Surah al-Mumtahanah 60 ~ Tafsir Hidayat-ul-Insan (2/2)

Tafsīru Hidāyat-il-Insān
Judul Asli: (
هداية الإنسان بتفسير القران)
Disusun oleh:
Abū Yaḥyā Marwān Ḥadīdī bin Mūsā

Tafsir Al Qur’an Al Karim Marwan Bin Musa
Dari Situs: www.tafsir.web.id

Rangkaian Pos: Surah al-Mumtahanah 60 ~ Tafsir Hidayat-ul-Insan

Ayat 8-9: Hukum orang-orang kafir yang tidak memusuhi kaum mu’min dan tidak memerangi mereka, dan hukum orang-orang kafir yang memusuhi kaum mu’min dan memerangi mereka.

لَا يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِي الدِّيْنِ وَ لَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَ تُقْسِطُوْا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ.

  1. (19361) Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil (19372).

إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِيْنَ قَاتَلُوْكُمْ فِي الدِّيْنِ وَ أَخْرَجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ وَ ظَاهَرُوْا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَ مَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُوْلئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ.

  1. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu (19383). Barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang yang zhālim (19394).

Ayat 10-11: Perlakuan terhadap wanita-wanita mu’minah yang masuk ke daerah Islam, dan agar tidak mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir ketika jelas keimanan mereka.

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوْهُنَّ اللهُ أَعْلَمُ بِإِيْمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوْهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَ لَا هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّ وَ آتُوْهُمْ مَّا أَنْفَقُوْا وَ لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوْهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوْهُنَّ أُجُوْرَهُنَّ وَ لَا تُمْسِكُوْا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَ اسْأَلُوْا مَا أَنْفَقْتُمْ وَ لْيَسْأَلُوْا مَا أَنْفَقُوْا ذلِكُمْ حُكْمُ اللهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ وَ اللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ.

  1. (19405) (19416) Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mu’min datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka (19427) Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui (19438) bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka (19449). berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayarkan kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir (194510); dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan (194611); dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayarkan (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana (194712).

وَ إِنْ فَاتَكُمْ شَيْءٌ مِّنْ أَزْوَاجِكُمْ إِلَى الْكُفَّارِ فَعَاقَبْتُمْ فَآتُوا الَّذِيْنَ ذَهَبَتْ أَزْوَاجُهُم مِّثْلَ مَا أَنْفَقُوْا وَ اتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُوْنَ.

  1. Dan jika ada sesuatu (pengembalian mahar) yang belum kamu selesaikan dari istri-istrimu yang lari kepada orang-orang kafir (194813), lalu kamu dapat mengalahkan mereka maka berikanlah (dari harta rampasan) kepada orang-orang yang istrinya lari itu mahar sebanyak mahar yang telah mereka berikan (194914). Dan bertaqwālah kamu kepada Allah yang kepada-Nya kamu beriman (195015).

Ayat 12-13: Bai‘at kaum wanita kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan peringatan kepada kaum mukmin agar tidak berwalā’ kepada musuh-musuh Allah.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لَّا يُشْرِكْنَ بِاللهِ شَيْئًا وَ لَا يَسْرِقْنَ وَ لَا يَزْنِيْنَ وَ لَا يَقْتُلْنَ أَوْلَادَهُنَّ وَ لَا يَأْتِيْنَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِيْنَهُ بَيْنَ أَيْدِيْهِنَّ وَ أَرْجُلِهِنَّ وَ لَا يَعْصِيْنَكَ فِيْ مَعْرُوْفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَ اسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللهَ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ.

  1. (195116). Wahai Nabi! Apabila perempuan-perempuan mu’min datang kepadamu untuk mengadakan bai‘at (janji setia), bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya (195217), tidak akan berbuat dosa yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka (195318) dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik (195419), maka terimalah janji setia mereka (195520) dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah (195621). Sungguh, Allah Maha Pengampun (195722) lagi Maha Penyayang (195823).

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لَا تَتَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللهُ عَلَيْهِمْ قَدْ يَئِسُوْا مِنَ الْآخِرَةِ كَمَا يَئِسَ الْكُفَّارُ مِنْ أَصْحَابِ الْقُبُوْرِ.

  1. Wahai orang-orang yang beriman! (195924) Janganlah kamu jadikan orang-orang yang dimurkai Allah (196025) sebagai penolongmu, sungguh, mereka telah putus asa terhadap akhirat (196126) sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur juga berputus asa (196227).

Selesai dengan pertolongan Allah dan taufīq-Nya wal-ḥamdulillāhi Rabb-il-‘ālamīn.

Catatan:

  1. 1936). Ketika ayat-ayat yang mulia ini turun, di mana ayat-ayat tersebut mendorong untuk memusuhi orang-orang kafir, maka kaum mu’min mendapat pengaruh besar sekali sehingga mereka mau melaksanakannya dengan sebenar-benarnya dan mereka merasa berdosa ketika menyambung tali silaturrahim kepada kerabat mereka yang masih musyrik dan mereka mengira bahwa yang demikian termasuk ke dalam hal yang dilarang Allah, maka Allah subḥānahu wa ta‘ālā memberitahukan bahwa hal itu (berbuat baik dan bersikap adil terhadap orang-orang kafir yang tidak memerangi) tidak termasuk ke dalam hal yang dilarang Allah subḥānahu wa ta‘ālā, Dia berfirman: “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu…dst.
  2. 1937). Maksudnya, Allah subḥānahu wa ta‘ālā tidak melarang kamu berbuat baik, bersilaturrahim, membalas kebaikan dan berbuat adil kepada kaum musyrikīn baik kerabatmu maupun selain mereka yang tidak memerangi kamu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu, maka tidak mengapa bagimu menyambung tali silaturrahim dengan mereka, karena menyambung tali silaturrahim dalam keadaan ini tidak ada mafsadatnya sebagaimana firman Allah ta‘ālā tentang kedua orang tua yang masih musyrik: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Terj. Luqmān: 15)
  3. 1938). Mereka inilah orang-orang yang kita dilarang Allah subḥānahu wa ta‘ālā memberikan kecintaan, pembelaan baik dengan ucapan maupun perbuatan. Adapun perbuatan baikmu dan ihsanmu yang tidak termasuk berwalā’ kepada kaum musyrikīn, maka Allah subḥānahu wa ta‘ālā tidaklah melarangnya, bahkan yang demikian termasuk ke dalam keumuman perintah berbuat iḥsān kepada kerabat dan manusia lainnya.
  4. 1939). Kezhāliman ini tergantung tingkat walā’ yang diberikannya, jika sempurna (seperti menolong mereka memerangi agama Islam dan kaum muslimīn) maka dapat menjadikannya keluar dari Islam, namun jika di bawahnya, maka ada yang berat, dan ada yang di bawahnya.
  5. 1940). Imām Bukhārī meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada ‘Urwah bin Zubair, bahwa ia mendengar Marwān dan al-Miswar bin Makhramah radhiyallāhu ‘anhumā memberitahukan tentang para sahabat Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam, katanya: “Ketika Suhail bin ‘Amr membuat perjanjian, maka di antara perjanjian Suhail bin ‘Amr kepada Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah, bahwa tidak ada seorang yang datang kepadamu dari kalangan kami meskipun ia masuk ke agama kamu kecuali engkau kembalikan kepada kami dan engkau biarkan kami terhadapnya. Maka kaum muslimīn tidak suka hal itu dan tidak siap terhadapnya, tetapi Suhail tetap menginginkan seperti itu, lalu Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam menurutinya. Ketika itu Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengembalikan Abū Jandal kepada bapaknya Suhail bin ‘Amr dan tidak ada seorang pun yang datang (kepada Beliau) kecuali dikembalikan dalam masa perjanjian itu meskipun sudah masuk Islam. Ada wanita-wanita mu’min yang berhijrah, di mana salah satunya adalah Ummu Kultsūm bintu ‘Uqbah bin Abī Mu‘aith, ia berhijrah kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam dengan keadaannya masih gadis, lalu keluarganya meminta kepada Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam agar Beliau mengembalikannya kepada mereka, namun Beliau tidak mengembalikannya kepada mereka karena Allah subḥānahu wa ta‘ālā telah menurunkan ayat berkenaan dengan kaum wanita: “Apabila perempuan-perempuan mu’min datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; sampai firman-Nya: “Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka.” ‘Urwah berkata: ‘Ā’isyah memberitahukan kepadaku bahwa Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam menguji mereka dengan ayat ini: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Sampai firman-Nya: “Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (ayat 12).” ‘Urwah berkata: ‘Ā’isyah berkata: “Maka barang siapa mengakui syarat (perjanjian) ini di antara mereka, Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: “Aku bai‘at kamu.” Terhadap ucapan yang Beliau ucapkan tersebut. Demi Allah, tangan Beliau tidak menyentuh tangan seorang wanita dalam berbai‘at dan Beliau tidaklah membai‘at mereka kecuali dengan kata-kata Beliau.”
  6. 1941). Oleh karena pada perdamaian Ḥudaibiyah, Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengadakan perjanjian damai dengan kaum musyrikīn, di mana di antara isi perjanjian itu adalah bahwa barang siapa yang datang dari mereka dalam keadaan muslim kepada kaum muslimīn, maka harus dikembalikan kepada kaum musyrikīn, di mana lafaz ini adalah lafaz mutlak yang berlaku baik bagi laki-laki maupun wanita. Untuk laki-laki, maka Allah subḥānahu wa ta‘ālā tidak melarang Rasūl-Nya shallallāhu ‘alaihi wa sallam untuk mengembalikannya kepada kaum musyrikīn sebagai pemenuhan terhadap syarat (perjanjian) tersebut yang terdapat maslahat terbesar. Adapun untuk wanita, karena mengembalikan mereka terdapat mafsadat yang besar, maka Allah subḥānahu wa ta‘ālā memerintahkan kaum mukmin bahwa apabila kaum wanita yang mu’min datang, sedangkan mereka masih meragukan keimanannya, maka hendaknya mereka menguji dan mengetes mereka dengan sesuatu yang dapat menunjukkan kejujuran mereka, yaitu dengan sumpah yang diperberat resikonya (mughallazhah) dan lainnya karena jika tidak demikian bisa saja iman mereka tidak benar, ya‘ni ia berhijrah bisa karena tidak suka kepada suaminya atau negerinya dan maksud-maksud duniawi lainnya. Jika demikian (tujuannya adalah duniawi), maka mereka harus dikembalikan kepada suami mereka untuk memenuhi syarat (perjanjian) tanpa ada mafsadat yang timbul, namun jika setelah diuji ternyata mereka adalah wanita-wanita yang benar beriman atau dapat diketahui tanpa perlu diuji, maka jangan mengembalikan mereka kepada kaum kafir.
  7. 1942). Menurut Ibnu ‘Abbās, ujian terhadap mereka adalah mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muḥammad adalah hamba Allah dan Rasūl-Nya. Menurut Mujāhid, tanya mereka karena apa mereka datang? Jika datang karena marah kepada suami mereka, benci atau lainnya dan mereka tidak beriman, maka kembalikanlah mereka kepada suami mereka. Menurut Qatādah, ujian mereka adalah mereka diminta bersumpah dengan nama Allah, bahwa mereka keluar bukan karena durhaka kepada suami, mereka tidak keluar kecuali karena cinta kepada Islam dan para pemeluknya dan sangat cinta kepadanya (Islam), jika mereka mau mengucapkannya, maka diterimalah hal itu dari mereka. Ibnu Jarīr meriwayatkan dari Abū Nashr al-Asadī ia berkata: Ibnu ‘Abbās pernah ditanya tentang bagaimana ujian Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam kepada kaum wanita? Dia menjawab: “Beliau menguji mereka dengan (mengucapkan), “Demi Allah, aku tidak keluar karena benci kepada suami. Demi Allah, aku tidak keluar karena tidak suka kepada daerah yang satu sehingga ke daerah lain. Demi Allah, aku tidak keluar karena mencari dunia. Demi Allah, aku tidak keluar kecuali karena cinta kepada Allah dan Rasūl-Nya.”(HR. Ibnu Jarīr, dan al Bazzār juga meriwayatkan dari jalannya serta menyebutkan, bahwa yang menyumpah mereka terhadap perintah Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah ‘Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu).
  8. 1943). Ya‘ni menurutmu.
  9. 1944). Mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir terdapat mafsadat yang besar yang dilirik oleh syari‘ (penetap syarī‘at, yaitu Allah subḥānahu wa ta‘ālā). Meskipun begitu, syari‘ juga memperhatikan kewajiban ‘memenuhi syarat (perjanjian)’ oleh karena itu memerintahkan agar suami-suami mereka yang masih kafir diberikan mahar dan sesuatu yang mengiringinya yang telah mereka (suami-suami yang masih kafir) berikan. Ketika itu, tidak ada dosa bagi kaum muslimin menikahi mereka meskipun mereka punya suami di negeri syirik, tetapi dengan syarat mereka diberi mahar.
  10. 1945). Oleh karena wanita muslimah tidak halal bagi orang kafir, demikian pula wanita kafir tidak halal bagi seorang muslim menahannya selama wanita itu tetap di atas kekafirannya selain Ahli Kitāb. Oleh karena itu, Allah subḥānahu wa ta‘ālā berfirman: “Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir.” Apabila menahan saja dilarang, maka memulai menikahinya lebih dilarang lagi.
  11. 1946). Wahai kaum mukmin, ketika istri-istrimu murtad mendatangi orang-orang kafir. Jika orang-orang kafir saja mengambil dari kaum muslimīn nafkah dari wanita mereka yang masuk Islam, maka kaum muslimīn juga berhak mengambil ganti terhadap wanita-wanita mereka yang murtad mendatangi orang-orang kafir.
  12. 1947). Dia mengetahui hukum-hukum yang bermaslahat bagimu dan mensyarī‘atkan untukmu hal yang sejalan dengan ḥikmah (kebijaksanaan).
  13. 1948). Ya‘ni mereka pergi dalam keadaan murtad kepada orang-orang kafir.
  14. 1949) Ya‘ni sebagaimana orang-orang kafir mengambil ganti terhadap apa yang luput dari istri-istri mereka yang lari kepada kaum muslimīn, maka barang siapa yang istrinya pergi kepada orang-orang kafir dan ia belum mengambil haknya, maka ia berhak diberi oleh kaum muslimīn dari ghanīmah sebagai ganti dari apa yang dikeluarkannya. Oleh karena itu, sebelum ghanīmah dibagikan kepada lima golongan yang berhak, dibayar lebih dahulu mahar-mahar kepada suami-suami yang istri-istri mereka lari ke daerah kafir.
  15. 1950). Keimanan kamu kepada Allah subḥānahu wa ta‘ālā menghendaki kamu untuk tetap bertaqwā.
  16. 1951). Syarat-syarat yang disebutkan dalam ayat ini adalah syarat dalam pembai‘atan wanita, di mana mereka berbai‘at untuk menjalankan kewajiban yang berlaku bagi laki-laki maupun wanita di setiap waktu, adapun laki-laki maka kewajiban mereka berbeda-beda sesuai keadaan mereka dan tingkatan mereka dan yang harus mereka kerjakan. Maka Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam menjalankan perintah Allah tersebut, oleh karenanya ketika wanita datang, maka Beliau membai‘at mereka dan mewajibkan mereka memenuhi syarat-syarat itu, menutupi kesedihan mereka dan memintakan ampun kepada Allah untuk mereka terhadap hal yang mungkin terjadi berupa sikap kurang memenuhi hak, serta memasukkan mereka ke dalam golongan kaum mu’min.
  17. 1952). Seperti mengubur bayi hidup-hidup karena malu (dianggap sebagai aib) atau karena takut miskin.
  18. 1953). Perbuatan yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka itu maksudnya, mengadakan pengakuan-pengakuan palsu terhadap orang lain seperti menuduh berzina, tuduhan bahwa anak si fulan bukan anak suaminya dan sebagainya.
  19. 1954). Ya‘ni dalam semua yang diperintahkan Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam seperti tidak meratap, tidak merobek baju, tidak mencukur rambut, tidak mencakar muka dan tidak menyeru dengan seruan jahiliyyah.
  20. 1955). Apabila mereka siap melaksanakan apa yang disebutkan.
  21. 1956). Terhadap sikap kurang mereka dan untuk menyejukkan hati mereka.
  22. 1957 Ya‘ni banyak mengampuni orang-orang yang bermaksiat serta berbuat iḥsān kepada orang-orang yang berdosa yang bertobat.
  23. 1958). Rahmat-Nya meliputi segala sesuatu dan iḥsān-Nya mengena kepada seluruh makhlūq.
  24. 1959). Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu memang beriman kepada Tuhanmu, mengikuti keridhāan-Nya dan menjauhi kemurkaan-Nya.
  25. 1960). Seperti orang-orang Yahūdī dan orang-orang kafir lainnya.
  26. 1961). Mereka telah terhalang mendapatkan kebaikan akhirat dan mereka tidak memperoleh bagiannya. Oleh karena itu, berhati-hatilah dari berwalā’ kepada mereka sehingga kalian sama dalam keburukan dan kekafiran mereka dan kamu pun terhalang dari memperoleh kebaikan akhirat sebagaimana mereka.
  27. 1962). Ketika mereka telah sampai ke negeri akhirat. Karena telah ditunjukkan kepada mereka tempat mereka di surga jika mereka di dunia beriman dan tempat kembali mereka nanti, yaitu neraka.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *