Surah al-Mursalat 77 ~ Tafsir Sayyid Quthb (2/3)

Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb
 
Penerbit: Gema Insani

Rangkaian Pos: Surah al-Mursalat 77 ~ Tafsir Sayyid Quthb

Begitulah hati berjalan dengan cepat bersama konteks surah, seakan-akan ia terengah-engah menghadapi kesan-kesan, lukisan-lukisan, dan pemandangan-pamandangannya. Adapun hakikat-hakikat yang terkandung di dalam surah ini sudah berulang-ulang disebutkan dalam surah-surah al-Qur’ān, bagi surah-surah Makkiyyah terdapat nuansa khusus. Akan tetapi, hakikat-hakikat al-Qur’ān itu dipaparkan dalam sisi yang banyak dan dalam pancaran yang bermacam-macam, serta dengan rasa yang berbeda-beda pula. Ya‘ni, sesuai dengan kondisi jiwa yang dihadapinya, dan sesuai dengan jalan-jalan masuknya hati dan kondisi-kondisi jiwa yang diketahui oleh Dzāt Yang Menurunkan al-Qur’ān ini kepada Rasūl-Nya. Sehingga, tampaklah ayat-ayat itu dalam nuansa yang baru, karena ia menghadirkan respons-respons yang baru di dalam jiwa.

Di dalam surah ini terdapat suasana baru dalam menampilkan pemandangan neraka, dan dalam menghadapi orang-orang yang mendustakan pemandangan-pemandangan ini, sebagaimana juga terdapat nuansa baru dalam metode penyampaian dan semua pemaparannya. Karena itu, tampaklah kepribadian khusus surah ini, yang tajam sifatnya, menyengat rasanya, dan halus kesannya!

Selanjutnya, marilah kita ikuti paparan surah ini secara rinci!

Suasana Hari Kiamat yang Sulit Dibayangkan Terjadinya oleh Orang Musyrik.

وَ الْمُرْسَلَاتِ عُرْفًا. فَالْعَاصِفَاتِ عَصْفًا. وَ النَّاشِرَاتِ نَشْرًا. فَالْفَارِقَاتِ فَرْقًا. فَالْمُلْقِيَاتِ ذِكْرًا. عُذْرًا أَوْ نُذْرًا. إِنَّمَا تُوْعَدُوْنَ لَوَاقِعٌ.

Demi apa-apa yang diutus untuk membawa kebaikan, yang terbang dengan kencangnya, yang menyebarkan (rahmat Tuhannya) dengan seluas-luasnya, yang membedakan (antara yang hak dan yang bāthil) dengan sejelas-jelasnya, dan yang menyampaikan wahyu, untuk menolak alasan-alasan atau memberi peringatan, sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu itu pasti terjadi.” (al-Mursalāt: 1-7).

Persoalan ini adalah persoalan kiamat yang sulit dibayangkan terjadinya oleh orang-orang musyrik. Hal ini sudah ditegaskan oleh al-Qur’ān kepada mereka dengan bermacam-macam penegasan di dalam beberapa tempat (surah atau ayat). Menetapkan masalah ini kepada akal mereka dan menetapkan hakikatnya di dalam hati mereka, merupakan persoalan amat vital yang harus dilakukan untuk membangun ‘aqīdah di dalam jiwa mereka dan di atas landasannya. Juga untuk meluruskan norma-norma dan nilai-nilai di dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Karena itulah, diperlukan usaha yang keras dalam masa yang panjang untuk memantapkan hal ini ke dalam hati dan pikiran.

Pada permulaan surah, Allah bersumpah bahwa apa yang dijanjikan di akhirat nanti pasti akan terjadi. Bentuk sumpah ini sejak awal sudah memberi isyārat bahwa apa yang disumpahkan Allah itu termasuk urusan ghaib yang tidak diketahui manusia. Juga merupakan kekuatan yang tersembunyi, tetapi memberi kesan dan pengaruh di alam ini dan di dalam kehidupan manusia.

Para ‘ulamā’ salaf berbeda pendapat mengenai kandungan yang ditunjuki dalam sumpah itu. Kelompok pertama berkata bahwa ia (yang diutus atau dikirim) itu adalah angin secara mutlak. Kelompok kedua mengatakan bahwa ia adalah malaikat secara mutlak. Sedangkan, kelompok ketiga mengatakan bahwa sebagian dari yang disumpahkan itu adalah angin dan sebagian lagi malaikat.

Perbedaan pendapat itu terjadi karena tidak jelasnya apa yang dimaksudkan oleh lafal-lafal ini dan apa pula yang ditunjukinya. Ketidakjelasan seperti ini relevan dijadikan sumpah bagi perkara ghaib yang tersimpan di dalam ‘ilmu Allah. Akan tetapi, ia pasti terjadi, sebagaimana halnya perkara-perkara ghaib yang dijadikan sumpah itu sendiri ada wujudnya dan memberi pengaruh terhadap kehidupan manusia. “Demi apa-apa yang diutus untuk membawa kebaikan” (al-Mursalāt: 1).

Diriwayatkan dari Abū Hurairah bahwa yang dimaksud dengannya adalah malaikat. Pendapat seperti ini juga diriwayatkan dari Masrūq, Abū Dhuḥā, dan Mujāhid dalam salah satu riwayat, as-Suddī, ar-Rabī‘ bin Anas, dan Abū Shāliḥ dalam satu riwayat. Dengan demikian, ma‘nanya adalah bersumpah dengan malaikat yang diutus secara beruntun, seperti kebiasaan kuda-kuda yang dilepas secara beruntun dan berturut-turut.

Demikian pula yang dikatakan Abū Shāliḥ mengenai lafal “al-‘āshifāt” (الْعَاصِفَاتِ), “an-nāsyirāt” (النَّاشِرَاتِ), “al-fāriqāt” (الْفَارِقَاتِ), dan “al-mulqiyāt” (الْمُلْقِيَاتِ), bahwa yang dimaksud dengannya adalah malaikat.

Diriwayatkan dari Ibnu Mas‘ūd bahwa yang dimaksud dengan “wal-mursalāti ‘urfan” (وَ الْمُرْسَلَاتِ عُرْفًا) adalah angin. Dengan demikian, ma‘nanya adalah angin yang diutus secara beruntun bagaikan kebiasaan kuda-kuda yang dilepas dengan berturut-turut. Demikian pula pendapatnya tentang lafal “wal-‘āshifāti ‘ashfan. Wan-nāsyirāti nasyran.” Ibnu ‘Abbās, Mujāhid, Qatādah, dan Abū Shāliḥ dalam satu riwayat juga berpendapat seperti itu.

Ibnu Jarīr tawaqquf “tidak menentukan pendapat” apakah yang dimaksud dengan kalimat: “wal-mursalāti ‘urfan”, itu malaikat ataukah angin. Ia memastikan bahwa yang dimaksud dengan kata “al-‘āshifāt” adalah angin. Ia juga berpendapat bahwa “an-nāsyirāt” adalah angin yang menyebarkan awan di pelataran langit.

Ibnu Mas‘ūd meriwayatkan bahwa yang dimaksud dengan lafal-lafal: “fal-fāriqāti farqan, fal-mulqiyāti dzikran. “Udzran au nudzran”, adalah malaikat. Begitu pula pendapat Ibnu ‘Abbās, Masrūq, Mujāhid, Qatādah, ar-Rabī‘ bin Anas, as-Suddī, dan ats-Tsaurī tanpa perbedaan. Karena semuanya turun dengan perintah Allah kepada para rasūl untuk membedakan antara yang hak dan yang bāthil, dan menyampaikan wahyu kepada para rasūl yang menolak alasan-alasan makhlūq (manusia yang menentang) dan untuk memberi peringatan.

Kami menangkap isyārat bahwa besarnya urusan dengan disebutkannya secara majhūl “tidak dijelaskan dengan transparan” ini perlu mendapatkan perhatian mengenai urusan-urusan yang disumpahkan itu sebagaimana halnya yang disebutkan di dalam ayat: “Wadz-dzāriyāti dzarwan”, dan: “Wan-nāzi‘āti gharqan”. Selain itu, terjadinya perbedaan pendapat mengenai masalah itu merupakan unsur pokok di sini. Adapun isyārat globalnya merupakan sesuatu yang paling menonjol di sini. Sedangkan, ia sendiri menimbulkan goncangan perasaan dengan isyārat bel dan kesan-kesannya yang beruntun, serta bayangan-bayangan langsung yang diberikannya.

Goyangan dan goncangan yang ditimbulkannya di dalam jiwa itulah yang lebih relevan dengan tema dan pengarahan surah ini sesudahnya adalah mengoncangkan jiwa, seperti orang yang mencekik tenggorokan seseorang lalu menggoyang-goyangkannya, sambil menginterogasi tentang dosanya, atau menanyakan tentang ayat yang jelas yang diingkarinya. Kemudian memberikan ancaman kepadanya: “Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.”

 

Setelah itu, datanglah goncangan yang keras dengan menampilkan pemandangan-pemandangan alam yang berat pada hari keputusan yang merupakan waktu yang dijanjikan kepada para rasūl untuk membeberkan hasil risālah kepada semua manusia:

 

فَإِذَا النُّجُوْمُ طُمِسَتْ. وَ إِذَا السَّمَاءُ فُرِجَتْ. وَ إِذَا الْجِبَالُ نُسِفَتْ. وَ إِذَا الرُّسُلُ أُقِّتَتْ. لِأَيِّ يَوْمٍ أُجِّلَتْ. لِيَوْمِ الْفَصْلِ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الْفَصْلِ. وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ.

Apabila bintang-bintang telah dihapuskan, langit telah dibelah, gunung-gunung telah dihancurkan menjadi debu, dan rasūl-rasūl telah ditetapkan waktu (mereka), (niscaya dikatakan kepada mereka): “Sampai hari apakah ditangguhkan (meng‘adzāb orang-orang kafir itu)?” Sampai hari keputusan. Tahukah kamu, apakah hari keputusan itu? Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.” (al-Mursalāt: 8-15).

Hari ketika bintang-bintang dihapuskan cahayanya, langit dibelah, dan gunung-gunung dihancurkan menjadi debu. Pemandangan-pemandangan tentang keterbalikan dan keporakporandaan alam ini, disebutkan di dalam beberapa surah dari al-Qur’ān. Semuanya memberi isyārat tentang berantakannya ikatan dan jalinan alam yang tersaksikan ini. Ya‘ni, keberantakan yang disertai dengan suara gemeretak dan menggelegar, dan semburan yang sangat besar. Keberantakan itu tidak sama dengan peristiwa-peristiwa besar dan sangat menakutkan yang dilihat dan dirasakan manusia, seperti gempa bumi, gunung meletus, dan halilintar-halilintar hari keputusan itu, adalah seperti perbandingan permainan petasan yang anak-anak kecil ledakkan pada hari-hari raya, dengan bom atom dan bom hidrogen.

Ini tidak lain hanya sekadar perumpamaan saja untuk mendekatkan kesan. Sebab, keadaan yang sebenarnya adalah bahwa kondisi menakutkan yang ditimbulkan oleh kehancuran dan kerusakan alam semesta pada waktu itu jauh lebih besar dari apa yang dibayangkan oleh manusia secara mutlak, ya‘ni dengan bayangan bagaimana pun.

Di samping pemandangan alam yang sangat menakutkan itu, surah ini juga memaparkan urusan besar lainnya yang ditangguhkan waktunya hingga hari kiamat. Yaitu, dijanjikannya kepada para rasul untuk melihat hasil dakwah kepada agama Allah sewaktu di dunia sepanjang masa. Para rasūl telah ditentukan waktunya untuk hari itu. Di sanalah janji tersebut direalisasikan untuk melakukan perhitungan terakhir tentang urusan besar yang mengalahkan langit, bumi dan gunung-gunung. Juga untuk memutuskan semua persoalan yang berhubungan dengan kehidupan di bumi (dunia) dan keputusan Allah padanya, dan untuk mengumumkan kalimat terakhir yang merupakan kesudahan semua generasi dan angkatan.

Ungkapan itu menunjukkan betapa menakutkannya urusan yang besar tersebut. Juga mengisyāratkan betapa besarnya hakikatnya hingga melampaui pengetahuan:

Dan rasūl-rasūl telah ditetapkan waktu (mereka), (niscaya dikatakan kepada mereka): “Sampai hari apakah ditangguhkan (meng‘adzāb orang-orang kafir itu)?” Sampai hari keputusan. Tahukah kamu, apakah hari keputusan itu?” (al-Mursalāt: 11-14).

Tampak jelas dari metode pengungkapan ini bahwa Ia sedang membicarakan urusan yang besar dan agung. Apabila kesan ini telah sampai ke dalam perasaan dengan ketakutan dan kengeriannya – yang mengalahkan kengerian dan ketakutan yang ditimbulkan oleh bintang-bintang yang dihapus cahayanya, langit yang pecah-belah, dan gunung-gunung yang hancur menjadi debu – , maka disampaikanlah kesan yang menakutkan dan ancaman yang mengerikan:

Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.” (al-Mursalāt: 15).

Ancaman ini datang dari Tuhan Yang Maha Mulia lagi Maha Perkasa, di dalam menghadapi ketakutan yang sangat besar di alam semesta, dan keagungan yang luar biasa di majelis hari keputusan di hadirat para rasul, yang sedang memberikan perhitungan terakhir pada saat yang dijanjikan untuk mereka. Ancaman pada saat seperti itu memiliki nilai rasa, bobot, dan kesan yang menggoncangkan dan menakutkan.

 

Dari menyaksikan hari keputusan yang menakutkan itu, mereka dibawa kembali untuk melihat puing-puing orang-orang yang telah berlalu, generasi terdahulu maupun belakangan:

أَلَمْ نُهْلِكِ الْأَوَّلِيْنَ. ثُمَّ نُتْبِعُهُمُ الْآخِرِيْنَ. كَذلِكَ نَفْعَلُ بِالْمُجْرِمِيْنَ. وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ.

Bukankah Kami telah membinasakan orang-orang yang dahulu? Lalu Kami iringi (‘adzāb Kami terhadap) mereka dengan (meng‘adzāb) orang-orang yang datang kemudian. Demikianlah Kami berbuat terhadap orang-orang yang berdosa. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.” (al-Mursalāt: 16-19).

Demikianlah, dalam sekali pukulan tersingkap puing-puing orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan yang terkumpul menjadi satu. Sejauh mata memandang terlihat puing-puing dan reruntuhan. Di depannya terdengar suara ancaman yang menyuarakan sunnah Allah di alam semesta:

Demikianlah Kami berbuat terhadap orang-orang yang berdosa.” (al-Mursalāt: 18).

Inilah sunnah yang berlaku, yang tak akan pernah menyimpang. Ketika orang-orang yang berdosa sedang menghadapi tempat kehancuran seperti puing-puing orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan, tiba-tiba datanglah doa kebinasaan dan ancaman dengan kecelakaan:

Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.” (al-Mursalāt: 19).

 

Dari menyaksikan puing-puing kehancuran orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan, perjalanan diteruskan untuk merenungkan penciptaan dan penghidupan beserta penentuan dan pengaturannya, kepada yang kecil dan yang besar:

أَلَمْ نَخْلُقْكُّمْ مِّنْ مَّاءٍ مَّهِيْنٍ. فَجَعَلْنَاهُ فِيْ قَرَارٍ مَّكِيْنٍ. إِلَى قَدَرٍ مَّعْلُوْمٍ. فَقَدَرْنَا فَنِعْمَ الْقَادِرُوْنَ. وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ.

Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina? Kemudian Kami letakkan dia dalam tempat yang kukuh (rahim), sampai waktu yang ditentukan. Lalu, Kami tentukan (bentuknya), maka Kamilah sebaik-baik yang menentukan. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.” (al-Mursalāt: 20-24).

Ini adalah perjalanan bersama dengan penciptaan janin dalam perjalanan yang panjang dan mengagumkan, yang digambarkan secara global dengan sentuhan yang bermacam-macam. Yaitu, berupa air yang hina, diletakkan di dalam tempat kokoh yang berupa rahim, hingga waktu tertentu dan ajal yang ditetapkan. Di depan penentuan yang jelas dalam penciptaan itu beserta tahapan-tahapannya yang halus, datanglah komentar yang mengesankan adanya kebijaksanaan tertinggi yang mengatur segala sesuatu dengan ketentuannya dalam pengaturan yang penuh berkah lagi indah:

Lalu, Kami tentukan (bentuknya), maka Kamilah sebaik-baik yang menentukan.” (al-Mursalāt: 23).

Di depan ketentuan yang tidak ada sesuatu pun yang dapat berpaling darinya, datanglah ancaman dengan kecelakaan:

Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.” (al-Mursalāt: 24).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *