Hati Senang

Surah al-Mursalat 77 ~ Tafsir al-Azhar (9/9)

Dari Buku:
Tafsir al-Azhar
Oleh: Prof. Dr. HAMKA

Penerbit: PT. Pustaka Islam Surabaya

IX

كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا هَنِيْئًا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ. إِنَّا كَذلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنيْنَ. وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ. كُلُوْا وَ تَمَتَّعُوْا قَلِيْلًا إِنَّكُمْ مُّجْرِمُوْنَ. وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ. وَ إِذَا قِيْلَ لَهُمُ ارْكَعُوْا لَا يَرْكَعُوْنَ. وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ. فَبِأَيِّ حَدِيْثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُوْنَ

77:46. Makanlah dan bersenang-senanglah sejenak; sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang durhaka.

77:47. Celaka besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan.
77:48. Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Rukū‘lah,” mereka tidak rukū‘.
77:49. Celaka besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan.
77:50. Maka barangmana perkataan lagikah sesudah itu kamu akan percaya?

 

Makanlah dan bersenang-senanglah sejenak” (Pangkal ayat 46). Makan minum dan bersenang-senang, melepaskan kehendak nafsu selama di dunia ini, pada hakikatnya semua itu hanyalah sejenak. Walaupun usia manusia sampai misalnya 100 tahun, namun makan-minum dan bersenang-senang itu hanya sejenak, sangat sedikit sekali. Namun kesusahan dan kesulitan yang dihadapi jauh lebih lama dari pada masa sejenak itu. Hidup di dunia ini dengan persiapan-persiapan menghadapinya, yang diberikan Allah kepada manusia sangatlah sedikit. Misalkan enak-enak makan minum! Keenakan itu hanya dirasakan seketika perut masih lapar. Kalau telah kenyang dia tidak enak lagi. Dan keenakan makan minum itu hanya dirasakan bila badan sehat. Kalau badan sakit, betapapun enaknya makanan, tidaklah diterima oleh selera. Apatah lagi kalau badan telah tua. Oleh sebab itu maka selama masih di dunia ini juga segala makanan dan minuman atau kesenangan dan dalam rumah tangga, hanyalah sejenak waktu saja. Dan semuanya itu tidak ada artinya jika dibanding dengan ‘adzab siksaan yang akan engkau terima di akhirat, karena; “sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang durhaka” (Ujung ayat 46).

Maka tidaklah ada artinya lagi kesenanganmu yang sejenak itu dibandingkan dengan ‘adzab siksaan yang akan kamu terima, karena hidupmu itu kosong dari kebajikan.

Di sini tepatlah dapat dipasangkan hadits Rasūlullāh s.a.w. yang dirawikan oleh Muslim daripada Abū Hurairah, bahwa Nabi s.a.w. berkata:

الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَ جَنَّةُ الْكَافِرِ.(رواه مسلم عن أبي هريرة).

Dunia adalah penjara bagi orang yang berīmān dan syurga bagi orang yang kafir.” Orang yang beriman terpenjaralah selera dan hawa nafsunya selama masih di dunia ini. Banyak pekerjaan yang terlarang mereka mengerjakannya. Banyak makanan yang tidak boleh mereka makan dan minuman yang tidak boleh mereka minum. Dan mereka bersenang-senang dalam waktu yang sangat terbatas. Misalnya bila sudah terdengar adzan, mereka sudah musti menghentikan pekerjaan lain, dan wajib sembahyang. Sebab itu mereka terpenjara.

Tetapi orang yang kafir, sehingga dunia ini sajalah syurganya, tidak lebih. Dan itu hanya sebentar saja. Jika dibandingkan dengan ‘adzab dan celaka yang akan dideritanya di akhirat kelak, apa yang didapatnya di dunia ini sudahlah syurga baginya. Padahal itu hanya sejenak saja, qalīlan; sedikit sekali, sesudah itu kelak ‘adzab terus-meneruslah yang akan dideritanya karena besar dosanya dan besar kedurhakaannya kepada Tuhan.

Hidupmu di dunia hanya mementingkan dirimu sendiri: “Celaka besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan” (Ayat: 47).

Setengah dari sebab yang sangat penting makanya orang-orang yang demikian mendapat celaka besar di akhirat disebutkan pada ayat selanjutnya: “Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Rukū‘lah,” mereka tidak rukū‘” (Ayat: 48).

Rukū‘ di sini mempunyai dua arti. Pertama, berarti sembahyang. Sebab sembahyang di dalam Islam mempunyai rukū‘ sebagai salah satu rukunnya. Kedua, dengan arti tunduk; Disuruh patuh dan tunduk kepada Tuhan, dia tidak mau patuh. Dia masih berkeras kepala juga. Tetapi kedua arti itupun dapat digabungkan kembali jadi satu. Bagaimanapun seseorang mengakui tunduk kepada Tuhan, percaya adanya Tuhan, namun kalau dia tidak mau mengerjakan sembahyang lima waktu, belumlah terbukti ketundukannya itu. Apa keberatannya mengerjakan sembahyang, yang rukū‘ termasuk salah satu rukunnya, kalau memang dia mengakui percaya kepada Tuhan? Tepatlah apa yang kemudiannya difirmankan Tuhan:

وَ اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَ الصَّلَاةِ وَ إِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِيْنَ

Dan mohonkanlah pertolongan dengan sabar dan sembahyang; dan sesungguhnya sembahyang itu amat berat, kecuali bagi orang yang khusyū‘.” (2 al-Baqarah ayat 45).

Padahal kepada Allah itu tidaklah cukup sehingga percaya bahwa Dia ada saja. Kepercayaan i‘tiqād yang benar dalam hati, ucapan yang jujur dengan lidah dan pelaksanaan yang sungguh-sungguh dalam perbuatan. Kalau tidak demikian, masihlah termasuk pada mendustakan;

Celaka besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan” (Ayat: 49). Di dalam Surat ke-74, al-Muddatstsir yang telah lalu, di ayat 42 sudah ada pertanyaan; “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan sembahyang.

Akhirnya tibalah ayat terakhir dari surat al-Mursalāt ini; “Maka barangmana perkataan lagikah sesudah itu kamu akan percaya?” (Ayat: 50).

Artinya, sesudah begitu jelas terperinci Tuhan menurunkan wahyu-Nya di dalam sebuah Surat, surat al-Mursalāt, ataupun di dalam sebuah al-Qur’ān seutuhnya, kamu sudah diberi keterangan, malahan berkali-kali sudah dijelaskan bahwa orang yang mendustakan akan menderita celaka besar di dalam neraka wailun; kalau tidak juga kamu mau mengerti, dengan cara apa lagi kamu akan diberi pengertian?

Menurut riwayat dari Ibnu Abī Ḥātim, yang diterima dengan sanadnya daripada Abū Hurairah, bilamana imam sudah sampai bacaannya kepada ujung surat al-Mursalāt ini; fa bi ayyi ḥadītsin ba‘dahu yu’minūn”; maka sunnatlah ma’mūm membaca sambutannya:

آمَنْتُ بِاللهِ وَ بِمَا أُنْزِلَ.

Aku percaya kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan.”

Selesai tafsir Surat al-Mursalāt.

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.