Kemudian perjalanan dilanjutkan untuk menengok bumi dan ketentuan Allah padanya bagi kehidupan manusia, serta pemberian-Nya kepadanya beberapa keistimewaan yang memudahkan jalannya kehidupan ini:
أَلَمْ نَجْعَلِ الْأَرْضَ كِفَاتًا. أَحْيَاءً وَ أَمْوَاتًا. وَ جَعَلْنَا فِيْهَا رَوَاسِيَ شَامِخَاتٍ وَ أَسْقَيْنَاكُمْ مَّاءً فُرَاتًا. وَيْلٌ يوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ.
“Bukankah Kami menjadikan bumi (tempat) berkumpul, orang-orang hidup dan orang-orang mati, dan Kami jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi, lalu Kami beri minum kamu dengan air tawar? Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan.” (al-Mursalāt: 25-28).
Bukankah Kami telah menjadikan bumi tempat berkumpul, untuk mengasuh anak-anaknya yang hidup dan yang mati? “Kami jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi”, kokoh menjulang, berkumpul di puncak-puncaknya awan sambil berarak, dan dari celah-celahnya turun air yang tawar. Maka, bisakah terjadi yang demikian ini selain karena adanya kekuasaan dan penentuan, hikmah dan pengaturan? Apakah sesudah yang demikian ini masih juga mendustakan orang-orang yang mendustakan itu? Maka, “Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan”.
Setelah ditampilkannya pemandangan-pemandangan itu dan dipenuhinya perasaan dengan kesan-kesan yang merasuk qalbu, berpindahlah konteks ayat dengan tiba-tiba kepada kondisi hisab dan pembalasan. Maka, kita dengarkan sesuatu yang menakutkan bagi orang-orang yang berdosa lagi mendustakan itu, untuk menempuh jalan menuju ‘adzāb yang mereka dustakan, dengan celaan yang pahit dan penderitaan yang sulit:
انْطَلِقُوْا إِلَى مَا كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُوْنَ. انطَلِقُوْا إِلَى ظِلٍّ ذِيْ ثَلَاثِ شُعَبٍ. لَا ظَلِيْلٍ وَ لَا يُغْنِيْ مِنَ اللَّهَبِ. إِنَّهَا تَرْمِيْ بِشَرَرٍ كَالْقَصْرِ. كَأَنَّهُ جِمَالَتٌ صُفْرٌ. وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ.
“(Dikatakan kepada mereka pada hari Kiamat): “Pergilah kamu mendapatkan ‘adzāb yang dahulunya kamu mendustakannya. Pergilah kamu mendapatkan naungan yang mempunyai tiga cabang, yang tidak melindungi dan tidak pula menolak nyala api neraka.” Sesungguhnya neraka itu melontarkan bunga api sebesar dan setinggi istana, seolah-olah ia iringan unta yang kuning. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan.” (al-Mursalāt: 29-34).
Pergilah kamu dengan bebas setelah digadaikan dan ditahan pada hari keputusan yang panjang! Akan tetapi, pergi ke mana? Pergi ke tempat yang lebih baik digadaikan daripada ke tempat ini.
“…. Pergilah kamu mendapatkan ‘adzāb yang dahulunya kamu mendustakannya….” (al-Mursalāt: 29).
Inilah ‘adzāb itu, datang dan tersaksikan di hadapanmu.
“…..Pergilah kamu mendapatkan naungan yang mempunyai tiga cabang…..” (al-Mursalāt: 30).
Yaitu, naungan asap neraka Jahannam yang lidahnya menjulurkan tiga cabang, naungan yang lebih baik nyala api daripadanya.
“…..Yang tidak melindungi dan tidak pula menolak nyala api neraka…..” (al-Mursalāt: 31).
Perlindungan yang mencekik, panas, dan menghanguskan. Disebutnya yang demikian ini dengan “naungan” tidak lain adalah untuk menambah penghinaan dan menimbulkan harapan kosong terhadap naungan untuk bernaung dari panasnya neraka Jahannam.
Pergilah kamu! Sesungguhnya kamu pun akan mengetahui ke mana harus pergi. Kamu akan mengetahui ke tempat mana kamu akan pergi. Karena itu, tidak perlu disebutkan namanya.
“…..Sesungguhnya neraka itu melontarkan bunga api sebesar dan setinggi istana, seolah-olah ia iringan unta yang kuning….” (al-Mursalāt: 32-33).
Bunga-bunga api menyembur secara beruntun sebesar rumah-rumah batu (bangsa ‘Arab menggunakan kata istana bagi setiap rumah dari batu, dan tidaklah penting menyebutkan besarnya istana itu dalam pembicaraan ini). Apabila semburan-semburan bunga api itu beruntun, maka tampaklah ia bagaikan unta-unta kuning yang merumput di sana-sini. Demikianlah bunga-bunga apinya maka bagaimana lagi dengan api yang melontarkan bunga-bunga api seperti ini?!
Pada saat perasaan sedang tenggelam dalam ketakutan yang mengerikan ini, datanglah kata akhir yang penuh ancaman: “….Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan!”
Selanjutnya, untuk menyempurnakan pemandangan setelah ditampilkannya hal menakutkan yang bersifat fisik berupa neraka Jahannam, maka ditampilkannya hal menakutkan yang bersifat kejiwaan yang mengharuskan ia diam dan menahan diri:
هذَا يَوْمُ لَا يَنْطِقُوْنَ. وَ لَا يُؤْذَنُ لَهُمْ فَيَعْتَذِرُوْنَ.
“Ini adalah hari, yang mereka tidak berbicara (pada hari itu), dan tidak diidzinkan kepada mereka minta ‘udzur sehingga mereka (dapat) minta ‘udzur.” (al-Mursalāt: 35-36).
Hal yang menakutkan di sini adalah kondisi diam yang menakutkan atau penuh ketakutan, kebisuan yang mencekam, dan ketundukan dengan penuh ketakutan, yang tidak disela-sela oleh sepatah kata pun, ‘udzur, atau pengajuan alasan. Karena waktu untuk membantah telah berlalu, dan waktu mengajukan alasan dan argumentasi telah habis:
“Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.” (al-Mursalāt: 37).
Dalam pemandangan lain disebutkan penyesalan, sumpah, dan pengajuan alasan mereka.
Hari itu begitu panjang. Pada hari itu terjadi peristiwa seperti ini dan peristiwa seperti itu sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbās r.a. Akan tetapi, di sini ditetapkan suasana diam yang mencekam, sesuai dengan kondisi dan konteks ayat.
هذَا يَوْمُ الْفَصْلِ جَمَعْنَاكُمْ وَ الْأَوَّلِيْنَ. فَإِنْ كَانَ لَكُمْ كَيْدٌ فَكِيْدُوْنِ. وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ.
“Ini adalah hari keputusan. (Pada hari itu) Kami mengumpulkan kamu dan orang-orang yang terdahulu. Jika kamu mempunyai tipu-daya, maka lakukanlah tipu-dayamu itu terhadap-Ku. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.” (al-Mursalāt: 38-40).
Ini adalah hari keputusan, bukan hari pengajuan alasan, dan telah Kami kumpulkan kamu dan orang-orang terdahulu semuanya. Jika kamu mempunyai rencana, laksanakanlah rencanamu itu; dan jika kamu mempunyai kekuasaan untuk bertindak sesuatu, maka lakukanlah! Pada hari itu sudah tidak ada rencana dan tipu-daya serta kekuasaan. Semuanya diam membisu, merasakan penderitaan yang pedih:
“Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.”
Setelah selesai menampilkan pemandangan yang berupa penghinaan terhadap orang-orang yang berdosa, maka ayat berikutnya menampilkan penghormatan yang diberikan kepada orang-orang yang bertaqwā:
إِنَّ الْمُتَّقِيْنَ فِيْ ظِلَالٍ وَ عُيُوْنٍ. وَ فَوَاكِهَ مِمَّا يَشْتَهُوْنَ. كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا هَنِيْئًا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ. إِنَّا كَذلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنيْنَ. وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ.
“Sesunungguhnya orang-orang yang bertaqwā berada dalam naungan (yang teduh) dan (di sekitar) mata air-mata air, serta (mendapat) buah-buahan dari (macam-macam) yang mereka ingini. (Dikatakan kepada mereka): “Makan dan minumlah kamu dengan enak karena apa yang telah kamu kerjakan.” Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan.” (al-Mursalāt: 41-45).
Orang-orang yang bertaqwā berada di dalam naungan yang teduh. Naungan yang sebenarnya, bukan naungan yang memiliki tiga cabang yang tidak melindungi dan tidak menolak nyala api neraka. Mereka berada di sekitar mata air-mata air, bukan di dalam asap yang mencekik kerongkongan dan menimbulkan kehausan yang panas:
“…..serta (mendapat) buah-buahan dari (macam-macam) yang mereka ingini….” (al-Mursalāt: 42).
Lebih dari keni‘matan indrawi itu, mereka mendapatkan penghormatan tinggi yang dapat dilihat dan didengar oleh semuanya:
“…..Makan dan minumlah kamu dengan enak karena apa yang telah kamu kerjakan.” Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik….” (al-Mursalāt: 43-44).
Wahai, betapa halus dan lembutnya penghormatan dari Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung ini!
“…..Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.” (al-Mursalāt: 45).
Kecelakaan ini sebagai kebalikan dari keni‘matan dan penghormatan yang disebutkan sebelumnya!
Di sini ditampilkan sepintas sobekan kehidupan dunia yang dilipat dalam konteks. Tiba-tiba kita berada di bumi selaki lagi, dan tiba-tiba pelecehan dan penghinaan sedang dihadapkan kepada orang-orang yang berdosa:
كُلُوْا وَ تَمَتَّعُوْا قَلِيْلًا إِنَّكُمْ مُّجْرِمُوْنَ. وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ.
“(Dikatakan kepada orang-orang kafir): “Makanlah dan bersenang-senanglah kamu (di dunia dalam waktu) yang pendek. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang berdosa.” Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan.” (al-Mursalāt: 46-47).
Demikianlah kehidupan dunia dan akhirat dicampur dalam dua alinea yang berurutan, dan di dalam dua pemandangan yang ditampilkan, seakan-akan keduanya datang dalam waktu yang bersamaan, padahal antara keduanya dipisahkan oleh waktu yang amat panjang. Ketika pembicaraan ditujukan kepada orang-orang muttaqīn di akhirat, tiba-tiba ia diarahkan kepada orang-orang yang berdosa di dunia, seakan-akan dikatakan kepada mereka: “Saksikanlah perbedaan antara kedua keadaan itu. Makan dan bersenang-senanglah kamu sebentar di dunia ini, karena nanti kamu akan terhalang untuk mendapatkannya dan akan disiksa dalam waktu yang panjang di akhirat!”
“…..Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.”
Kemudian ditunjukkan keheranan terhadap kaum yang diseru dan diajak kepada petunjuk, tetapi mereka tidak mau:
وَ إِذَا قِيْلَ لَهُمُ ارْكَعُوْا لَا يَرْكَعُوْنَ. وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ.
“Apabila dikatakan kepada mereka: “Rukū‘lah,” niscaya mereka tidak mau rukū‘. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. (al-Mursalāt: 48-49).
Padahal mereka dapat melihat, dan diperingatkan oleh pemberi peringatan ini.
فَبِأَيِّ حَدِيْثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُوْنَ.
“Maka, kepada perkataan apakah selain al-Qur’ān ini mereka akan beriman?” (al-Mursalāt: 50).
Orang yang tidak beriman kepada perkataan (al-Qur’ān) yang menggoncangkan gunung-gunung ini, tidak akan beriman kepada perkataan apa pun selainnya untuk selamanya. Sikap inilah yang sebebarnya akan membawa kepada kesengsaraan, kecelakaan, tempat kembali yang penuh derita, dan kecelakaan besar yang telah disediakan bagi orang yang celaka dan sengsara.
Surah ini sendiri – dengan bangunan kalimat-kalimatnya, nuansa musikalnya, pemandangan-pemandangannya yang keras, dan sengatannya yang tajam – merupakan ekspedisi yang membuat hati tidak berhenti dan eksistensi manusia tidak bisa diam.
Maha Suci Allah yang telah menurunkan al-Qur’ān dan memberinya kekuatan seperti ini!