Hati Senang

Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir Sayyid Quthb (3/5)

Tafsir Sayyid Quthb - Tafsir Fi Zhilalil Qur'an
Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb   Penerbit: Gema Insani

Ancaman Allah kepada Orang Yang Sombong Menentang Dakwah.

Setelah mengemukakan ancaman umum ini, paragraf berikutnya beralih menghadapi seseorang dari orang-orang yang mendustakan risālah, yang tampak bahwa dia memilikir peranan yang pokok dan khusus di dalam mendustakan dan menentang dakwah ini. Oleh karena itu, diarahkanlah kepadanya ancaman yang sangat keras ini, dan digambarkanlah dirinya dengan gambaran yang menggelikan mengenai keadaannya, ciri-ciri wajahnya dan jiwanya, yang tampak dari celah-celah kalimat-kalimat ini, dengan lukisan yang hidup dan bertubuh yang bergerak dengan segala sifat dan ciri-cirinya:

ذَرْنِيْ وَ مَنْ خَلَقْتُ وَحِيْدًا. وَ جَعَلْتُ لَهُ مَالًا مَّمْدُوْدًا. وَ بَنِيْنَ شُهُوْدًا. وَ مَهَّدْتُّ لَهُ تَمْهِيْدًا. ثُمَّ يَطْمَعُ أَنْ أَزِيْدَ. كَلَّا إِنَّهُ كَانَ لِآيَاتِنَا عَنِيْدًا. سَأُرْهِقُهُ صَعُوْدًا. إِنَّهُ فَكَّرَ وَ قَدَّرَ. فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ نَظَرَ. ثُمَّ عَبَسَ وَ بَسَرَ. ثُمَّ أَدْبَرَ وَ اسْتَكْبَرَ. فَقَالَ إِنْ هذَا إِلَّا سِحْرٌ يُؤْثَرُ. إِنْ هذَا إِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِ. سَأُصْلِيْهِ سَقَرَ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا سَقَرُ. لَا تُبْقِيْ وَ لَا تَذَرُ. لَوَّاحَةٌ لِّلْبَشَرِ. عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَ.

Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta-benda yang banyak, dan anak-anak yang selalu bersama dia, dan Ku lapangkan baginya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya, kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya. Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (al-Qur’ān). Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya). Maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan. Sesudah itu dia bermasam muka dan merengut. Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Lalu dia berkata: “(al-Qur’ān) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.” Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga).” (al-Muddatstsir: 11-30).

Terdapat beberapa riwayat yang mengatakan bahwa orang yang dimaksudkan di sini adalah al-Walīd ibn-ul-Mughīrah al-Makhzūmī. Ibnu Jarīr meriwayatkan bahwa telah diceritakan kepada kami oleh Ibnu ‘Abd-il-A‘lā dari Muḥammad bin Tsaurah, dari Ma‘mar, dari ‘Ubādah bin Manshūr, dari ‘Ikrimah, bahwa al-Walīd ibn-ul-Mughīrah datang kepada Nabi s.a.w., lalu beliau membacakan al-Qur’ān kepadanya, maka seakan-akan dia tertarik kepadanya. Kemudian hal itu sampai kepada Abū Jahal bin Hisyām, lalu ia datang kepadanya seraya berkata: “Wahai paman, sesungguhnya kaummu hendak mengumpulkan harta kepadamu.” Al-Walīd bertanya: “Untuk apa?” Abū Jahal menjawab: “Untuk diberikannya kepadamu, karena engkau telah datang kepada Muḥammad menawarkan sesuatu yang sekiranya dapat diterimanya.” (Maksud Abū Jahal adalah untuk memprovokasi al-Walīd agar bangkit kesombongannya, karena ia tahu al-Walīd itu mudah dihasud). Lalu al-Walīd menjawab: “Kaum Quraisy sudah mengetahui bahwa aku adalah orang yang paling kaya.” Abū Jahal berkata: “Kalau begitu, ucapkanlah perkataan yang dengan itu kaummu mengetahui bahwa engkau benci dan tidak suka kepada apa yang telah diucapkan Muḥammad.” Al-Walīd berkata: “Lantas apa yang harus saya katakan? Demi Allah, tidak ada seorang pun dari kamu yang lebih mengerti daripada saya mengenai syair, sajaknya, dan iramanya, juga tentang syair-syair bangsa jinn. Demi Allah, tidak ada satu pun dari semua ini yang menyerupai apa yang dikatakan Muḥammad itu. Sesungguhnya, apa yang diucapkannya itu terasa manis, dapat menghancurkan apa saja yang di bawahnya, nilainya sangat tinggi dan tidak dapat ditandingi….” Abū Jahal berkata: “Demi Allah, kaummu tidak akan rela sebelum engkau mengatakan sesuatu tentang hal itu (al-Qur’ān yang diucapkan Nabi Muḥammad)….” Al-Walīd berkata: “Biarkanlah aku memikirkan hal itu…..” Setela ia berpikir, kemudian ia berkata: “Sesungguhnya (al-Qur’ān) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari dari orang lain.” Kemudian turunlah ayat:

Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian – hingga firman-Nya: – Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga).

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa kaum Quraisy berkata: “Sungguh jika al-Walīd berpindah agama niscaya seluruh Quraisy akan berpindah agama.” Maka Abū Jahal berkata: “Saya akan menjamin kamu terhadapnya!” Lalu dia menemui al-Walīd….. Dan setelah berpikir panjang, kemudian al-Walīd berkata: “Sesungguhnya, al-Qur’ān itu adalah sihir yang dipelajari dari orang-orang dahulu. Tidakkah kamu tahu bahwa ia dapat memisahkan antara seseorang dari istrinya, anaknya, dan ahli-ahli warisnya?”

Inilah peristiwa sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa riwayat. Adapun al-Qur’ān, maka ia membawakan cerita ini dengan lukisan yang hidup dan mengesankan, yang dimulai dengan ancaman yang keras dan menakutkan:

Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian!

Firman ini ditujukan kepada Rasūlullāh s.a.w. yang ma‘nanya adalah: Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang telah Kuciptakan sendiri, lepas dari segala sesuatu yang lain, yang menyombongkan harta yang banyak, anak-anak yang selalu menyertainya, ni‘mat-ni‘mat yang dibangga-banggakan, dan masih meminta tambahan lagi. Biarkanlah Aku bertindak terhadapnya, dan janganlah engkau sibuk memikirkan makar dan tipu-daya yang dilakukannya….. karena Aku yang akan memeranginya…..

Di sini, perasaan bergetar, merinding, takut, dan bergoncang, ketika dia menggambarkan kekuatan yang tak terbatas ini…. kekuatan Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa…. yang akan menyiksa makhlūq yang lemah, miskin, kecil, dan kerdil ini! Inilah kegemetaran yang disampaikan nash al-Qur’ān ke dalam hati pembaca dan pendengar yang beriman kepadanya. Maka, bagaimana dengan orang yang langsung menjadi sasaran ayat ini?

Al-Qur’ān dengan panjang lebar menyebutkan sifat manusia ini beserta ni‘mat-ni‘mat yang telah diberikan Allah kepadanya, sebelum menyebutkan keberpalingan dan penentangannya. Maka Allah telah menciptakannya sendirian, lepas dari segala sesuatu, hingga dari pakaiannya. Kemudian menjadikan untuknya harta yang banyak, memberinya anak-anak yang selalu hadir menyertainya, sehingga dia merasa senang dan terhibur di tengah-tengah mereka, dan melapangkan serta memudahkan kehidupan baginya….

Kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya.” (al-Muddatstsir: 15).

Tetapi, ia tidak merasa puas dengan apa yang telah diberikan kepadanya, tidak mau bersyukur, dan tidak merasa cukup…. Atau boleh jadi dia sangat berkeinginan agar diturunkan wahyu kepadanya dan diberikan kitab kepadanya sebagaimana akan disebutkan pada akhir surah: “Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka.” (al-Muddatstsir: 32).

Maka sesungguhnya, dia termasuk orang yang iri hati kepada Rasūlullāh s.a.w. karena beliau dijadikan Nabi oleh Allah.

Di sini, ditolak keras keinginannya untuk mendapatkan tambahan keni‘matan yang tidak membawa kebaikan, ketaatan, dan kesyukuran kepada Allah:

Sekali-kali tidak (akan Kutambah)!”…. Sebuah kalimat untuk menolak dan mencela dengan keras. “ Karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (al-Qur’ān).” (al-Muddatstsir: 16)…. Ia menentang dalil-dalil kebenaran dan petunjuk-petunjuk iman. Ia berdiri menghalangi dakwah, memerangi Rasūl, menghalangi dirinya dan orang lain dari menerima dakwah, dan menyebarkan kesesatan-kesesatan di sekitar dakwah.

Penolakan ini diakhiri dengan ancaman yang menggantikan kemudahan dengan kesulitan, serta mengantarkan penderitaan:

Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan.” (al-Muddatstsir: 17).

Ini adalah ungkapan yang menggambarkan gerak kesulitan itu. Jalan yang mendaki itu lebih memayahkan perjalanan dan lebih melelahkan. Apalagi kalau perjalanan ini karena dorongan sesuatu yang bukan atas keinginannya sendiri, maka akan lebih memayahkan dan melelahkan lagi.

Pada waktu yang sama, ayat ini mengungkapkan tentang hakikat yang sebenarnya. Karena orang yang menyimpang dari jalan iman yang mudah dan menyenangkan, maka ia akan menempuh jalan yang terjal, memayahkan, dan sulit, dan memutuskan kesusahan, dan kesempitan, seakan-akan dia sedang naik ke langit (yang tidak ada oksigennya sehingga sesak napasnya – penj.), atau mendaki jalan yang terjal berbatu-batu dengan tidak membawa minuman dan perbekalan, tanpa dapat istirahat, dan tanpa ada harapan yang dapat dicapai di akhir perjalanan.

Kemudian dilukiskanlah gambaran yang indah yang sarat dengan ejekan terhadap orang yang menguras pikirannya, memeras sarafnya, dan mengerutkan jidatnya. Dan digambarkan pula keadaannya yang muram dan memberengut…. Semua itu adalah untuk menunjukkan ‘aibnya orang yang mencela al-Qur’ān dengan perkataan-perkataan yang diucapkannya:

Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya). Maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan. Sesudah itu dia bermasam muka dan merengut. Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Lalu dia berkata: “(al-Qur’ān) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia”.” (al-Muddatstsir: 18-25).

Pandangan demi pandangan, getaran demi getaran, dan gerakan demi gerakan dilukiskan dalam kalimat-kalimat itu, seperti kuas yang melukis di kanvas, bukan menulis kalimat-kalimat yang mengungkapkan, bahkan seperti film yang bergerak memvisualkan pemandangan adegan demi adengan!!

Gambaran, ketika ia berpikir dan merenung, disertai seruan yang menjadi keputusan: “Celakalah dia!” Semua pengingkaran di sini adalah ejekan! “Bagaimanakah dia menetapkan?” Kemudian diulangi lagi seruan dan pengingkaran itu untuk menambah kesannya.

Gambaran, lukisan, ketika ia melihat ini dan itu, dengan perbuatan yang sungguh-sungguh dan penuh beban, yang mengesankan ejekan dan penghinaan terhadapnya.

Potret, gambaran, ketika ia mengerutkan alisnya dengan bermasam-muka, sedang mengkonsentrasikan pikirannya untuk melakukan sesuatu yang ternyata menggelikan!

Nah, apakah yang terjadi selanjutnya setelah ia tenggelam dalam kesibukan yang demikian itu? Apakah yang terjadi setelah berpikir kerdil seperti ini? Tidak terbuka sesuatu pun padanya…Ia hanya memikirkan bagaimana menjauhi cahaya (al-Qur’ān) dan menyombongkan diri terhadap kebenaran…. Lalu ia berkata: “(Al-Qur’ān) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia”.” (al-Muddatstsir: 24-25).

Kilas-kilas pandangan yang hidup yang diungkapkan oleh al-Qur’ān dan ditetapkannya dalam pikiran itu lebih kuat daripada apa yang dilukiskan oleh kuas di atas kanvas, dan lebih indah daripada apa yang divisualkan oleh film yang bergerak di layar. Ayat ini membiarkan pelakunya menjadi bahan tertawaan orang-orang yang menertawakannya sepanjang masa, dan membiarkan potretnya yang buruk di alam semesta, yang dapat dilihat oleh manusia dari generasi ke generasi.

Setelah selesai menampilkan kilas-kilas pandangan yang hidup dan menampilkan sosok makhlūq (manusia) yang menggelikan ini, maka disusulilah hal ini dengan ancaman yang menakutkan,

Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar.” (al-Muddatstsir: 26).

Ini adalah ancaman yang terlalu besar dan terlalu menakutkan untuk sekadar dimengerti! Kemudian disusuli dengan menyebutkan sesuatu secara umum (tidak jelas perinciannya) dengan menyebutkan sifatnya yang sangat menakutkan dan mengerikan “Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan.” (al-Muddatstsir: 28).

Ia menyapu bersih, menelan seluruhnya, menghapuskan semuanya, dengan tidak ada sesuatu pun yang dapat menghentikannya, dan tidak ada sesuatu pun yang tertinggal, tidak ada sesuatu pun yang tersisa.

Kemudian ia menuju kepada kulit manusia dan membakarnya: “(Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia.” (al-Muddatstsir: 29). Sebagaimana dikatakan dalam surah al-Ma‘ārij: “Yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama).” (al-Ma‘ārij: 17).

Ayat ini menunjuk kepada fisiknya, seakan-akan ia bermaksud menimbulkan ketakutan ke dalam jiwa, dengan menampilkan pemandangannya yang menakutkan!

Dan untuk mengurus neraka itu terdapat penjaga-penjaga yang jumlahnya “sembilan belas” (al-Muddatstsir: 30).

Kita tidak mengetahui, apakah mereka itu personil-personil malaikat yang kasar dan keras (sebagaimana disebutkan dalam surah at-Taḥrīm: 6 – penj.), ataukah mereka itu barisan-barisan dari bermacam-macam dan kelompok-kelompok malaikat? Itu adalah informasi dari Allah, yang akan dijelaskan keadaan dan identitas para penjaga itu pada ayat yang akan datang.

Perbedaan Sikap Orang Mu’min dengan Orang Kafir dalam Menerima Informasi Ghaib Ini.

Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka menerima kalimat-kalimat Allah ini dengan penuh kepasrahan sebagai sikap yang layak bagi orang yang percaya kepada Tuhannya, dan beradab dengan adab seorang hamba terhadap Tuhannya. Maka ia tidak membantah apa pun yang diinformasikan dan difirmankan-Nya. Sedangkan orang-orang musyrik, maka mereka menangkap (memahami) jumlah bilangan ini dengan hati yang kosong dari iman, tanpa menghormati Allah, dan tanpa keseriusan di dalam menerima urusan yang besar ini. Lantas mereka mengejek dan menertawakannya, dan menjadikannya bahan cemoohan dan gurauan….. Di antaranya ada yang berkata: “Apakah setiap sepuluh orang dari kamu tidak mampu menghadapi satu orang dari kesembilan belas orang itu?” dan yang lain lagi berkata: “Tidak! Bahkan aku mampu untuk menghadapi setiap dua orang dari mereka, dan sisanya kuserahkan kepadamu!” Dan lain-lain ucapan yang mencerminkan jiwa yang tidak memiliki sinar dan sudah tertutup rapat di dalam menyikapi perkataan yang agung dan mulia ini.

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.