سُوْرَةُ الْمُزَّمِّلِ
SURAH AL-MUZZAMMIL
Surah al-Muzzammil termasuk ke dalam kelompok surah Makkiyyah, terdiri atas dua puluh ayat, dua ratus delapan puluh lima kalimat, dan delapan ratus tiga puluh delapan huruf.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ.
1. Wahai orang yang berselimut (Muḥammad)! (al-Muzzammil [73]: 1).
(يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ) “Wahai orang yang berselimut” khithāb atau pembicaraan ini ditujukan kepada Nabi s.a.w. sebagai teguran baginya atas keadaan yang dilakukannya. Mengingat beliau menutupi dirinya dengan selimut siap untuk tidur, sebagaimana yang dilakukan oleh seseorang yang tidak mempunyai urusan penting sehingga beliau diperintahkan agar menyingkapkan kain selimutnya untuk segera bangkit melakukan ibadah dan bangun menunaikan shalat malam hari.
Menurut qira’at lain ada yang membacanya: Yā Ayyuh-al-Mutazammil.
قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيْلًا.
2. bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil. (al-Muzzammil [73]: 2).
(قُمِ اللَّيْلَ) “bangunlah pada malam hari” yakni bangunlah untuk mengerjakan shalat malam hari – (إِلَّا قَلِيْلًا) “kecuali sebagian kecil” darinya.
نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيْلًا.
3. yaitu separuhnya atau kurang sedikit dari itu. (al-Muzzammil [73]: 3).
(نِصْفَهُ) “yaitu separuhnya” lafal ini berkedudukan menjadi badal dari al-lail – (أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيْلًا.) “atau kurang sedikit dari itu” yakni kurangilah masa shalatmu dari separuh malam menjadi seperempatnya.
أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَ رَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيْلًا.
4. atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah al-Qur’ān dengan perlahan-lahan. (al-Muzzammil [73]: 4).
(أَوْ زِدْ عَلَيْهِ) “atau lebih dari (seperdua) itu” yakni lebihkanlah sedikit dari seperdua hingga menjadi dua pertiganya – (وَ رَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيْلًا) “dan bacalah al-Qur’ān dengan perlahan-lahan” yakni bacalahh al-Qur’ān itu dengan jelas dalam shalatmu dengan bacaan yang menyebutkan semua hurufnya dengan jelas dan memenuhi haknya.
إِنَّا سَنُلْقِيْ عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيْلًا.
5. Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu. (al-Muzzammil [73]: 5).
(إِنَّا سَنُلْقِيْ عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيْلًا.) “Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu” yakni Kami akan mewahyukan al-Qur’ān kepadamu yang mengandung tugas-tugas yang berat atas kaum mukallaf.
إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْءًا وَ أَقْوَمُ قِيْلًا.
6. Sungguh, bangun malam itu lebih kuat (mengisi jiwa); dan (bacaan pada waktu itu) lebih berkesan. (al-Muzzammil [73]: 6).
(إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْءًا) “Sungguh, bangun malam itu lebih kuat” menurut jumhur ulama qira’at, Wāwu dibaca fatḥah dan Thā’ di-sukūn-kan menjadi wath’an, tetapi Qatādah dan Syibl membacanya with’an dengan Wāwu yang di-kasrah-kan dan Thā’ di-sukūn-kan. Maknanya: Sesungguhnya bangun pada malam hari untuk mengerjakan shalat lebih semangat dan lebih mantap.
Abū ‘Amr dan Ibnu ‘Āmir membacanya dengan Wāwu yang di-kasrah-kan dan Thā’ yang di-fatḥah-kan menjadi witha’an, artinya lebih membantu kekhusyu‘an dan keikhlasan – (وَ أَقْوَمُ قِيْلًا.) “dan lebih berkesan” yakni lebih benar secara bacaan dan lebih baik secara lafal daripada siang hari karena suasana tenang.
إِنَّ لَكَ فِي النَّهَارِ سَبْحًا طَوِيْلًا.
7. Sesungguhnya pada siang hari engkau sangat sibuk dengan urusan-urusan yang penting. (al-Muzzammil [73]: 7).
(إِنَّ لَكَ) “Sesungguhnya engkau” wahai penghulu para rasul – (فِي النَّهَارِ سَبْحًا طَوِيْلًا.) “pada siang hari sangat sibuk dengan urusan-urusan yang penting” yakni mempunyai urusan-urusan penting, oleh karena itu janganlah kamu menghabiskan seluruh waktumu untuk berkhidmat kepada Allah kecuali malam hari.
Menurut qira’at lain dibaca Sabkhan dengan memakai Khā’, yang berarti tidak dapat berkonsentrasi karena banyaknya kesibukan dan urusan yang penting.
Pendapat lain menyebutkan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa sesungguhnya jika ada suatu ibadah yang terlewatkan pada malam hari, maka pada siang hari engkau mempunyai waktu luang untuk menunaikannya.
وَ اذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَ تَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيْلًا.
8. Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan sepenuh hati. (al-Muzzammil [73]: 8).
(وَ اذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ) “Sebutlah nama Tuhanmu” yakni sebutlah nama Tuhanmu terus-menerus pada siang dan malam hari dengan sebutan apa pun seperti tasbih, tahlil, tahmid, doa, shalat, membaca al-Qur’ān, dan mempelajari ilmu.
Sahl mengatakan bahwa ucapkanlah Bismillāh-ir-Raḥmān-ir-Raḥīm dalam permulaan bacaanmu, maka keberkahan membacanya akan mengantarkanmu selalu berhubungan dengan Tuhanmu dan memutuskanmu dari selain-Nya. Yakni, apakah kamu sedang membacanya dalam shalat ataupun di luar shalat. Adapun jika dia membacanya dari pertengahan surah ketika ia berada di luar shalat, maka disunatkan baginya membaca basmalah, jika ia berada dalam shalatnya, maka tidak disunatkan membaca basmalah, karena membaca surah setelah al-Fātiḥah dianggap satu qira’at yang menyatu.
(وَ تَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيْلًا.) “dan beribadatlah kepada-Nya dengan sepenuh hati” yakni curahkanlah segenap waktumu untuk beribadah kepada Allah dengan ikhlas dan memutuskan hubunganmu dengan dunia.
رَبُّ الْمَشْرِقِ وَ الْمَغْرِبِ لَا إِلهَ إِلَّا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيْلًا.
9. (Dialah) Tuhan timur dan barat, tiada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, maka jadikanlah Dia sebagai Pelindung. (al-Muzzammil [73]: 9).
(رَبُّ الْمَشْرِقِ وَ الْمَغْرِبِ) “(Dialah) Tuhan timur dan barat” Ibnu ‘Āmir, Ḥamzah dan al-Kisā’ī membacanya dengan bacaan jārr menjadi badal; dari rabbika, atau sebagai qasam dengan menyimpan harus qasam menjadi Rabb-il-Masyriqi. Hal yang sama terdapat pada qira’at Ibnu ‘Abbās, akan tetapi dalam qira’atnya disebutkan Rabb-il-Masyāriqi wal-Maghārib dalam bentuk jama‘.
Ulama lain membacanya dengan bacaan rafa‘ dengan mengandung makna pujian, ia berkedudukan sebagai khabar dari mubtada’ yang tidak disebutkan, bentuk lengkapnya Huwa Rabb-ul-Masyriqi, Dialah Tuhan arah timur. Atau, sebagai mubtada’ sedangkan khabar-nya adalah jumlah yang disebutkan dalam firman selanjutnya yaitu:
(لَا إِلهَ إِلَّا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيْلًا.) “tiada ada tuhan yang berhak disembah selain Dia, maka jadikanlah Dia sebagai Pelindung” manusia pada permulaan perjalanannya adalah mencari bagian bagi dirinya, sehingga ibadahnya kepada Allah s.w.t. karena dia baru memulai untuk mencapai kesempurnaan. Kemudian, pada akhir perjalanannya dia meningkat dari derajat mencari bagian, sehingga ibadahnya dalam keadaan ini karena dia telah mencapai kesempurnaan.
Kalimat Rabb-il-Masyāriqi wal-Maghāribi mengisyaratkan keadaan yang pertama, yaitu permulaan derajat ahli ibadah. Lafal Lā Ilāha Illā Huwa mengisyaratkan keadaan yang kedua, yaitu keadaan puncak derajat ahli ibadah. Lafal Fattakhidzhu wakīlā mengisyaratkan kedudukan berserah diri, yaitu bila ia melenyapkan semua ikhtiyar dan menyerahkan segala urusan sepenuhnya kepada Allah s.w.t. Oleh karena itu, apabila Allah menjadikannya sebagai ahli ibadah, maka dia rela dengan ibadah. Jika Allah menghendakinya bukan sebagai ahli ibadah, maka dia rela pula dengan keadaan ini, bukan karena hal itu semata melainkan karena mengingat hal tersebut sebagai kehendak Allah. Sampai di sinilah akhir dari semua derajat.
وَ اصْبِرْ عَلَى مَا يَقُوْلُوْنَ وَ اهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيْلًا
10. Bersabarlah (Muḥammad) terhadap apa yang mereka katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik. (al-Muzzammil [73]: 10).
(وَ اصْبِرْ عَلَى مَا يَقُوْلُوْنَ.) “Bersabarlah – Muḥammad terhadap apa yang mereka katakan” yang tidak mengandung kebaikan apa pun; dan barang siapa yang ingin bergaul dengan makhluk, maka dituntut untuk bersikap sabar.
(وَ اهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيْلًا.) “dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik” yakni dengan menghindarkan hatinya dari mereka disertai dengan sikap yang berbeda dengan mereka dan tidak mengikuti arus. Hal ini merupakan sikap yang mendapat izin dari Allah berkenaan dengan hal-hal yang masih dalam batas toleransi. Namun, tidak ada nasakh dalam hal ini.
وَ ذَرْنِيْ وَ الْمُكَذِّبِيْنَ أُوْلِي النَّعْمَةِ وَ مَهِّلْهُمْ قَلِيْلًا.
11. Biarkanlah Aku (yang bertindak) terhadap orang-orang yang mendustakan, yang memiliki segala kemewahan hidup dan berilah mereka penangguhan sebentar. (al-Muzzammil [73]: 11).
(وَ ذَرْنِيْ وَ الْمُكَذِّبِيْنَ أُوْلِي النَّعْمَةِ) “Biarkanlah Aku (yang bertindak) terhadap orang-orang yang mendustakan, orang-orang yang memiliki segala kemewahan hidup” yakni biarkanlah Aku dan orang-orang yang mempunyai kemewahan hidup, dan serahkanlah kepada-Ku urusan mereka. Yang dimaksud adalah para pemimpin orang-orang Quraisy.
Jika dibaca na‘mah berarti kemewahan hidup, jika dibaca ni‘mah berarti nikmat, kalu dibaca nu‘mah berarti kesenangan.
(وَ مَهِّلْهُمْ قَلِيْلًا.) “dan berilah mereka penangguhan sebentar” yakni tenggang waktu yang sebentar dalam kehidupan di dunia ini, akhirnya mereka terbunuh dalam perang Badar.
إِنَّ لَدَيْنَا أَنْكَالًا وَ جَحِيْمًا.
12. Sungguh, di sisi Kami ada belenggu-belenggu (yang berat) dan neraka yang menyala-nyala. (al-Muzzammil [73]: 12).
(إِنَّ لَدَيْنَا أَنْكَالًا) “Sungguh, di sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat” yakni sesungguhnya bagi mereka pada sisi Kami di negeri akhirat ada berbagai siksa yang bertentangan dengan kenikmatan mereka di dunia, yaitu belenggu-belenggu yang mengikat kaki mereka, dan belenggu-belenggu yang mengikat tangan mereka sampai ke leher mereka serta rantai-rantai yang membelit leher mereka – (وَ جَحِيْمًا.) “dan neraka yang menyala-nyala”yakni api yang besar nyalanya yang mereka masuki.
وَ طَعَامًا ذَا غُصَّةٍ وَ عَذَابًا أَلِيْمًا.
13. dan ada makanan yang menyumbat di kerongkongan dan adzab yang pedih. (al-Muzzammil [73]: 13).
(وَ طَعَامًا ذَا غُصَّةٍ) “dan ada makanan yang menyumbat di kerongkongan” yakni makanan yang menyumbat di korongkongan, yaitu buah zaqqūm dan buah pohon yang berduri.
(وَ عَذَابًا أَلِيْمًا.) “dan adzab yang pedih” yang beraneka ragam.
يَوْمَ تَرْجُفُ الْأَرْضُ وَ الْجِبَالُ وَ كَانَتِ الْجِبَالُ كَثِيْبًا مَّهِيْلًا.
14. (Ingatlah) pada hari (ketika) bumi dan gunung-gunung berguncang keras, dan gunung-gunung itu menjadi seperti onggokan pasir yang dicarahkan. (al-Muzzammil [73]: 14).
(يَوْمَ تَرْجُفُ الْأَرْضُ وَ الْجِبَالُ) “Pada hari ketika bumi dan gunung-gunung berguncang keras” kalimat ini ber-ta‘alluq kepada Istaqarra yang juga ber-ta‘alluq kepadanya lafal Ladainā. Yakni, telah tetap di sisi Kami bagi mereka hal tersebut pada hari bumi dan pasak-pasaknya berguncang.
Zaid ibnu ‘Alī membacanya Turjafu dalam bentuk mabnī maf‘ūl – (وَ كَانَتِ الْجِبَالُ كَثِيْبًا مَّهِيْلًا.) “dan menjadilah gunung-gunung itu seperti onggokan pasir yang dicarahkan” yakni gunung-gunung itu menjadi debu yang beterbangan karena lembutnya, lafal al-katsīb berarti pasir yang sangat halus yang mirip dengan tepung.
إِنَّا أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ رَسُوْلًا شَاهِدًا عَلَيْكُمْ كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَى فِرْعَوْنَ رَسُوْلًا.
15. Sesungguhnya Kami telah mengutus seorang Rasūl (Muḥammad) kepada kamu, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus seorang rasul kepada Fir‘aun. (al-Muzzammil [73]: 15).
(إِنَّا أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ) “Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu” hai orang-orang kafir Makkah – (رَسُوْلًا) “seorang Rasūl” yaitu Nabi Muḥammad s.a.w. – (شَاهِدًا عَلَيْكُمْ) “yang menjadi saksi terhadapmu” yakni dia akan bersaksi pada hari Kiamat terhadap kekafiran dan kedustaan yang telah kamu lakukan.
(كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَى فِرْعَوْنَ) “sebagaimana Kami telah mengutus kepada Fir‘aun” raja Mesir – (رَسُوْلًا.) “seorang rasul” yaitu Nabi Mūsā a.s.
فَعَصَى فِرْعَوْنُ الرَّسُوْلَ فَأَخَذْنَاهُ أَخْذًا وَبِيْلًا.
16. Namun, Fir‘aun mendurhakai rasul itu, maka Kami siksa dia dengan siksaan yang berat. (al-Muzzammil [73]: 16).
(فَعَصَى فِرْعَوْنُ الرَّسُوْلَ) “Namun, Fir‘aun mendurhakai rasul itu” yang Kami utus kepadanya – (فَأَخَذْنَاهُ أَخْذًا وَبِيْلًا.) “maka Kami siksa dia dengan siksaan yang berat” yakni maka Kami siksa Fir‘aun dengan siksaan yang berat yaitu ditenggelamkan.
فَكَيْفَ تَتَّقُوْنَ إِنْ كَفَرْتُمْ يَوْمًا يَجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيْبًا.
17. Lalu, bagaimana kamu akan dapat menjaga dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban? (al-Muzzammil [73]: 17).
(فَكَيْفَ تَتَّقُوْنَ إِنْ كَفَرْتُمْ يَوْمًا يَجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيْبًا.) “Lalu, bagaimana kamu akan dapat menjaga dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban” yakni bagaimana kamu dapat memelihara dirimu jika kamu tetap dalam kekafiranmu di dunia terhadap adzab yang pada hari itu anak-anak bisa menjadi beruban bila mereka mendengarnya? Karena Allah s.w.t. berfirman kepada Ādam:
يَا آدَمُ ابْعَثْ بَعْثًا مِنْ ذُرِّيَّتِكَ إِلَى النَّارِ، وَ قَالَ آدَمُ: يَا رَبِّ مِنْ كَمِّ؟ قَالَ اللهُ تَعَالَى: مِنْ كُلِّ أَلْفٍ تِسْعُمِائَةٍ وَ تِسْعَةً وَ تِسْعُوْنَ إِلَى النَّارِ وَ وَاحِدٌ إِلَى الْجَنَّةِ.
Wahai Ādam! Bangkitkanlah sejumlah manusia dari keturunanmu untuk dimasukkan ke dalam neraka. Ādam bertanya: “Wahai Tuhanku, berapakah jumlah mereka?” Allah menjawab: “Setiap seribu orang, sembilan ratus sembilan puluh sembilan masuk ke dalam neraka, dan satu orang masuk ke dalam surga.”
Zaid ibnu ‘Alī membaca Yauma Yaj‘alu dengan meng-idhāfah-kan zharaf kepada jumlah, sedangkan fā‘il-nya adalah dhamīr yang merujuk kepada Allah.
Makna ayat: Bagaimana kamu, hai penduduk Makkah pada hari Kiamat bila kamu tidak bertaqwa dan tetap dalam kekafiranmu di dunia ini?
السَّمَاءُ مُنْفَطِرٌ بِهِ كَانَ وَعْدُهُ مَفْعُوْلًا.
18. Langit (pun) terbelah pada hari itu. Janji Allah pasti terlaksana. (al-Muzzammill [73]: 18).
(السَّمَاءُ مُنْفَطِرٌ بِهِ) “Langit pun terbelah pada hari itu” yakni menjadi terbelah-belah karena dahsyatnya kejadian pada hari itu. Jumlah ini menjadi sifat yang kedua bagi yauman. Menurut qira’at lain dibaca Mutafaththirun yakni terbelah-belah.
(كَانَ وَعْدُهُ مَفْعُوْلًا) “Janji Allah pasti terlaksana” mashdar ini adakalanya di-mudhāf-kan kepada maf‘ūl, yakni janji hari itu pasti terlaksana, yakni janji yang disandarkan kepada hari itu pasti kejadiannya, karena hikmah dan ilmu Allah menuntut harus terjadi.
Adakalanya mashdar di-mudhāf-kan kepada fā‘il, yakni janji Allah bagi kedatangan hari itu pasti terjadi, karena Allah Maha Suci dari dusta.
إِنَّ هذِهِ تَذْكِرَةٌ فَمَنْ شَاءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيْلًا.
19. Sungguh, ini adalah peringatan. Barang siapa menghendaki, niscaya dia mengambil jalan (yang lurus) kepada Tuhannya. (al-Muzzammil [73]: 19).
(إِنَّ هذِهِ) “Sungguh, ini” yakni ayat-ayat ini – (تَذْكِرَةٌ) “adalah peringatan” yakni pelajaran yang mengandung berbagai petunjuk.
(فَمَنْ شَاءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيْلًا.) “Barang siapa menghendaki, niscaya dia mengambil jalan (yang lurus) kepada Tuhannya” yakni barang siapa yang ingin selamat tentulah ia menyibukkan diri dengan mengerjakan ketaatan dan menghindarkan diri dari kedurhakaan. Karena sesungguhnya cara inilah yang dapat mengantarkannya untuk meraih rida Allah.
إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُوْمُ أَدْنَى مِنْ ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَ نِصْفَهُ وَ ثُلُثَهُ وَ طَائِفَةٌ مِّنَ الَّذِيْنَ مَعَكَ وَ اللهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَ النَّهَارَ عَلِمَ أَنْ لَّنْ تُحْصُوْهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ فَاقْرَؤُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ عَلِمَ أَنْ سَيَكُوْنُ مِنْكُمْ مَّرْضَى وَ آخَرُوْنَ يَضْرِبُوْنَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُوْنَ مِنْ فَضْلِ اللهِ وَ آخَرُوْنَ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ فَاقْرَؤُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ وَ أَقِيْمُوا الصَّلَاةَ وَ آتُوا الزَّكَاةَ وَ أَقْرِضُوا اللهَ قَرْضًا حَسَنًا وَ مَا تُقَدِّمُوْا لِأَنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللهِ هُوَ خَيْرًا وَ أَعْظَمَ أَجْرًا وَ اسْتَغْفِرُوا اللهَ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
20. Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa engkau (Muḥammad) berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersamamu. Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, sehingga Dia memberi keringanan kepadamu, oleh karena itu, bacalah al-Qur’ān yang mudah (bagimu). Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan yang lain berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan ada pula yang berperang di jalan Allah, maka bacalah al-Qur’ān yang mudah (bagimu) dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman yang baik kepada Allah. Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu, niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Mohonlah ampunan kepada Allah; sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (al-Muzzammil [73]: 20).
(إِنَّ رَبَّكَ) “Sesungguhnya Tuhanmu” wahai makhluk yang paling mulia – (يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُوْمُ أَدْنَى مِنْ ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَ نِصْفَهُ وَ ثُلُثَهُ) “mengetahui bahwa engkau (Muḥammad) berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, seperdua malam atau sepertiganya” Ibnu Katsīr, ‘Āshim, Ḥamzah, dan al-Kisā’ī membaca keduanya dengan bacaan nashab karena di-‘athaf-kan kepada Adnā, yakni sesungguhnya engkua berdiri kurang dari dua pertiga malam, yang itu seperdua, atau sepertiganya saja.
Ulama yang lain membacanya dengan bacaan jarr karena di-‘athaf-kan kepada Tsulutsay-il-lail, yakni engkau berdiri kurang dari dua pertiga malam, kurang dari seperdua, dan kurang dari sepertiganya.
(وَ طَائِفَةٌ مِّنَ الَّذِيْنَ مَعَكَ) “dan segolongan dari orang-orang yang bersamamu” di-‘athaf-kan kepada dhamīr taqūmu, yakni dan berdiri pula bersamamu segolongan dari sahabat-sahabatmu – (وَ اللهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَ النَّهَارَ) “Allah menetapkan ukuran malam dan siang” maka tidak ada yang mengetahui kadar bagian-bagian malam dan siang hari kecuali Allah.
(عَلِمَ أَنْ لَّنْ تُحْصُوْهُ) “Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu” yakni Allah mengetahui bahwa perkara yang sebenarnya kamu sekali-kali tidak mampu menentukan batas-batas waktu itu, dan kamu sekali-kali tidak mampu menelitinya secara tepat.
Dhamīr yang ada merujuk kepada mashdar fi‘il, yakni Allah mengetahui bahwa tidak mungkin kamu menghitung batas bagian-bagian dari malam dan siang hari secara nyata, dan tidak mungkin pula kamu memperkirakan batasan-batasan waktu itu kecuali dengan susah payah.
(فَتَابَ عَلَيْكُمْ) “sehingga Dia memberi keringanan kepadamu” yakni karena itu Allah memberikan kemurahan kepadamu sehingga kamu boleh meninggalkan qiyām dalam waktu yang ditentukan.
(فَاقْرَؤُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ) “karena itu, bacalah al-Qur’ān yang mudah” yakni shalat malamlah yang mudah bagimu sekalipun hanya dengan dua raka‘at.
Menurut pendapat yang shaḥīḥ disebutkan bahwa hal pertama yang difardhukan atas Nabi s.a.w. sesudah menyeru manusia kepada tauhid adalah shalat tahajjud berdasarkan pilihan yang telah disebutkan pada permulaan ayat. Namun, sulit bagi mereka mengerjakannya, lalu diberi keringanan dengan shalat tahajjud yang mudah mereka lakukan. Kemudian, hukum wajibnya di-mansūkh dengan shalat lima waktu yang dimulai sejak malam Isrā’ ke Bait-ul-Maqdīs.
(عَلِمَ أَنْ سَيَكُوْنُ مِنْكُمْ مَّرْضَى) “Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit” yakni Allah mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit yang tidak mampu melakukan shalat malam hari.
(وَ آخَرُوْنَ يَضْرِبُوْنَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُوْنَ مِنْ فَضْلِ اللهِ) “dan yang lain berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah” yakni akan dijumpai pula di antara kamu orang-orang yang sedang bepergian di muka bumi dalam rangka mencari rezeki Allah, terasa berat bagi mereka melakukan shalat malam hari.
(وَ آخَرُوْنَ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ) “dan ada pula yang berperang di jalan Allah” yakni akan dijumpai orang-orang yang sedang berjihad dalam rangka taat kepada Allah, seandainya mereka tidak tidur pada malam hari, tentulah semakin bertambah payah keadaan mereka, karena sesungguhnya mereka sepanjang siang hari sibuk dengan tugas-tugas yang berat.
(فَاقْرَؤُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ) “maka bacalah al-Qur’ān yang mudah” yakni kerjakanlah shalat tahajjud yang mudah bagi kamu. Kalimat ini mengukuhkan kalimat sama yang ada sebelumnya, dan yang pertama merupakan cabang dari firman-Nya:
عَلِمَ أَنْ لَّنْ تُحْصُوْهُ
“Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu” (al-Muzzammil [73]: 20).
Sedangkan kalimat tersebut merupakan cabang dari firman-Nya:
عَلِمَ أَنْ سَيَكُوْنُ مِنْكُمْ
“Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu” (al-Muzzammil [73]: 20).
dan seterusnya, maka masing-masing termasuk taukīd dan yang menjadi taukīd merupakan cabang dari hikmah.
(وَ أَقِيْمُوا الصَّلَاةَ) “dan dirikanlah shalat,” yakni shalat yang difardhukan.
(وَ آتُوا الزَّكَاةَ) “tunaikanlah zakat” yakni tunaikanlah zakat harta bendamu – (وَ أَقْرِضُوا اللهَ قَرْضًا حَسَنًا) “dan berikanlah pinjaman yang baik kepada Allah” yaitu dengan membelanjakan sebagian hartanya di jalan-jalan kebaikan dengan suka rela.
(وَ مَا تُقَدِّمُوْا لِأَنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ) “Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu” yakni kebaikan apa pun baik yang berupa ibadah badaniyyah ataupun māliyyah – (تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللهِ هُوَ خَيْرًا وَ أَعْظَمَ أَجْرًا) “niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya” dari apa yang kamu tinggalkan dan kamu tangguhkan untuk kamu wasiatkan saat ajal hendak merenggutmu, demikianlah yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbās.
Abus-Sammak membaca Huwa Khairun Wa A‘zhamu Ajran dengan dibaca rafa‘ sebagai mubtada’ dan khabar.
(وَ اسْتَغْفِرُوا اللهَ) “Mohonlah ampunan kepada Allah” dalam semua keadaanmu, karena sesungguhnya manusia itu tidak terlepas dari kealpaan dan kelalaian.
(إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ) “Sungguh, Allah Maha Pengampun” terhadap semua dosa – (رَّحِيْمٌ) “Maha Penyayang” kepada orang-orang mu’min.