Surah al-Mulk 67 ~ Tafsir Sayyid Quthb (4/8)

Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb
 
Penerbit: Gema Insani

Rangkaian Pos: Surah al-Mulk 67 ~ Tafsir Sayyid Quthb

Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya men-jawab, “Kami datang dengan suka hati.” (Fushshilat: 11)

Mungkin saja ada yang mengatakan bahwa ayat ini adalah majazi untuk melukiskan ketundukan langit dan bumi kepada peraturan Allah. Akan tetapi, takwil semacam ini tidak diperlukan, bahkan sangat berjauhan dengan makna yang jelas yang langsung dapat ditangkap.

Neraka Jahannam disifati seperti ini, sebagaimana disebutkan di tempat lain tentang kegeraman dan kemurkaan benda-benda terhadap kemusyrikan yang dilakukan orang terhadap Tuhannya.

Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan, tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” (Maryam: 89-92)

Semua nash ini menunjukkan hakikat. Yaitu, hakikat keimanan semua makhluk kepada Khaliknya, hakikat tasbih segala sesuatu dengan memuji-Nya, dan hakikat kegeraman dan kebencian makhluk-makhluk ini terhadap keganjilan manusia ketika mereka berbuat kufur dan menyempal dari sikap semua makhluk ini. Juga hakikat hendak melompatnya makhluk-makhluk ini untuk menerkam manusia karena marah dan geram. Pasalnya, dengan kekafirannya itu manusia menodai kemuliaan dan kehormatannya, sehingga ia marah dan geram. Karena kemarahan dan kegeramannya itu seakan-akan ia hendak pecah, sebagaimana keadaan neraka Jahannam, ketika “ia menggelegak, hampir-hampir ia terpecah-pecah karena marah”.

Fenomena ini juga kita temukan pada penjaga-penjaga neraka,

Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga neraka itu bertanya kepada mereka, “Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?”” (al-Mulk: 8)

Jelaslah bahwa pertanyaan ini di sini adalah untuk mengingatkan kembali dan untuk menghinakan mereka. Hal ini sesuai dengan kemarahan dan kegeraman neraka Jahannam itu, sebagaimana layaknya ia mengiringi siksaan. Dan, hal ini tidak lebih pahit daripada penghinaan dan pengenangan kembali bagi orang yang sedang dalam kesempitan dan kesedihan!

Jawabannya pun diberikan dengan penuh kehinaan dan kesedihan serta pengakuan tentang kebodohan dan kelengahannya, sesudah melakukan kesombongan dengan membual dan pengingkaran serta menuduh para rasul sebagai orang-orang yang sesat.

Mereka menjawab, “Benar ada. Sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) dan kami katakan, “Allah tidak menurunkan sesuatu pun. Kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar.” Dan mereka berkata, “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.”” (al-Mulk: 9- 10)

Maka, orang yang mau mendengar dan memikirkan peringatan, niscaya dia tidak akan mencampakkan dirinya ke tempat yang menyengsarakan ini. Dia tidak akan melakukan pengingkaran dan penentangan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang bernasib malang itu. Juga tidak akan buru-buru menuduh para rasul tersesat dengan tuduhan yang penuh bualan dan tak tahu malu, dengan tidak berpijak pada dalil sama sekali seraya mengatakan, “Allah tidak menurunkan sesuatu pun. Kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar.

Mereka mengakui dosa mereka. Maka, kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.” (al-Mulk: 11)

“As-Suḥq” berarti al-bu’d (jauh). Ini merupakan doa jelek (kutukan) dari Allah atas mereka setelah mereka mengakui dosa-dosa mereka karena mereka tidak beriman dan tidak mempercayai apa yang seharusnya diimani dan dipercayai. Doa jelek (kutukan) dari Allah berarti keputusan. Maka, mereka dijauhkan dari rahmat-Nya, tidak ada harapan untuk mendapatkan pengampunan Allah, dan tidak ada pembebasan dari azab. Mereka adalah penghuni neraka yang menyala-nyala, senantiasa menetap di sana. Wahai, betapa buruknya berteman dengan neraka! Wahai, betapa buruknya neraka sebagai tempat kembali!

Azab ini, azab yang menyala-nyala, di dalam neraka Jahannam yang suara napasnya terengah-engah dengan mengerikan dan menggelegak, adalah azab yang pedih dan sangat menakutkan.

Allah tidak berbuat zalim kepada seorang pun. Kami kira bahwa jiwa yang kafir kepada Tuhannya adalah jiwa yang kosong dari semua macam kebaikan, dan kosong dari semua sifat yang mau mengambil pelajaran terhadap alam semesta, sehinggaia bagaikan batu yang menjadi bahan bakar neraka jahanam. Mereka terjungkal hingga ke neraka ini, tidak akan bisa selamat dan tidak bisa berlari darinya!

Jiwa yang kafir kepada Allah di bumi ini, menjadi serba terbalik kehidupannya setiap hari… hingga gambaran yang buruk, bopeng, sangat jelek, mungkar, jahanam, mengerikan. Suatu gambaran yang tidak ada sesuatu pun di alam ini yang menjadi padanannya tentang keburukan dan kejelekannya. Segala sesuatu ruhnya beriman, segala sesuatu bertasbih memuji Tuhannya, segala sesuatu terdapat kebaikan di dalamnya, dan terdapat jalinan hubungan dengan sumber dan asal-usul alam semesta ini… kecuali jiwa yang binal dan melepaskan hubungan dari unsur-unsur alam wujud ini, yang menyeramkan lagi jahat, kasar, rusak, dan menjijikkan.

Maka, di tempat manakah di alam ini ia akan berkesudahan, sedangkan dia sudah putus hubungan dengan segala sesuatu di alam wujud ini? Ia akan berakhir di neraka Jahannam yang marah dan murka, yang membakar, serta yang menghancurkan segala makna, hak, dan kemuliaan. Apalagi, sebelumnya jiwa yang demikian itu tidak memiliki makna, hak, dan kemuliaan di dunia.

Sudah menjadi tradisi al-Qur’ān membentangkan dua lembaran yang bertentangan di dalam melukiskan pemandangan-pemandangan hari Kiamat. Maka, di sini ia membentangkan lembaran orang-orang mukmin yang berhadapan dengan lembaran orang-orang kafir, untuk melengkapi materi yang ditunjuki oleh ayat kedua dalam surah ini, “Supaya menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya….” Dengan menyebutkan pembalasan sesudah menyebutkan ujian.

Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhan-nya Yang tidak tampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (al-Mulk: 12)

Kegaiban yang diisyaratkan di sini mencakup ketakutan mereka kepada tuhan mereka yang tidak mereka lihat. Ini sebagaimana ia juga mencakup ketakutan mereka kepada Tuhannya ketika mereka sedang berada di tempat terpisah yang jauh dari pandangan orang lain. Keduanya mengandung makna yang besar, perasaan yang halus, dan pemahaman yang cerdas. Pelakunya layak mendapatkan pembalasan agung yang disebutkan ayat ini secara global. Yaitu, pengampunan dan penghapusan dosa serta pahala yang besar.

Hubungan hati dengan Allah secara rahasia dan tersembunyi, dan berhubungannya dengan perkara gaib yang tidak terlihat oleh mata, merupakan ukuran sensitivitas hati manusia dan jaminan hidupnya nurani. Dalam musnadnya, al-Hafizh Abu Bakar al-Bazzar mengatakan bahwa telah diinformasikan dari Thalut bin Abbad, dari al-Harits bin Ubaid, dari Tsabit, dari Anas bahwa para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, kami berada di sisi engkau dalam suatu kondisi. Tetapi, apabila kami berpisah darimu, maka kami berada pada kondisi yang lain.” Beliau bertanya, “Bagaimana kamu dengan Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Allah adalah Tuhan kami, baik ketika kami jauh dari orang banyak maupun di tengah orang banyak.” Beliau bersabda, “Yang demikian itu bukan nifak.

Maka, berhubungan dengan Allah itu merupakan pokok. Apabila hubungan ini telah terpatri di dalam hati, maka yang bersangkutan adalah orang yang beriman, shādiq (jujur), dan senantiasa berhubungan dengan-Nya.

Pengetahuan Allah terhadap Segala yang Tersembunyi dan yang Tampak

Ayat di atas menghubungkan ayat sebelumnya dengan ayat sesudahnya, di dalam menetapkan pengetahuan Allah terhadap sesuatu yang tersembunyi dan yang tampak nyata. Dia menantang manusia. Sedangkan, Dialah yang menciptakan jiwa mereka, dan mengetahui tempat-tempat masuknya dan tempat-tempat persembunyiannya, yang Dia letakkan padanya.

وَ أَسِرُّوْا قَوْلَكُمْ أَوِ اجْهَرُوْا بِهِ إِنَّهُ عَلِيْمٌ بِذَاتِ الصُّدُوْرِ. أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَ هُوَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ.

Rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan), dan Dia Mahahalus lagi Maha Mengetahui?” (al-Mulk: 13-14)

Rahasiakanlah atau tampakkanlah! Maka, semua itu akan tampak oleh Allah, karena pengetahuan Allah sama saja, dan Dia mengetahui apa yang lebih tersembunyi dari apa yang tampak dan yang rahasia. “Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati”, segala sesuatu yang tidak berpisah dari hati. Dia mengetahuinya, karena Dialah yang menciptakannya di dalam hati, sebagaimana Dia juga yang menciptakan hati itu sendiri.

Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan)?” Apakah Dia tidak mengetahui, padahal Dia yang menciptakan? “Dan Dia Mahahalus lagi Maha Mengetahui?” Yang pengetahuannya mencapai segala yang halus dan kecil, tersembunyi dan tertutup.

Sesungguhnya orang-orang yang mencoba menyembunyikan dari Allah gerakannya, rahasianya, atau niatnya di dalam hati itu tampak menggelikan. Karena hati tempat mereka menyembunyikan niat itu adalah ciptaan Allah, Yang mengetahui segala gerak-geriknya dan sudut relungnya, dan niat yang mereka sembunyikan itu juga ciptaan Allah, sedang Dia mengetahuinya dan mengetahui di mana ia berada. Maka, apakah yang mereka sembunyikan? Dan, di manakah mereka bersembunyi?

Al-Qur’ān bermaksud menetapkan dan memantapkan hakikat ini di dalam hati, karena kemantapannya di dalam hati akan menimbulkan pengetahuan yang benar terhadap segala urusan. Lebih-lebih lagi di sana terdapat kesadaran, sensitivitas, dan ketaqwaan, yang karenanyalah disandarkan amanat yang dibebankan kepada orang mukmin di muka bumi ini. Yaitu, amanat ‘aqidah dan amanat keadilan, juga amanat keikhlasan karena Allah di dalam amal dan niat. Semua ini tidak akan terwujud kecuali jika hati itu meyakini bahwa dia dan apa yang tersimpan di dalamnya yang berupa rahasia dan niat itu adalah termasuk ciptaan Allah yang diketahui oleh-Nya, sedangkan Dia Mahahalus lagi Maha Mengetahui.

Dengan demikian, si mukmin akan senantiasa menjaga niatnya dan suara hatinya yang tersembunyi, sebagaimana dia akan selalu menjaga gerak-geriknya yang terlihat dan suaranya yang terucapkan. Dia akan bergaul secara yang semestinya dengan Allah yang mengetahui segala sesuatu yang rahasia dan yang tampak. Allah yang telah menciptakan hati yang notabene mengetahui apa yang ada di dalamnya.

Allah Menjadikan Bumi Mudah Bagimu

Ayat berikutnya membawa mereka pindah dari membicarakan diri mereka yang diciptakan Allah, kepada bumi yang diciptakan Allah untuk mereka, dimudahkannya, dan dijadikannya sebab-sebab kehidupan.

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُوْلًا فَامْشُوْا فِيْ مَنَاكِبِهَا وَ كُلُوْا مِنْ رِّزْقِهِ وَ إِلَيْهِ النُّشُوْرُ.

Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan, hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (al-Mulk: 15)

Karena lamanya bergelut dengan kehidupan di muka bumi ini, mudahnya mereka bertempat tinggal di atasnya, berjalan padanya, mempergunakan tanahnya, airnya, udaranya, simpanannya, kekuatannya, dan rezekinya semuanya, maka manusia melupakan nikmat Allah yang telah memudahkan dan menundukkan bumi itu bagi mereka. Al-Qur’ān mengingatkan mereka kepada nikmat yang besar ini dan menyadarkan mereka terhadapnya, dalam ungkapan kalimat yang dapat dimengerti oleh setiap orang dan setiap generasi sesuai dengan pengetahuan mereka terhadap bumi yang mudah ini.

Bumi yang mudah ini dimaksudkan buat pikiran orang-orang yang dibicarakan ayat ini tempo dulu. Bumi yang mudah bagi manusia untuk berjalan dengan kaki dan dengan kendaraan di atasnya, serta dengan kapal yang membelah lautan. Bumi yang mudah untuk ditanami, dipetik, dan dipanen hasilnya. Mudah untuk hidup di atasnya dengan udaranya, airnya, dan tanahnya yang baik untuk tanaman dan tetumbuhan.

Ayat ini mengandung petunjuk umum yang dapat dirinci oleh ilmu pengetahuan, sebatas yang dicapainya hingga hari ini, dengan perincian sepanjang pemahaman manusia terhadap keluwesan dan keluasan nash al-Qur’ān.

Apa kata ilmu pengetahuan tentang pengertian bumi yang mudah ini? Sesungguhnya sifat “mudah” yang biasanya diperuntukkan buat binatang ternak ini, dipergunakan untuk bumi! Maka, bumi yang kita lihat tetap, mandeg, dan diam itu adalah makhluk yang bergerak juga. Bahkan, ia berjalan dan berlari. Namun, pada waktu yang sama bumi itu mudah, penurut, tidak melemparkan orang yang berada di atasnya, tidak menggelincirkan langkahnya, dan tidak menggoncang-goncangkan penunggangnya seperti binatang yang tidak penurut. Kemudian ia juga banyak mengeluarkan hasil (sebagaimana binatang menghasilkan susu) dengan mudah.

Sesungguhnya binatang (yakni bumi) yang kita naiki ini berputar pada dirinya (rotasi) dengan kecepatan seribu mil tiap jam. Di samping itu, ia berputar mengelilingi matahari (revolusi) dengan kecepatan sekitar 1.065 mil per jam. Kemudian ia berjalan sebagaimana halnya matahari dan planet-planet masing-masing sekitar 20.000 mil tiap jam, menjauhi buruj al-Jubar di langit… Dengan perjalanannya seperti ini, manusia bisa tetap berada di atasnya dengan aman, nyaman, dan tenang. Juga tetap sehat tanpa remuk tulang-belulangnya, tanpa berserakan tubuhnya, tanpa berceceran sungsumnya, dan tidak pernah jatuh terlempar dari atas punggung bumi yang penurut ini.

Ketiga gerakan (rotasi, revolusi, serta gerakan matahari dan tata surya) ini memiliki hikmah tersendiri. Kita telah mengetahui bekas dari dua macam gerakan itu bagi kehidupan manusia, bahkan bagi seluruh kehidupan di muka bumi ini. Maka, perputaran bumi pada porosnya sendiri (rotasi) inilah yang menimbulkan malam dan siang. Seandainya malam itu berlangsung terus-menerus, niscaya kehidupan akan menjadi beku karena kedinginan. Seandainya siang itu berlangsung terus-menerus, niscaya seluruh kehidupan akan terbakar karena panasnya.

Perputaran bumi mengelilingi matahari menyebabkan terjadinya beberapa musim. Seandainya hanya ada satu musim saja di bumi ini, niscaya kehidupan tidak akan dapat berlangsung dalam bentuknya sedemikian ini sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Adapun gerakan ketiga, maka hingga sekarang belum tersingkap hikmahnya yang tersembunyi dalam kegaiban ini. Akan tetapi, sudah barang tentu ada hubungan yang erat dengan keteraturan alam semesta yang besar ini.

Makhluk yang penurut ini, yang bergerak dengan gerakan-gerakan besar dalam satu waktu, ia tetap mantap dalam satu posisi di tengah-tengah pergerakannya (perputarannya). Yakni, dengan batas kemiringan porosnya 23,5 derajat. Karena, kemiringan inilah yang menyebabkan terjadinya empat musim seiring dengan gerakan bumi mengelilingi matahari. Seandainya terjadi kerusakan di tengah perputarannya itu, niscaya akan terjadi kerusakan pada pergantian musim yang akan berpengaruh terhadap perputaran tumbuh-tumbuhan bahkan perputaran seluruh kehidupan di dunia ini.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *