بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-6: Ancaman terhadap orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang.
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِيْنَ. الَّذِيْنَ إِذَا اكْتَالُوْا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُوْنَ. وَ إِذَا كَالُوْهُمْ أَوْ وَّزَنُوْهُمْ يُخْسِرُوْنَ. أَلَا يَظُنُّ أُولئِكَ أَنَّهُم مَّبْعُوْثُوْنَ. لِيَوْمٍ عَظِيْمٍ. يَوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Ayat 7-17: Keadaan orang-orang yang celaka dan balasan untuk mereka pada hari Kiamat.
كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الفُجَّارِ لَفِيْ سِجِّيْنٍ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا سِجِّيْنٌ. كِتَابٌ مَّرْقُوْمٌ. وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ. الَّذِيْنَ يُكَذِّبُوْنَ بِيَوْمِ الدِّيْنِ. وَ مَا يُكَذِّبُ بِهِ إِلَّا كُلُّ مُعْتَدٍ أَثِيْمٍ. إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيْرُ الْأَوَّلِيْنَ. كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوْبِهِمْ مَّا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ. كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَّبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّمَحْجُوْبُوْنَ. ثُمَّ إِنَّهُمْ لَصَالُوا الْجَحِيْمِ. ثُمَّ يُقَالُ هذَا الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُوْنَ.
إِنَّ الْعبد إِذَا أَخطَأَ خطيئَةً نكتت في قَلْبِه نكْتة سوداءُ فَإِذَا هو نزع و استغفَر و تاب سقلَ قَلْبه و إِنْ عاد زِيد فيها حتى تعلو قَلْبه و هو الران الَّذي ذَكَر اللَّه (كَلَّا بلْ رانَ علَى قُلوبِهِم ما كَانوا يكْسِبونَ)
“Sesungguhnya seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka akan digoreskan satu titik hitam di hatinya. Apabila dia berhenti, beristighfār dan bertobat, maka akan mengkilap lagi hatinya, dan jika ia mengulangi lagi, maka akan ditambah lagi (titik itu) sampai menutupi hatinya. Itulah ar-Rān yang disebutkan Allah (dalam al-Qur’ān),” yaitu firman-Nya: “Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.”
(Tirmidzī berkata: “Hadits ini ḥasan shaḥīḥ.” Syaikh al-Albānī meng-ḥasan-kan hadits ini dalam Shaḥīḥ at-Tirmidzī (3334). Hadits ini menurut penyusun Tuḥfat-ul-Aḥwadzī diriwayatkan pula oleh Aḥmad, Nasā’ī, Ibnu Mājah, Ibnu Ḥibbān dan Ḥākim, ia berkata: “Shaḥīḥ sesuai syarat Muslim.”)
Penyusun Tuḥfat-ul-Aḥwadzī berkata: “Asal kata “Rān” dan “Rain” adalah tutupan, ia seperti karat yang menimpa sesuatu yang mengkilap.” Ath-Thībī berkata: “Ar Rān dan ar-Rain adalah sama seperti kata ‘Āb dan ‘Aib. Ayat tersebut adalah berkenaan dengan orang-orang kafir, akan tetapi orang-orang mukmin
ketika melakukan dosa, maka seperti mereka dalam hal hitamnya hati dan bertambahnya hal itu dengan bertambahnya dosa.” Ibn-ul-Malak berkata: “Ayat ini disebutkan berkenaan dengan orang-orang kafir, akan tetapi Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam menyebutkannya untuk menakut-nakuti orang-orang mu’min agar mereka berhati-hati dari terjatuh ke dalam banyak dosa agar hati mereka tidak menghitam sebagaimana menghitamnya hati orang-orang kafir. Oleh karena itu, dikatakan bahwa kemaksiatan-kemaksiatan adalah pengantar kekafiran.”