kesabaran yang baik di dalam menghadapi tuduhan yang bukan-bukan, keberpalingan, halangan, dan pengabaian yang dilakukan oleh kaumnya, dan supaya menjauhi mereka serta memberi kesempatan sebentar kepada mereka, karena di sisi Allah sudah disediakan ‘adzāb dan belengggu yang berat bagi mereka:

وَ اصْبِرْ عَلَى مَا يَقُوْلُوْنَ وَ اهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيْلًا. وَ ذَرْنِيْ وَ الْمُكَذِّبِيْنَ أُوْلِي النَّعْمَةِ وَ مَهِّلْهُمْ قَلِيْلًا. إِنَّ لَدَيْنَا أَنْكَالًا وَ جَحِيْمًا. وَ طَعَامًا ذَا غُصَّةٍ وَ عَذَابًا أَلِيْمًا. يَوْمَ تَرْجُفُ الْأَرْضُ وَ الْجِبَالُ وَ كَانَتِ الْجِبَالُ كَثِيْبًا مَّهِيْلًا. إِنَّا أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ رَسُوْلًا شَاهِدًا عَلَيْكُمْ كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَى فِرْعَوْنَ رَسُوْلًا. فَعَصَى فِرْعَوْنُ الرَّسُوْلَ فَأَخَذْنَاهُ أَخْذًا وَبِيْلًا. فَكَيْفَ تَتَّقُوْنَ إِنْ كَفَرْتُمْ يَوْمًا يَجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيْبًا. السَّمَاءُ مُنْفَطِرٌ بِهِ كَانَ وَعْدُهُ مَفْعُوْلًا.

Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik. Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar. Karena sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang bernyala-nyala, dan makanan yang menyumbat di kerongkongan dan ‘adzāb yang pedih. Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yang beterbangan. Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Makkah) seorang rasūl, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang rasūl kepada Fir‘aun. Maka Fir‘aun mendurhakai rasūl itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat. Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban. Langit (pun) menjadi pecah-belah pada hari itu. Adalah janji-Nya itu pasti terlaksana.” (al-Muzzammil: 10-18).

Kalau sah riwayat pertama tentang sebab turunnya segmen pertama surah ini mengenai mulai diutusnya Nabi s.a.w., maka bagian kedua dari segmen ini turun kemudian setelah berlakunya dakwah secara terang-terangan dan munculnya orang-orang yang mendustakan dan bersikap sombong, dan berlaku kejam terhadap Rasūlullāh s.a.w. dan orang-orang mu’min, sedangkan jika riwayat yang kedua itu yang sah maka segmen pertama surah ini seluruhnya turun berkenaan dengan apa yang dialami Nabi s.a.w. yang diganggu dan disakiti oleh kaum musyrikīn serta dihalang-halangi dakwahnya.

Akan tetapi, bagaimanapun keadaannya, kita jumpai adanya arahan untuk bersabar, sesudah diberi pengarahan untuk mengerjakan shalat malam dan berdzikir, dan kedua hal ini sering disebutkan bersama-sama di dalam membekali hati dengan bekal dakwah ini untuk menempuh jalannya yang berat dan panjang, baik di jalan dakwah untuk meresapkan ke dalam hati maupun di jalannya dalam berjihad menghadapi para penentang, dan kedua-duanya merupakan sesuatu yang berat dan sulit….. Kita jumpai pengarahan untuk bersabar: “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan….” ucapan-ucapan yang menjengkelkan dan memicu kemarahan. “dan jauhilah mereka dengan cara yang baik…..”, tidak dihiraukan dengan membalas mencelanya dan marah kepadanya, tidak usah mengucapkan kata-kata yang keji dan menyiarkan kejelekannya.

Inilah langkah dakwah di Makkah, khususnya pada masa-masa permulaan….., yang semata-mata berbicara kepada hati dan nurani dan semata-mata penyampaian dengan tenang dan penjelasan yang terang.

Menjauhi secara baik terhadap kesombongan dan sikap mendustakan, benar-benar memerlukan kesabaran setelah memerlukan dzikir. Kesabaran merupakan pesan Allah yang disampaikan kepada setiap rasul, yang disampaikan berkali-kali, dan disampaikan pula kepada hamba-hambaNya yang beriman kepada rasūl-rasūlNya. Dan tidak mungkin seseorang dapat melaksanakan dakwah ini kecuali dengan menjadikan kesabaran sebagai surganya dan senjatanya, sabar sebagai tempat bernaung dan berlindungnya. Karena berdakwah adalah jihad….., jihad terhadap dirinya sendiri, terhadap nafsunya, terhadap penyelewengannya, kelemahannya, keliarannya, ketergesa-gesaannya, dan keterputusasaannya….. dan jihad terhadap musuh-musuh dakwah dan sarana-sarana mereka, program mereka, tipu-daya mereka, dan gangguan mereka. Juga jihad terhadap nafsu secara umum, yaitu keinginan untuk menghindar dan lepas dari tugas-tugas dakwah, dan bersembunyi di dalam bentuk yang bermacam-macam, dengan menyimpang dari dakwah dan tidak istiqāmah padanya.

Maka tidak ada bekal bagi juru dakwah kecuali kesabaran di dalam menghadapi semua ini, yang dibarengi dengan dzikir sebagaimana yang hampir disebutkan pada setiap tempat.

Bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan, dan jauhilah mereka dengan cara yang baik. Biarkanlah Aku (Allah) Sendiri yang akan menghadapi orang-orang yang mendustakan itu, karena Aku menjamin akan mengambil tindakan terhadap mereka:

Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar.” (al-Muzzammil: 11).

Ini adalah sebuah kalimat yang diucapkan oleh Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa, Maha Kuat lagi Maha Kokoh….. “Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu……!” Dan orang-orang yang mendustakan itu adalah manusia biasa juga, sedang yang mengancam mereka itu adalah Tuhan yang telah menciptakan mereka dan menciptakan alam semesta ini dengan firman-Nya: “Kun” (Jadilah!), tidak lebih dari perkataan itu.

Biarkanlah Aku yang bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu…..! Karena dakwah itu adalah dakwah-Ku, tugasmu hanya menyampaikan. Biarkan mereka mendustakan, dan tinggalkan mereka dengan cara yang baik. Aku yang akan melancarkan serangan terhadap mereka. Beristirahatlah engkau dari memikirkan urusan orang-orang yang mendustakan ini!

Sungguh ini merupakan kebinasaan yang menggocangkan dan membingungkan ketika Sang Maha Perkasa sudah bertindak sendiri secara langsung terhadap makhlūq yang hina dan lemah ini….. “yang mempunyai kemewahan”, meski bagaimanapun kekuasaan mereka di muka bumi terhadap sesama makhlūq yang seperti mereka!

Dan beri tangguhlah mereka barang sebentar

Seandainya mereka diberi tangguh sepanjang usia kehidupan dunia ini pun masih terhitung sebentar karena ia hanya sehari atau setengah hari saja menurut perhitungan Allah, dan dalam perhitungan mereka sendiri pun begitu ketika masa sudah dilipat, bahkan pada hari kiamat nanti mereka merasakan bahwa kehidupan di dunia ini hanya satu jam di waktu siang saja. Maka kehidupan dunia yang diberikan kepada mereka ini hanya sebentar, bagaimanapun lamanya. Itupun kalau mereka bisa melalui kehidupan ini dengan selamat dari hukuman Tuhan Yang Maha Perkasa dan Memiliki siksa yang pedih yang telah memberi tangguh barang sebentar dan akan menyiksa dan membelenggu mereka dengan belenggu yang berat:

Karena sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang bernyala-nyala, dan makanan yang menyumbat di kerongkongan dan ‘adzāb yang pedih.” (al-Muzzammil: 12-13).

Belenggu-belenggu yang berat, neraka yang menyala-nyala, makanan yang menyumbat kerongkongan, dan ‘adzāb yang pedih….. semuanya itu merupakan balasan yang sesuai bagi “orang-orang yang mempunyai kemewahan” dan tidak mau bersyukur kepada Yang Memberi ni‘mat. Karena itu, bersabarlah wahai Muḥammad terhadap mereka dengan kesabaran yang baik, dan biarkanlah Aku yang akan bertindak terhadap mereka. Biarkanlah mereka, karena di sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat yang akan membelenggu dan menyakiti mereka, ada neraka yang menyala-nyala yang akan membakar dan memanggang mereka, ada makanan yang akan menyumbat kerongkongan mereka, dan ada ‘adzāb yang pedih pada hari yang menakutkan….

Kemudian dilukiskanlah pemandangan pada hari yang menakutkan itu:

Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yang beterbangan.” (al-Muzzammil: 14).

Inilah pemandangan yang menakutkan di mana manusia dilewatkan, dan disebutkanlah bumi dengan hamparannya yang sangat luas dan besar, tetapi ia ketakutan dan berantakan. Bagaimana lagi dengan manusia yang kecil dan lemah?!

Setelah melukiskan pemandangan yang menakutkan dan mengerikan itu, maka diingatkanlah orang-orang yang mendustakan dan memiliki kemewahan itu terhadap Fir‘aun sang diktator, dan bagaimana Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa itu menyiksannya:

Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Makkah) seorang rasūl, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang rasūl kepada Fir‘aun. Maka Fir‘aun mendurhakai rasūl itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat.” (al-Muzzammil: 15-16).

Demikian gambaran singkat menggoncangkan perasaan dan menanggalkan hati, sesudah dilukiskannya pemandangan bumi dan gunung-gunung yang bergoncangan dan berantakan.

Itu hukuman akhirat dan ini hukuman dunia. Maka, bagaimanakah kamu akan menyelamatkan dirimu dan melindunginya dari ‘adzāb yang mengerikan dan menakutkan ini?

Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban. Langit (pun) menjadi pecah-belah pada hari itu karena Allah……” (al-Muzzammil: 17-18).

Keadaan yang menakutkan ini menjadikan langit pecah-belah, dan sebelumnya bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan anak-anak kecil menjadi beruban. Sesungguhnya, ini adalah sesuatu yang menakutkan yang digambarkan dalam lukisan alam yang diam dan manusia yang hidup…. dalam pemandangan-pemandangan yang dipindahkan oleh paparan al-Qur’ān ke dalam perasaan manusia seakan-akan ia sedang terjadi… Kemudian dipertegasnya lagi: “Adalah janji-Nya itu pasti terlaksana.” (al-Muzzammil: 18)….. Pasti terjadi, tak kan diselisihi karena apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, apa yang dimaui pasti terwujūd.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *