Surah al-Mujadilah 58 ~ Tafsir Hidayat-ul-Insan (1/3)

Tafsīru Hidāyat-il-Insān
Judul Asli: (
هداية الإنسان بتفسير القران)
Disusun oleh:
Abū Yaḥyā Marwān Ḥadīdī bin Mūsā

Tafsir Al Qur’an Al Karim Marwan Bin Musa
Dari Situs: www.tafsir.web.id

Rangkaian Pos: Surah al-Mujadilah 58 ~ Tafsir Hidayat-ul-Insan

Surah al-Mujādilah (Wanita Yang Mengajukan Gugatan)

Surah ke-58. 22 ayat. Madaniyyah

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-4: Kisah wanita yang mengajukan gugatan yaitu Khaulah binti Tsa‘labah yang dizhihār suaminya mengikuti kebiasaan kaum Jahiliyyah yang mengharamkan istri dengan melakukan zhihār.

قَدْ سَمِعَ اللهُ قَوْلَ الَّتِيْ تُجَادِلُكَ فِيْ زَوْجِهَا وَ تَشْتَكِيْ إِلَى اللهِ وَ اللهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللهَ سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ.

  1. (17501) (17512) Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muḥammad) tentang suaminya (17523), dan mengadukan (halnya) kepada Allah (17534), dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar (17545) lagi Maha Melihat (17556).

الَّذِيْنَ يُظَاهِرُوْنَ مِنْكُمْ مِّنْ نِّسَائِهِمْ مَّا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِيْ وَلَدْنَهُمْ وَ إِنَّهُمْ لَيَقُوْلُوْنَ مُنْكَرًا مِّنَ الْقَوْلِ وَ زُوْرًا وَ إِنَّ اللهَ لَعَفُوٌّ غَفُوْرٌ.

  1. Orang-orang di antara kamu yang menzhihar istrinya (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) istri mereka itu bukanlah ibunya (17567). Ibu-ibu mereka hanyalah perempuan yang melahirkannya. Dan sesungguhnya mereka (17578) benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun (17589).

وَ الَّذِيْنَ يُظَاهِرُوْنَ مِنْ نِّسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِمَا قَالُوْا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مِّنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذلِكُمْ تُوْعَظُوْنَ بِهِ وَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ.

  1. Dan mereka yang menzhihar istrinya, kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan (175910), maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang budak (176011) sebelum kedua suami istri itu bercampur (176112). Demikianlah yang diajarkan Allah kepadamu (176213), dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan (176314).

فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا ذلِكَ لِتُؤْمِنُوْا بِاللهِ وَ رَسُوْلِهِ وَ تِلْكَ حُدُوْدُ اللهِ وَ لِلْكَافِرِيْنَ عَذَابٌ أَلِيْمٌ.

  1. Maka barang siapa tidak dapat (memerdekakan budak) (176415), maka (dia wajib) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Tetapi barang siapa tidak mampu (berpuasa), maka (wajib) memberi makan enam puluh orang miskin (176516). Demikianlah (176617) agar kamu beriman kepada Allah dan Rasūl-Nya (176718). Itulah hukum-hukum Allah (176819), dan bagi orang-orang yang mengingkarinya akan mendapat ‘adzāb yang sangat pedih.

Ayat 5-6: Setelah Allah subḥānahu wa ta‘ālā menyebutkan kaum mu’min yang berhenti di hadapan ḥudūd (batasan) Allah, maka Dia menyebutkan orang-orang yang melampaui ḥudūd Allah dan menerangkan hukuman untuk mereka.

إِنَّ الَّذِيْنَ يُحَادُّوْنَ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ كُبِتُوْا كَمَا كُبِتَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَ قَدْ أَنْزَلْنَا آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ وَ لِلْكَافِرِيْنَ عَذَابٌ مُّهِيْنٌ.

  1. Sesungguhnya orang-orang yang yang menentang Allah dan Rasūl-Nya (176920) pasti mendapat kehinaan sebagaimana kehinaan yang telah didapat oleh orang-orang sebelum mereka (177021). Dan sungguh, Kami telah menurunkan bukti-bukti yang nyata (177122). Dan bagi orang-orang yang mengingkarinya (177223) ‘adzāb yang menghinakan.

يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللهُ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوْا أَحْصَاهُ اللهُ وَ نَسُوْهُ وَ اللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ.

  1. 6. Pada hari itu mereka semuanya dibangkitkan Allah (177324), lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan (177425). Allah menghitungnya (semua ‘amal perbuatan itu), meskipun mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu (177526).

Catatan:

  1. (1750) Imām Aḥmad meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada ‘Ā’isyah radhiyallāhu ‘anhā ia berkata: “Segala puji bagi Allah Yang Pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu. Sungguh, ada seorang wanita yang mengajukan gugatan datang kepada Nabi shallallāhu ‘laihi wa sallam berbicara dengan Beliau, sedangkan aku berada di pojok rumah, aku tidak mendengar apa yang diucapkannya, maka Allah subḥānahu wa ta‘ālā menurunkan ayat: “Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muḥammad) tentang suaminya…dst.” (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Bukhārī secara mu‘allaq, Nasā’ī, Ibnu Mājah, Ibnu Jarīr dan Ḥākim. Ia berkata,: “Shaḥīḥ isnādnya”, dan didiamkan oleh adz-Dzahabī)
  2. 1751). Sebab turunnya ayat ini ialah berhubungan dengan persoalan seorang wanita bernama Khaulah binti Tsa‘labah yang telah dizhihār oleh suaminya Aus ibn Shāmit, yaitu dengan mengatakan kepada istrinya: “Kamu bagiku seperti punggung ibuku,” dengan maksud dia tidak boleh lagi menggauli istrinya, sebagaimana ia tidak boleh menggauli ibunya. Menurut adat Jahiliyyah, kalimat Zhihār seperti itu sama seperti menalak isterinya. Maka Khaulah mengadukan hal itu kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, bahwa dalam hal ini belum ada keputusan dari Allah. Dalam riwayat yang lain Rasūlullāh mengatakan: “Engkau telah diharamkan bersetubuh dengannya.” Lalu Khaulah berkata: “Suamiku belum menyebutkan kata-kata thalāq.” kemudian Khaulah berulang kali mendesak Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam agar menetapkan suatu keputusan dalam hal ini, sehingga kemudian turunlah ayat ini dan ayat-ayat berikutnya.
  3. 1752). Yang menzhihārnya, ya‘ni suaminya berkata kepada istrinya: “Engkau bagiku seperti punggung ibuku.” Atau seperti mahramnya yang lain selain ibunya. Atau mengatakan: “Engkau bagiku adalah haram.” Dalam menzhihār biasanya disebutkan kata, “zhahr” (punggung), oleh karenanya, Allah subḥānahu wa ta‘ālā menamainya dengan zhihār.
  4. 1753). Tentang kesendiriannya, kefakirannya, dan mengkhawatirkan keadaan anak-anaknya jika diserahkan kepada suaminya, maka mereka akan terlantar atau jika diserahkan kepada dirinya, tentu anak-anaknya kelaparan. Dan lagi suaminya sudah sangat tua.
  5. 1754). Semua suara di setiap waktu dan dengan beragam kebutuhan.
  6. 1755). Dia melihat rayapan semut yang hitam di atas batu yang hitam di kegelapan malam. Hal ini merupakan pemberitahuan tentang sempurnanya pendengaran dan penglihatan-Nya dan mengena kepada semua perkara yang besar maupun kecil. Di dalam kata-kata ini terdapat isyarat, bahwa Allah subḥānahu wa ta‘ālā akan menghilangkan keluhannya dan mengangkat musibahnya. Oleh karena itu, pada ayat selanjutnya Dia menyebutkan hukum tentangnya dan hukum selainnya secara umum.
  7. 1756). Maksudnya, bagaimana mereka mengucapkan kata-kata seperti itu yang sudah ma‘lum tidak ada hakikatnya, mereka samakan istri dengan ibu mereka yang melahirkan mereka. Oleh karena itu, Allah subḥānahu wa ta‘ālā memperbesar masalah itu dan menyebut buruknya dengan firman-Nya, “Dan sesungguhnya mereka benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta.”
  8. 1757). Karena zhihār itu.
  9. 1758). Terhadap orang yang berbuat zhihār dengan membayar kaffarat atau orang yang terjatuh mengerjakan pelanggaran, kemudian ia susul dengan tobat nashūḥa.
  10. 1759). Para ‘ulamā’ berbeda pendapat tentang makna ‘‘aud’ (menarik kembali). Ada yang mengatakan, bahwa ma‘nanya adalah berniat untuk menjima‘i istrinya yang telah dizhihār, dan bahwa dengan adanya niat untuk kembali, maka ia wajib membayar kaffārat yang disebutkan.” Ada pula yang mengatakan, bahwa ‘‘aud’ di sini adalah berjima‘. Imām Aḥmad bin Ḥanbal berkata: “Maksudnya adalah kembali berjima‘ atau berniat untuknya, maka tidak halal baginya sampai ia membayar kaffārat ini.” Al-Ḥasan al-Bashrī berkata: “Maksudnya (haram) menyetubuhi di farjinya.” Menurutnya, tidak mengapa jika seseorang bersenang-senang dengan istrinya namun tidak di farjinya sebelum ia membayar kaffārat. Namun menurut az-Zuhrī, ia tidak boleh mencium dan menyentuhnya sebelum membayar kaffārat, wallāhu a‘lam.
  11. 1760). Ya‘ni budak yang mukmin, laki-laki atau perempuan dengan syarat harus selamat dari cacat yang dapat merugikan kerjanya.
  12. 1761). Maksudnya, suami tidak boleh menjima‘i istri yang dia zhihār sampai ia membayar kaffārat dengan memerdekakan seorang budak.
  13. 1762). Ya‘ni itulah nasihat-Nya kepadamu; Dia menerangkan hukum dengan disertai targhīb (dorongan) dan tarhīb (ancaman).
  14. 1763). Lalu Dia akan memberikan balasan kepada setiap orang yang ber‘amal.
  15. 1764). Seperti tidak menemukan budak atau tidak memiliki biaya untuk memerdekakan budak.
  16. 1765). Bisa dengan memberi mereka makan dari makanan pokok daerahnya yang cukup bagi mereka, bisa juga dengan memberikan setiap seorang miskin satu mudd gandum atau setengah shā‘ dari selain gandum dari makanan pokok sesuai daerah itu.
  17. 1766). Ya‘ni hukum yang diterangkan-Nya kepada kamu.
  18. 1767). Yaitu dengan memegang teguh hukum tersebut dan hukum-hukum lainnya dan meng‘amalkannya, karena berpegang dengan hukum-hukum Allah dan meng‘amalkannya termasuk bagian dari iman, bahkan yang demikian adalah maksudnya dan menambah keimanan, mengembangkannya dan menyempurnakannya.
  19. 1768). Ya‘ni batasan-batasan Allah untuk mencegah agar seseorang tidak terjatuh ke dalamnya, sehingga tidak boleh dilampaui dan diremehkan.
    Syaikh as-Sa‘dī menerangkan, bahwa dalam ayat ini terdapat sejumlah hukum, di antaranya -kami sebutkan secara ringkas-:
    – Kelembutan Allah subḥānahu wa ta‘ālā kepada hamba-hambaNya dan perhatian-Nya kepada mereka, di mana Dia menyebutkan keluhan perempuan itu, lalu diangkat-Nya dan dihilangkan-Nya, bahkan Dia singkirkan pula dengan hukum-Nya yang umum setiap orang yang tertimpa masalah atau musibah seperti ini.
    – Zhihār hanya khusus kepada istri. Oleh karena itu, jika seorang menzhihār budaknya, maka itu bukanlah zhihār, bahkan tergolong ke dalam mengharamkan makanan dan minuman yang mubah yang cukup dengan kaffārat sumpah saja.
    – Zhihār tidaklah sah terhadap wanita yang belum dinikahinya karena waktu menzhihārnya wanita itu belum menjadi istrinya, sebagaimana tidak sah juga menalak wanita yang belum menjadi istrinya.
    – Zhihār hukumnya haram, karena Allah menamainya sebagai sebuah kemungkaran dan dusta.
    – Allah subḥānahu wa ta‘ālā dalam ayat tersebut mengingatkan sisi (sebab) hukumnya dan ḥikmah-Nya.
    – Dimakruhkan seorang suami memanggil istrinya dan menyebutnya dengan nama salah seorang dari mahramnya, seperti memanggil istrinya, “Umi” (artinya: ibuku), “Ukhti” (Saudariku) dsb. Karena hal itu mirip dengan mahramnya.
    – Kaffārat hanyalah wajib karena ‘aud (menarik kembali) ucapan yang diucapkan penzhihār sesuai khilaf tentang maksud ‘aud’ yang sudah disebutkan sebelumnya, bukan semata-mata karena zhihār.
    – Kaffārat wajib dibayarkan jika berupa memerdekakan budak atau berpuasa sebelum berjima‘ sebagaimana yang telah Allah batasi dengannya, berbeda dengan kaffārat yang berupa memberi makan, maka boleh menjima‘i istri di tengah-tengah memberi makan tersebut.
    – Mungkin ḥikmah wajibnya kaffārat sebelum jima‘, karena yang demikian dapat mendorong untuk segera membayarkannya, karena ketika ia ingin menjima‘i istrinya, maka ia sadar bahwa ia tidak mungkin melakukannya kecuali setelah membayar kaffārat, maka ia pun segera mengeluarkannya atau membayarnya.
    – Dalam memberi makan harus enam puluh orang miskin. Oleh karena itu, jika dikumpulkan makanan untuk 60 orang miskin, tetapi malah diberikan satu, dua atau tiga orang miskin, maka hal itu tidak sah.
  20. 1769). Menentang Allah dan Rasūl-Nya adalah menyelisihi dan mendurhakai keduanya, kafir kepada keduanya dan memusuhi para wali Allah.
  21. 1770). Yang menentang para rasūl mereka. Mereka sama sekali tidak memiliki ḥujjah di hadapan Allah, karena Allah ta‘ālā telah menegakkan ḥujjah-Nya kepada makhlūq-Nya, Dia telah menurunkan bukti-bukti yang nyata yang menerangkan hakikat dan menerangkan maksud, barang siapa yang mengikutinya dan meng‘amalkannya, maka dia tergolong orang-orang yang mendapat petunjuk dan beruntung.
  22. 1771). Yang menunjukkan kebenaran Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
  23. 1772). Yaitu bukti-bukti yang nyata itu.
  24. 1773). Lalu mereka bangun dari kubur dengan segera.
  25. 1774). Baik atau buruk. Hal itu, karena Dia mengetahuinya dan mencatatnya dalam Lauḥ Maḥfūzh dan memerintahkan para malaikat yang mulia (kirāman kātibūn) untuk mencatatnya.
  26. 1775). Baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Oleh karena itu pada ayat selanjutnya, Allah subḥānahu wa ta‘ālā memberitahukan tentang luasnya ‘ilmu-Nya dan Dia meliput segala yang ada di langit dan di bumi yang besar maupun yang kecil.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *