Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir Sayyid Quthb (1/5)

Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb
 
Penerbit: Gema Insani

Rangkaian Pos: Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir Sayyid Quthb

SURAH AL-MUDDATSTSIR

Diturunkan di Makkah
Jumlah Ayat: 56.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ. قُمْ فَأَنْذِرْ. وَ رَبَّكَ فَكَبِّرْ. وَ ثِيَابَكَ فَطَهِّرْ. وَ الرُّجْزَ فَاهْجُرْ. وَ لَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ. وَ لِرَبِّكَ فَاصْبِرْ. فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُوْرِ. فَذلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيْرٌ. عَلَى الْكَافِرِيْنَ غَيْرُ يَسِيْرٍ. ذَرْنِيْ وَ مَنْ خَلَقْتُ وَحِيْدًا. وَ جَعَلْتُ لَهُ مَالًا مَّمْدُوْدًا. وَ بَنِيْنَ شُهُوْدًا. وَ مَهَّدْتُّ لَهُ تَمْهِيْدًا. ثُمَّ يَطْمَعُ أَنْ أَزِيْدَ. كَلَّا إِنَّهُ كَانَ لِآيَاتِنَا عَنِيْدًا. سَأُرْهِقُهُ صَعُوْدًا. إِنَّهُ فَكَّرَ وَ قَدَّرَ. فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ نَظَرَ. ثُمَّ عَبَسَ وَ بَسَرَ. ثُمَّ أَدْبَرَ وَ اسْتَكْبَرَ. فَقَالَ إِنْ هذَا إِلَّا سِحْرٌ يُؤْثَرُ. إِنْ هذَا إِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِ. سَأُصْلِيْهِ سَقَرَ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا سَقَرُ. لَا تُبْقِيْ وَ لَا تَذَرُ. لَوَّاحَةٌ لِّلْبَشَرِ. عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَ. وَ مَا جَعَلْنَا أَصْحَابَ النَّارِ إِلَّا مَلآئِكَةً وَ مَا جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ إِلَّا فِتْنَةً لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِيَسْتَيْقِنَ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتَابَ وَ يَزْدَادَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِيْمَانًا وَ لَا يَرْتَابَ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتَابَ وَ الْمُؤْمِنُوْنَ وَ لِيَقُوْلَ الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ وَ الْكَافِرُوْنَ مَاذَا أَرَادَ اللهُ بِهذَا مَثَلًا، كَذلِكَ يُضِلُّ اللهُ مَنْ يَشَاءُ وَ يَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ، وَ مَا يَعْلَمُ جُنُوْدَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَ، وَ مَا هِيَ إِلَّا ذِكْرَى لِلْبَشَرِ. كَلَّا وَ الْقَمَرِ. وَ اللَّيْلِ إِذْ أَدْبَرَ. وَ الصُّبْحِ إِذَا أَسْفَرَ. إِنَّهَا لَإِحْدَى الْكُبَرِ. نَذِيْرًا لِّلْبَشَرِ. لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَتَقَدَّمَ أَوْ يَتَأَخَّرَ. كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌ. إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِيْنِ. فِيْ جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُوْنَ. عَنِ الْمُجْرِمِيْنَ. مَا سَلَكَكُمْ فِيْ سَقَرَ. قَالُوْا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنَ. وَ لَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِيْنَ. وَ كُنَّا نَخُوْضُ مَعَ الْخَائِضِيْنَ. وَ كُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّيْنِ. حَتَّى أَتَانَا الْيَقِيْنُ. فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِيْنَ. فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِيْنَ. كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُّسْتَنْفِرَةٌ. فَرَّتْ مِنْ قَسْوَرَةٍ. بَلْ يُرِيْدُ كُلُّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ أَنْ يُؤْتَى صُحُفًا مُّنَشَّرَةً. كَلَّا بَلْ لَا يَخَافُوْنَ الْآخِرَةَ. كَلَّا إِنَّهُ تَذْكِرَةٌ. فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ. وَ مَا يَذْكُرُوْنَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللهُ، هُوَ أَهْلُ التَّقْوَى وَ أَهْلُ الْمَغْفِرَةِ.

74: 1. Hai orang yang berkemul (berselimut),
74: 2. bangunlah, lalu berilah peringatan!
74: 3. dan Tuhanmu agungkanlah!
74: 4. dan pakaianmu bersihkanlah!
74: 5. dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah,
74: 6. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
74: 7. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
74: 8. Apabila ditiup sangkakala,
74: 9. Maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit,
74: 10. bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah.
74: 11. Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian.
74: 12. Dan Aku jadikan baginya harta-benda yang banyak,
74: 13. dan anak-anak yang selalu bersama dia,
74: 14. dan Ku lapangkan baginya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya,
74: 15. kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya.
74: 16. Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (al-Qur’ān).
74: 17. Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan.
74: 18. Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya),
74: 19. Maka celakalah dia! Bagimana dia menetapkan?
74: 20. Kemudian celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan?
74: 21. Kemudian dia memikirkan,
74: 22. sesudah itu dia bermasam muka dan merengut.
74: 23. kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri,
74: 24. lalu dia berkata: “(al-Qur’ān) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu),
74: 25. ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.”
74: 26. Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar.
74: 27. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu?
74: 28. Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan.
74: 29. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia.
74: 30. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga).
74: 31. Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi al-Kitāb menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Kitāb dan orang-orang mu’min itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): “Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?” Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia.
74: 32. Sekali-kali tidak, demi bulan,
74: 33. dan malam ketika telah berlalu,
74: 34. dan shubuḥ apabila mulai terang.
74: 35. Sesungguhnya, Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar.
74: 36. sebagai ancaman bagi manusia.
74: 37. (Yaitu) bagi siapa di antaramu yang berkehendak akan maju atau mundur,
74: 38. Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya,
74: 39. kecuali golongan kanan,
74: 40. berada di dalam surga, mereka tanya-menanya,
74: 41. tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa,
74: 42. “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?”
74: 43. Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,
74: 44. dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin,
74: 45. dan adalah kami membicarakan yang bāthil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya,
74: 46. dan adalah kami mendustakan hari pembalasan,
74: 47. hingga datang kepada kami kematian.”
74: 48. Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafā‘at dari orang-orang yang memberikan syafā‘at.
74: 49. Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)?”
74: 50. seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut,
74: 51. lari dari singa.
74: 52. Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka.
74: 53. Sekali-kali tidak. Sebenarnya mereka tidak takut kepada negeri akhirat.
74: 54. Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya al-Qur’ān itu adalah peringatan.
74: 55. Maka barang siapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (al-Qur’ān).
74: 56. Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertaqwā kepada-Nya dan berhak memberi ampun.

(al-Muddatstsir [74]: 1-56).

Pendahuluan.

Dari segi sebab turunnya dan waktu turunnya kiranya sesuai pula diterapkan pada surah ini apa yang suda disebutkan pada surah al-Muzzammil di muka. Karena terdapat beberapa riwayat yang mengatakan bahwa surah ini merupakan surah pertama setelah turunnya surah al-‘Alaq, dan riwayat lain mengatakan bahwa ia turun sesudah dilaksanakannya dakwah secara terang-terangan dan adanya gangguan kaum musyrikīn terhadap Nabi s.a.w.

Imām Bukhārī meriwayatkan bahwa telah diceritakan kepada kami oleh Yaḥyā, dari Wakī’, dari ‘Alī bin al-Mubārak, dari Yaḥyā bin Abī Katsīr, ia berkata: “Aku bertanya kepada Abū Salamah bin ‘Abd-ir-Raḥmān tentang surah al-Qur’ān yang pertama kali turun. Lalu ia menjawab: “Surah al-Muddatstsir.” Aku berkata: “Orang-orang mengatakan bahwa surah yang pertama itu adalah “Iqra’ bismi Rabbik-al-ladzī khalaq.” Lalu Abū Salamah berkata: “Aku pernah bertanya kepada Jābir bin ‘Abdillāh tentang hal itu, dan aku katakan kepadanya seperti apa yang kaukatakan kepadaku itu, lalu Jābir menjawab: “Tidak ada yang kuceritakan kepadamu kecuali apa yang diceritakan Rasūlullāh s.a.w. kepadaku: “Aku menyendiri di Gua Ḥirā’”. Ketika sudah selesai maka aku turun, kemudian aku dipanggil. Kemudian aku melihat ke kanan, tetapi tidak kulihat apa-apa, kulihat ke kiri tidak ada apa-apa, kulihat ke depan tidak ada apa-apa, dan kulihat ke belakang tidak ada apa-apa. Kemudian aku mendongak ke langit, lalu kulihat sesuatu. Kemudian aku datang kepada Khadījah, lalu kukatakan: “Selimutilah aku, dan tuangkanlah air yang dingin kepadaku.” Lalu dia menyelimuti aku dan menyiramkan air dingin kepadaku. Kemudian turunlah: “Yā ayyuh-al-muddatstsir. Qum fa andzir. Wa Rabbaka fakabbir…..”

Imām Muslim meriwayatkan dari jalan ‘Aqīl, dari Ibnu Syihāb, dari Abū Salamah, dia berkata: “Jābir bin ‘Abdillāh bercerita kepadaku bahwa dia mendengar Rasūlullāh s.a.w. bercerita tentang masa tenggang turunnya wahyu. Beliau berkata: “Ketika aku sedang berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit. Kemudian kuangkat kepalaku ke arah langit, tiba-tiba malaikat yang dulu datang kepadaku di gua Ḥirā’ duduk di atas kursi di antara langit dan bumi. Lalu aku berlutut karenanya dan aku jatuh ke bumi. Kemudian aku datang kepada istriku seraya berkata: “Selimutilah aku! Selimutilah aku!” Lalu Allah menurunkan: “Yā ayyuh-al-muddatstsir. Qum fa andzir” …… hingga “War-rujza fahjur”. Abū Salamah berkata: “Ar-rujza adalah berhala. Kemudian dipeliharalah wahyu dan turun secara berturut-turut….” Dan Imām Bukhārī juga meriwayatkan dari jalan ini, dan ini adalah lafal Bukhārī.

Ibnu Katsīr mengomentari hadits ini di dalam tafsirnya dengan mengatakan: “Riwayat inilah yang terpelihara, dan ia menetapkan bahwa telah pernah turun wahyu sebelum ini berdasarkan perkataan Rasūl: “Tiba-tiba malaikat yang dulu datang kepadaku di gua Ḥirā’, yaitu Malaikat Jibrīl, ketika menyampaikan:

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ. قُمْ فَأَنْذِرْ. وَ رَبَّكَ فَكَبِّرْ. وَ ثِيَابَكَ فَطَهِّرْ. وَ الرُّجْزَ فَاهْجُرْ.

Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah! dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah” (al-Muddatstsir: 1-5).

Kemudian terjadilah waktu tenggang setelah itu, lalu malaikat Jibrīl turun lagi sesudah itu. Dengan mengkompromikan isi riwayat ini maka dapatlah disimpulkan bahwa yang turun pertama kali setelah masa tenggang turunnya wahyu itu adalah surah ini.”

Inilah satu riwayat dan di sana terdapat riwayat lain lagi. Ath-Thabrānī meriwayatkan bahwa telah diceritakan kepada kami oleh Muḥammad bin ‘Alī bin Syu‘aib as-Samsar dari al-Ḥasan bin Basyar al-Bajalī, dari al-Mu‘āfī bin ‘Imrān, dari Ibrāhīm bin Yazīd, aku mendengar Ibnu Abī Mulaikah berkata: “Aku mendengar Ibnu ‘Abbās berkata: “Sesungguhnya al-Walīd ibn-ul-Mughīrah membuatkan makanan untuk orang-orang Quraisy. Setelah mereka memakannya, dia berkata: “Bagaimana komentar anda tentang orang ini?” Sebagian mereka menjawab: “Tukang sihir.” Sebagian lagi berkata: “Dia bukan tukang sihir.” Sebagian lagi berkata: “Tukang tenung”. Yang sebagian lagi menimpali: “Bukan tukang tenung.” Yang sebagian lagi berkata: “Penyair”. Yang sebagian lagi berkata: “Bukan penyair”. Dan yang sebagian lagi berkata: “Sebenarnya dia terkena sihir.” Kemudian mereka sepakat bahwa beliau terkena sihir. Kemudian sampailah hal itu ke telinga Nabi s.a.w, lalu beliau bersedih, menundukkan kepala, dan mengenakan selimut. Kemudian Allah menurunkan wahyu:

Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah! dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah!

Hampir-hampir riwayat ini pulalah yang merupakan riwayat tentang surah al-Muzzammil…. yang menyebabkan kami tidak dapat memastikan surah mana yang turun lebih dahulu, dan yang turun sesuai dengan konteks riwayat ini atau itu.

Akan tetapi, kalau kita perhatikan nash al-Qur’ān itu sendiri maka akan kita peroleh kesan bahwa permulaan surah hingga firman Allah (وَ لِرَبِّكَ فَاصْبِرْ) boleh jadi surah ini turun lebih awal pada masa-masa permulaan dakwah. Keadaannya seperti keadaan permulaan surah al-Muzzammil hingga firman Allah:

Sebutlah nama Tuhanmu, dan ber‘ibādahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (Dialah) Tuhan masyriq dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung.”

Baik yang ini maupun yang itu sama-sama untuk mempersiapkan jiwa Rasūlullāh s.a.w. untuk mengemban tugas yang sangat besar dan menghadapi kaum Quraisy sesudah itu dengan melakukan dakwah secara terang-terangan dan totalitas, karena akan menimbulkan risiko yang berupa kesulitan dan penderitaan yang banyak dan bermacam-macam, yang harus dihadapi dengan persiapan jiwa yang matang terlebih dahulu. Baik surah al-Muddatstsir maupun surah al-Muzzammil sama-sama turun sesudah kaum Quraisy mendustakan dan menentang serta menyakiti dan mengganggu Nabi s.a.w. dengan melontarkan tuduhan-tuduhan bohong dan melakukan tipu-daya yang tercela.

Hanya saja kemungkinan ini tidak menutup kemungkinan lain, yaitu bahwasanya masing-masing dari permulaan kedua surah ini turun berkaitan erat dengan apa yang terkandung dalam surah ini dan surah itu, dalam satu konteks, yaitu pendustaan kaum musyrikīn dan kesedihan Rasūlullāh s.a.w. dalam menghadapi tipu-daya yang direncanakan oleh kaum Quraisy. Persoalan yang terdapat di dalam kedua surah ini juga merupakan persoalan yang terdapat dalam surah al-Qalam sebagaimana sudah kami jelaskan di sana.

 

Bagaimanapun sebab turunnya dan konteksnya, maka bagian permulaan surah ini memuat seruan yang agung yang memberi kuasa kepada Rasūlullāh s.a.w. untuk mengemban tugas yang luhur ini dan menjauhkan diri dari tidur dan berselimut serta berhangat-hangat, agar bangkit untuk berjihad, berjuang, dan menghadapi kesulitan-kesulitan: “Hai orang yang berselimut! Bangunlah, lalu berilah peringatan….!” yang disertai dengan pengarahan kepada Nabi s.a.w. supaya bersiap siaga menghadapi urusan yang besar ini, dan memohon pertolongan dengan melaksanakan pengarahan Allah kepadanya:

Dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah! dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” (al-Muddatstsir: 3-7).

Diakhirinya pengarahan di sini dengan kesabaran seperti halnya dalam surah al-Muzzammil.

Sesudah itu, surah ini mengandung ancaman yang keras terhadap orang-orang yang mendustakan akhirat, dan akan ditindak langsung oleh Allah, sebagaimana kandungan surah al-Muzzammil:

Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datanglah) hari yang sulit bagi orang-orang kafir, lagi tidak mudah. Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta-benda yang banyak, dan anak-anak yang selalu bersama dia. Dan Kulapangkan baginya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya. Kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya. Sekali-kali tidak (akan Kutambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (al-Qur’ān). Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan.” (al-Muddatstsir: 8-17).

Surah al-Muddatstsir ini menyebutkan secara tertentu salah seorang yang mendustakan itu dengan menyebutkan sifatnya sekali, dan menggambarkan salah satu pemandangan tipu-dayanya – sebagaimana yang disebutkan dalam surah al-Qalam, dan boleh jadi orang yang disebutkan di sini dan di sana adalah sama, ada yang mengatakan bahwa dia adalah al-Walīd ibn-ul-Mughīrah – (sebagaimana akan disebutkan keterangannya dalam beberapa riwayat pada waktu membicarakan atau menafsirkan nash-nya nanti). Dan surah ini menerangkan mengapa Allah menyatakan perang atau menindaknya adalah karena:

Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya). Maka celakalah dia! Bagimana dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan, sesudah itu dia bermasam muka dan merengut. Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Lalu dia berkata: “(al-Qur’ān) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.”” (al-Muddatstsir: 18-25).

Kemudian disebutkan tempat kembalinya nanti:

Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga).” (al-Muddatstsir: 26-30).

Seiring dengan pemandangan neraka Saqar dan malaikat-malaikat penjaganya yang berjumlah sembilan belas, beserta reaksi, fitnah, pertanyaan, keraguan, dan cemoohan yang akan timbul berkenaan dengan jumlah ini di tengah-tengah kaum musyrikīn dan yang lemah imannya, maka surah ini membicarakan hikmah Allah dalam menyebutkan bilangan ini, kemudian dikuaklah satu celah terhadap hakikat keghaiban yang hanya Allah sendiri yang mengetahuinya. Yaitu lubang untuk menerima cahaya yang menerangi sisi pandangan iman terhadap hakikat keghaiban Allah yang tersembunyi:

Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi al-Kitāb menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Kitāb dan orang-orang mu’min itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): “Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?” Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia.” (al-Muddatstsir: 31).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *