AYAT 11-14.
وَ ذَرْنِيْ وَ الْمُكَذِّبِيْنَ أُوْلِي النَّعْمَةِ وَ مَهِّلْهُمْ قَلِيْلًا. إِنَّ لَدَيْنَا أَنْكَالًا وَ جَحِيْمًا. وَ طَعَامًا ذَا غُصَّةٍ وَ عَذَابًا أَلِيْمًا. يَوْمَ تَرْجُفُ الْأَرْضُ وَ الْجِبَالُ وَ كَانَتِ الْجِبَالُ كَثِيْبًا مَّهِيْلًا.
73: 11. Dan biarkanlah Aku Sendiri berurusan dengan para pendusta, orang-orang yang hidup dalam kenikmatan, dan tangguhkanlah waktu mereka sebentar.
73: 12. Sesungguhnya di sisi Kami ada belenggu-belenggu berat dan api neraka.
73: 13. Dan makanan yang menyumbat tenggorokan dan adzab yang pedih.
73: 14. Pada Hari ketika bumi dan gunung-gunung berguncang keras dan gunung-gunung akan menjadi tumpukan-tumpukan pasir yang beterbangan.
TAFSIR
Ayat ke-11 ditujukan kepada Nabi s.a.w. agar beliau membiarkan catatan perbuatan para pendosa yang sombong itu tetap abadi di sisi-Nya. Ayat sebelumnya menjelaskan tentang gangguan yang dilancarkan para musuh terhadap Islam. Ayat ini secara tegas menyerang mereka dengan peringatan-peringatan yang keras tentang siksaan yang sedang menunggu mereka di dunia dan akhirat. Dengan demikian, mereka didesak untuk memperbaiki perbuatan jahat mereka.
Kaum muslim yang sezaman dengan Nabi s.a.w. juga dihibur dari serangan keras oleh para musuh yang mendesak mereka, agar mereka melindungi diri dan tetap tabah dengan firman-Nya, Biarkanlah Aku Sendiri berurusan dengan para pendusta, orang-orang yang hidup dalam kenikmatan, dan tangguhkanlah waktu mereka sebentar. Dengan kata lain, Allah s.w.t. menyatakan bahwa Nabi s.a.w. tidak perlu melakukan konfrontasi dengan mereka dan membiarkan mereka berurusan dengan-Nya. Dengan demikian, mereka akan memanfaatkan waktu tangguh yang singkat itu hingga bisa memerhatikan ancaman Allah s.w.t., memperlihatkan sifat asli mereka dan memikul beban dosa yang lebih jauh lagi. Karena siksaan Allah yang pedih sedang menunggu mereka.
Tercatat dalam sejarah Islam bahwa kaum muslim memperoleh kekuatan dan menimpakan pukulan keras atas musuh mereka pada Perang Ḥunain dan Aḥzāb (Khandaq). Para musuh yang sombong itu mati tidak lama kemudian dan bertemu dengan nasib mereka yang mengerikan berupa siksaan di alam barzakh.
Kata uli al-ni‘mah (“para pemilik kenikmatan hidup”) menyiratkan arogansi dan kelalaian yang berasal dari kekayaan, yang mengakibatkan orang-orang kaya sering kali terjerumus. Sejarah para nabi a.s. dan ayat al-Qur’ān menjelaskan bahwa orang kaya merupakan musuh terbesar terhadap keimanan. Padahal, mereka seharusnya mendahului orang lain dalam menyambut seruan kebenaran sebagai tanda syukur terhadap nikmat Allah yang diberikan kepada mereka.
Ayat ke-12 berlanjut dengan peringatan yang lebih eksplisit: Di sisi Kami ada belenggu-belenggu berat dan api neraka. Kata jama‘ ‘Arab ankal bermakna rantai yang berat. Kata tersebut menurut kamus bermakna ketidakberdayaan dan kelemahan karena belenggu yang mengikat kaki, tangan dan leher sehingga menghalangi gerakan mereka dan mengakibatkan kelemahan. Kata tersebut digunakan dalam pengertian rantai dan belenggu. Orang-orang yang kaya tapi fasik ini hanya memanfaatkan kecintaan mereka yang tak terkendali pada kesenangan duniawi, padahal siksaan dan api neraka menunggu mereka di akhirat.
Ayat ke-13 menambahkan bahwa orang fasik akan diberikan “makanan yang menyumbat tenggorokan dan adzab yang pedih”. Mereka menikmati makanan lezat di dunia dan memperturutkan kesenangan jasmani. Sedangkan makanan yang dapat menyumbat tenggorokan dan siksaan yang pedih akan disediakan bagi mereka di akhirat kelak.
Kerasnya siksaan itu tidak diketahui seorang pun selain Allah s.w.t. Diriwayatkan bahwa seorang muslim pernah membaca ayat ini sementara Nabi s.a.w. mendengarkannya. Pembaca ayat tersebut menjerit tiba-tiba dan jatuh pingsan. (2531) Juga diriwayatkan bahwa Nabi s.a.w. sedang membaca ayat tersebut dan mengalami kejadian yang sama. (2542) Tapi orang-orang kaya (yang enggan menyambut kebenaran) itu akan memakan makanan yang menyumbat kebenaran tenggorokan mereka di neraka. Hal yang sama dijelaskan di tempat lain dalam al-Qur’ān (88: 6): Tidak ada makanan yang tersedia bagi mereka selain tanaman berduri dan beracun. Juga disebutkan pada ayat 43 dan 44 bahwa para pendosa akan memakan buah pohon zaqqūm, tanaman berbau busuk yang sama pahit dan beracunnya.
Ayat ke-14 berkenaan dengan Hari ketika siksaan tersebut akan ditimpakan pada para pendosa, yang berbunyi: Pada Hari ketika bumi dan gunung-gunung berguncang keras dan gunung-gunung akan menjadi tumpukan-tumpukan pasir yang beterbangan. Frase ‘Arab katsīb bermakna “tumpukan pasir, bukit pasir”. Kata mahil bermakna menuangkan sesuatu yang halus seperti pasir dan bubuk. Kata tersebut mengisyaratkan sesuatu yang tidak pasti dan tidak permanen. Ayat ini menjelaskan bahwa gunung akan hancur-lebur pada Hari Kiamat sehingga gunung itu berubah menjadi pasir halus. Mengema gunung-gunung di awal Hari Kiamat, ada berbagai ungkapan al-Qur’an yang semuanya menjelaskan bahwa gunung-gunung itu hancur-lebur berubah menjadi tanah dan pasir lembut. Pembahasan-pembahasan lebih detail ditemukan pada surah 20, ayat 105.
AYAT 15-16.
إِنَّا أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ رَسُوْلًا شَاهِدًا عَلَيْكُمْ كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَى فِرْعَوْنَ رَسُوْلًا. فَعَصَى فِرْعَوْنُ الرَّسُوْلَ فَأَخَذْنَاهُ أَخْذًا وَبِيْلًا.
73: 15. Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu seorang Rasūl sebagai saksi atas kamu, sebagaimana Kami telah mengutus kepada Fir‘aun seorang rasul.
73: 16. Namun Fir‘aun menentang Rasūl itu, lalu Kami menyiksanya dengan siksaan yang berat.
TAFSIR
Nabi s.a.w. menyaksikan perbuatan di dunia ini dan memberikan kesaksian tentang perbuatan umatnya itu pada Hari Kiamat. Ayat ke-15 membandingkan seruan Nabi s.a.w. dan permusuhan para pemuka ‘Arab terhadap beliau, dengan bangkitnya Nabi Mūsā a.s. terhadap Fir‘aun dan kaumnya, melalui firman Allah: Kami telah mengutus kepada kamu seorang rasūl (Muḥammad s.a.w.) sebagai saksi atas kamu, sebagaimana Kami telah mengutus seorang rasul (Mūsā a.s.) kepada Fir‘aun. (untuk menuntunnya dan kaumnya dan mengawasi perbuatan-perbuatan mereka). Karenanya, ayat-ayat al-Qur’ān dan hadits-hadits menjelaskan bahwa Nabi s.a.w. dan para Imam a.s. menyaksikan seluruh perbuatan kita Pelaksanaan seruan memerlukan pengawasan dan Nabi s.a.w. mengawasi seluruh perbuatan dari umatnya dan memberikan kesaksian terhadap perbuatan-perbuatan mereka itu.
Ayat ke-16 menyatakan bahwa Fir‘aun bangkit menentang Rasūl Allah a.s. dan Allah s.w.t. menimpakan siksaan-siksaan berat terhadapnya. Tentara Fir‘aun yang berjumlah sangat besar, kerajaannya yang luas, kekuasaannya dan harta kekayaan kaumnya semuanya tidak mampu menghalangi siksaan-siksaan Allah, dan mereka semua tenggelam dalam gelombong dahsyat Nīl yang mereka bangga-banggakan itu. Sementara kamu jauh lebih rendah dari mereka berkenaan dengan harta kekayaan dan jumlahnya. Bagaimana kamu bisa sampai tertipu dengan harta kekayaan dan jumlah kamu yang sedikit?
Frase ‘Arab wabīl asalnya bermakna hujan lebat, namun dalam ayat tersebut bermakna sesuatu yang berat dan keras, terutama siksaan-siksaan. Ayat ini menyiratkan kerasnya siksaan yang ditimpakan atas para pendosa, ibarat curahan hujan lebat. Ketidaktaatan kepada perintah-perintah Rasūl Allah mengakibatkan siksaan dan hukuman.
Catatan: