AYAT 26-30.
سَأُصْلِيْهِ سَقَرَ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا سَقَرُ. لَا تُبْقِيْ وَ لَا تَذَرُ. لَوَّاحَةٌ لِّلْبَشَرِ. عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَ.
74: 26. Aku akan memasukkannya ke dalam neraka Saqar.
74: 27. Tahukah kamu apa itu neraka Saqar?
74: 28. Itu adalah api neraka yang tidak menyisakan dan meninggalkan apa pun [yang tidak dihabiskan].
74: 29. Itu adalah api yang benar-benar mengubah kulit.
74: 30. Di atasnya ditugaskan sembilan belas malaikat adzab.
TAFSIR
Ayat-ayat sebelumnya membahas tentang penolakan al-Qur’ān dan seruan kenabian Muḥammad s.a.w. oleh salah seorang pemuka kaum musyrik. Ayat-ayat ini menunjukkan hukuman mengerikan yang akan dia terima pada Hari Kiamat, yang menyatakan bahwa Allah s.w.t. akan menjebloskannya ke dalam neraka yang membakarnya di dalam api neraka itu. Frase ‘Arab saqar bermakna pengubahan dan pelelehan di bawah panasnya matahari yang menghanguskan. Itulah salah satu sifat dari neraka, yang sering kali disebutkan dalam ayat-ayat al-Qur’ān. Sifat tersebut menyangkut siksaan-siksaan menakutkan yang menunggu para penghuni neraka. Juga dikemukakan bahwa itu adalah nama dari salah satu tempat mengerikan dan bagian dasar dari neraka.
Membahas beratnya siksaan-siksaan yang disediakan bagi para penghuni neraka, ayat ke-27 mengajukan pertanyaan: Tahukah kamu apa itu neraka Saqar? Pertanyaan tersebut mengisyaratkan bahwa siksaan-siksaan di dalam neraka akan begitu berat hingga tidak dapat dibayangkan, sebagaimana besarnya nikmat-nikmat di surga yang juga tidak dapat dibayangkan.
Ayat ke-28: Api neraka yang tidak menyisakan dan meninggalkan apa pun [yang tidak dihabiskan] mungkin menjelaskan bahwa tidak seperti api dunia yang merusak satu bagian dari tubuh dan meninggalkan bagian-bagian lain tanpa cedera, misalnya api merusak tubuh dan meninggalkan jiwa yang utuh, api neraka melahap manusia secara keseluruhan tanpa meninggalkan apa pun. Juga dikemukakan bahwa api neraka tidak mematikan para penghuni neraka dan tidak menjadikan mereka hidup. Mereka terperangkap sepanjang waktu dalam kondisi antara hidup dan mati, sebagaimana dijelaskan di tempat lain dalam al-Qur’ān:
Di sana dia tidak akan mati dan tidak juga hidup (al-A‘lā [87]: 13).
Kami akan membakar mereka dalam neraka sedemikian rupa hingga setiap kali kulit-kulit mereka terpanggang hangus, Kami akan gantikan dengan kulit yang lain agar mereka merasakan adzab (an-Nisā’ [4]: 56).
Ayat ke-29 memberikan gambaran lain tentang api kemurkaan Allah yang demikian membakar: Api yang benar-benar mengubah kulit, sedemikian rupa hingga kulit akan dapat dilihat dari jauh. Kalimat ‘Arab lawwāḥatun lil-basyar mengisyaratkan bahwa api menghitamkan warna kulit menjadi lebih hitam daripada gelapnya malam. Frase ‘Arab basyar di sini menyiratkan warna kulit; atau kata tersebut mungkin berfungsi sebagai contoh pars pro toto yang menyangkut manusia. Bentuk frase ‘Arab lawwāḥa, seakar dengan lawḥ (“lembar catatan”) bermakna menjadi jelas dan nyata, tetapi kata tersebut juga bermakna mengubah dan membuat perubahan-perubahan.
Ayat ke-30: Di atasnya ditugaskan sembilan belas malaikat adzab menjelaskan bahwa mereka tidak ditugaskan untuk menaruh rasa kasihan, tapi mereka diharuskan untuk menyiksa para penghuni neraka dengan keras. Walaupun ayat tersebut hanya menyebutkan jumlah “sembilan belas” tanpa penjelasan eksplisit tentang para malaikat yang ditugaskan untuk menimpakan siksaan, ayat berikutnya menjelaskan dengan gamblang bahwa para malaikat yang ditugaskan untuk menimpakan siksaan itulah yang dimaksud di sini.
Patut diperhatikan bahwa kita manusia yang diikat oleh pembatasan-pembatasan alam duniawi, tidak benar-benar mengetahui sifat persisnya Hari Kiamat, surga dan neraka. Pengetahuan kita tentangnya hanya bersifat umum. Karenanya, diriwayatkan dalam hadits-hadits bahwa masing-masing dari 19 malaikat ini begitu kuat hingga dapat dengan mudah menjebloskan banyak orang ke dalam neraka.
Kelemahan pemikiran manusia seperti Abū Jahal dijelaskan di sini, bahwa ketika mendengar ayat ini, dia berkata dengan nada mengejek kepada suku Quraisy: “Semoga ibu-ibu kalian meratapi kematian kalian! Tidakkah kalian mendengar apa yang laki-laki itu katakan?” Sambil menunjuk kepada Nabi s.a.w., dia berkata: “Dia katakan bahwa sembilan belas malaikat penjaga menjaga neraka, tetapi masing-masing dari para penjaga itu tidak dapat dikalahkan oleh sepuluh orang pemberani dari suku kalian yang besar ini.” (2671)
Para musuh Islam yang berkepala ringan ini bertujuan untuk menghalangi Cahaya Kebenaran dan menyelamatkan diri mereka dari kebinasaan. Ini terlihat dari pernyataan-pernyataan yang bernada mengejek seperti itu.
AYAT 31.
وَ مَا جَعَلْنَا أَصْحَابَ النَّارِ إِلَّا مَلآئِكَةً وَ مَا جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ إِلَّا فِتْنَةً لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِيَسْتَيْقِنَ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتَابَ وَ يَزْدَادَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِيْمَانًا وَ لَا يَرْتَابَ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتَابَ وَ الْمُؤْمِنُوْنَ وَ لِيَقُوْلَ الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ وَ الْكَافِرُوْنَ مَاذَا أَرَادَ اللهُ بِهذَا مَثَلًا، كَذلِكَ يُضِلُّ اللهُ مَنْ يَشَاءُ وَ يَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ، وَ مَا يَعْلَمُ جُنُوْدَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَ، وَ مَا هِيَ إِلَّا ذِكْرَى لِلْبَشَرِ.
74: 31. Dan Kami tidak menjadikan para penjaga neraka itu selain para malaikat. Dan Kami tidak menetapkan jumlah mereka itu selain sebagai cobaan bagi orang-orang yang kafir, agar orang-orang yang diberi Kitāb dapat menjadi yakin [bahwa al-Qur’ān adalah kitab Allah, karena jumlah yang sama dinyatakan dalam Injīl] dan agar kaum mu’min semakin bertambah keimanan mereka, dan juga agar orang-orang yang diberi Kitab dan kaum mu’min tidak timbul keraguan, dan agar orang-orang yang dalam hati mereka terdapat penyakit dan orang-orang yang kafir berkata: “Apa yang Allah maksudkan dengan jumlah ini sebagai suatu perumpamaan?” Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Dan tidak ada yang dapat mengetahui tentara-tentara Tuhanmu kecuali Dia. Dan ini tidak lain hanya sebagai peringatan bagi manusia.
TAFSIR
Sebagaimana dijelaskan pada ayat-ayat sebelumnya, Allah s.w.t. menugaskan 19 malaikat (atau 19 kelompok) sebagai para penjaga neraka dan itu menimbulkan kontroversi di kalangan kaum musyrik dan orang-orang yang kafir. Sebagian mereka mengejek perkataan itu. Beberapa di antara mereka mengira akan mengalahkan malaikat-malaikat itu dengan mudah. Ayat ini, ayat yang terpanjang di surah ini, memberikan tanggapan kepada mereka dan lebih jauh lagi membabas kalimat: Kami tidak menjadikan para penjaga neraka itu selain para malaikat. Para malaikat yang bertugas itu terkenal sangat berkuasa, sebagaimana istilah yang tercantum dalam al-Qur’ān, sebagai ghalazh dan syidid, yaitu keras dan tegas, hingga semua pendosa tidak berdaya dan lemah di hadapan mereka.
Ayat tersebut selanjutnya menyatakan: Kami tidak menetapkan jumlah mereka itu selain sebagai cobaan bagi orang-orang yang kafir. Cobaan tersebut memiliki dua tujuan: Pertama, jumlah mereka sembilan belas. Jika yang disebut jumlah lain, pasti tetap berapa pun itu, tetap akan menimbulkan pertanyaan yang sama. Kedua, mereka menganggap jumlah 19 itu sedikit. Dengan nada mengejek, mereka berkata bisa menunjuk sepuluh orang untuk melawan masing-masing malaikat itu. Dengan cara itulah mereka berkata akan mengalahkan para malaikat penjaga itu. Mereka tidak mengetahui bahwa sesungguhnya para malaikat itu demikian kuat. Menurut al-Qur’ān, sejumlah malaikat cukup untuk mengirim kaum Lūth a.s. menuju kebinasaan dengan menghancurkan secara total kota-kota mereka yang makmur. Selanjutnya, ayat-ayat sebelumnya membahas tentang makna yang terletak di balik jumlah para penjaga neraka: namun yang terletak di balik jumlah para penjaga neraka; namun, ayat ini menambahkan: agar orang-orang yang diberi Kitāb dapat menjadi yakin.
Dalam hal ini, diriwayatkan bahwa Nabi s.a.w. ditanya oleh para sahabatnya mengenai jumlah para penjaga neraka, beliau menjawab: “Allah dan Rasūl-Nya lebih mengetahui.” Jibrīl turun dan mewahyukan kepada beliau bahwa jumlah mereka adalah 19 malaikat yang ditugaskan sebagai para penjaga neraka. (2682).
Orang-orang yang diberi kitab tidak mengajukan keberatan tentang jumlah tersebut. Ini menjelaskan bahwa mereka telah menemukan jumlah itu dalam kitab suci mereka. Karenanya, mereka menjadi semakin yakin tentang seruan kenabian Rasūlullāh s.a.w. Selain itu, keimanan kaum mu’min menjadi semakin kokoh. Karenanya, ayat tersebut selanjutnya menyatakan, [tujuannya adalah] agar kaum mu’min semakin bertambah keimanan mereka. Penekanan lebih jauh diberikan atas tiga tujuan: keimanan orang-orang yang diberi kitab, keimanan orang-orang yang beriman kepada Islam dan cobaan terhadap kaum musyrik dan orang-orang yang kafir, agar orang-orang yang diberi Kitab dan kaum mu’min tidak timbul keraguan; selanjutnya [tentang jumlah 19] orang-orang yang dalam hati mereka terdapat penyakit dan orang-orang yang kafir berkata: “Apa yang Allah maksudkan dengan jumlah ini sebagai suatu perumpamaan?” Mengenai “orang-orang yang dalam hati mereka terdapat penyakit,” sebagian mufassir berpendapat bahwa yang dimaksud di sini adalah kaum munafik, karena ungkapan al-Qur’ān itu menyinggung tentang mereka. Sebuah contoh darinya adalah: Dalam hati mereka terdapat penyakit dan Allah semakin menambah penyakit mereka. (2: 10). Meskipun demikian, penelitian lebih jauh tentang contoh-contoh ungkapan al-Qur’ān itu menjelaskan bahwa yang dimaksud tidak hanya meliputi kaum munafik, tapi meliputi semua orang kafir yang bersikap suka menentang ayat-ayat al-Qur’ān.
Ayat tersebut selanjutnya menyatakan: Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Dan tidak ada yang dapat mengetahui tentara-tentara Tuhanmu kecuali Dia. Pernyataan-pernyataan tersebut di atas menjelaskan dengan gamblang bahwa kehendak Allah tentang memberi petunjuk kepada sebagian orang dan menyesatkan sebagian lainnya benar-benar terukur. Orang-orang yang berada dalam kesesatan tidak lebih berhak mendapat petunjuk dibandingkan dengan orang-orang yang taat kepada Allah s.w.t. Dengan kata lain, Allah s.w.t. tidak bermaksud merugikan sebagian orang dengan menyesatkan mereka, tapi kesesatan itu merupakan hukuman bagi orang-orang yang kafir. Misalnya, seorang pencuri mendobrak masuk ke dalam rumah anda, lalu anda mengunci mati pintu-pintunya. Dengan mengurungnya, anda tidak berarti menyesatkannya, tapi bertujuan menghukumnya.
Apa yang seharusnya dicermati mengenai pernyataan Allah s.w.t. menyesatkan sebagian orang, sebagaimana tercerminkan dalam sejumlah ayat al-Qur’ān, bahwa frase ‘Arab idhlāl bermakna meninggalkan seseorang. Ini menyiratkan bahwa Allah s.w.t. meninggalkan orang-orang yang tidak berhak untuk diberi petunjuk; perumpamaannya adalah seperti seorang petani yang meninggalkan benih-benih yang busuk tapi menyimpan benih-benih yang baik dan membuka jalan bagi pertumbuhannya.
Kalimat-kalimat penutup dari ayat tersebut berbunyi: Dan tidak ada yang dapat mengetahui tentara-tentara Tuhanmu kecuali Dia. Dan ini tidak lain hanya sebagai peringatan bagi manusia. Sembilan belas penjaga neraka tidak mencerminkan jumlah total dari tentara Allah, tapi jumlah tentara Allah demikian banyak, yang menurut beberapa hadits bahwa bumi dan langit penuh terisi dengan mereka, hingga tidak ada tempat di seluruh alam keberadaan ini kecuali ada seorang malaikat yang bertasbih kepada Allah s.w.t. di dalamnya. Untuk pembahasan lebih detail mengenai hal ini. Anda dapat merujuk kepada kata-kata agung Imām ‘Alī a.s. yang tercatat dalam khutbah pertama dari Nahj-ul-Balāghah.
Berbagai pernyataan telah dibuat oleh para mufassir mengenai anteseden (iḥwāl) dari kata pengganti hiya (“ini, ia”) dalam wa mā hiya illā dzikrā lil-basyar (“Dan ini tidak lain hanya sebagai peringatan bagi manusia”). Sebagian mufassir berpendapat bahwa tentara-tentara Allah yang sebagian merupakan para penjaga neraka adalah anteseden. Sebagian berpendapat bahwa saqar (“neraka”) adalah anteseden. Ada sejumlah mufassir yang percaya bahwa itu berkenaan dengan al-Qur’ān. Walaupun pernyataan-pernyataan itu menimbulkan kewaspadaan, peringatan dan kesadaran, namun pernyataan pertama lebih sejalan dengan bunyi ayat tersebut, karena tujuan sesungguhnya adalah untuk menyatakan bahwa jika Allah s.w.t. telah memilih balatentara-Nya, itu tidak berarti bahwa Dia tidak dapat menghukum Sendiri semua musuh-Nya dan para pendosa. Firman-Nya berfungsi sebagai peringatan, kewaspadaan dan pemberian perhatian terhadap beratnya siksaan Allah.
Catatan: