Hati Senang

Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir Ibni Katsir (Bagian 3)

Tafsir Ibnu Katsir

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Al-Muddatstsir, ayat 11-30.

ذَرْنِيْ وَ مَنْ خَلَقْتُ وَحِيْدًا. وَ جَعَلْتُ لَهُ مَالًا مَّمْدُوْدًا. وَ بَنِيْنَ شُهُوْدًا. وَ مَهَّدْتُّ لَهُ تَمْهِيْدًا. ثُمَّ يَطْمَعُ أَنْ أَزِيْدَ. كَلَّا إِنَّهُ كَانَ لِآيَاتِنَا عَنِيْدًا. سَأُرْهِقُهُ صَعُوْدًا. إِنَّهُ فَكَّرَ وَ قَدَّرَ. فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ نَظَرَ. ثُمَّ عَبَسَ وَ بَسَرَ. ثُمَّ أَدْبَرَ وَ اسْتَكْبَرَ. فَقَالَ إِنْ هذَا إِلَّا سِحْرٌ يُؤْثَرُ. إِنْ هذَا إِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِ. سَأُصْلِيْهِ سَقَرَ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا سَقَرُ. لَا تُبْقِيْ وَ لَا تَذَرُ. لَوَّاحَةٌ لِّلْبَشَرِ. عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَ.

74: 11. Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian.

74: 12. Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak,

74: 13. dan anak-anak yang selalu bersama dia,

74: 14. dan Ku lapangkan baginya (rezki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya,

74: 15. kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya.

74: 16. Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (al-Qur’ān),

74: 17. Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan.

74: 18. Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya),

74: 19. maka celakalah dia! Bagimana dia menetapkan?

74: 20. Kemudian celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan?

74: 21. Kemudian dia memikirkan,

74: 22. sesudah itu dia bermasam muka dan merengut.

74: 23. kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri,

74: 24. lalu dia berkata: “(al-Qur’ān) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu),

74: 25. ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.”

74: 26. Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar.

74: 27. Tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu?

74: 28. Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan.

74: 29. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia.

74: 30. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga).

Allah s.w.t. berfirman, mengancam orang jahat itu yang telah diberi banyak nikmat duniawi oleh Allah, lalu ia membalasnya dengan kekafiran terhadap nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya, dan menggantinya dengan kekafiran serta keingkaran terhadap ayat-ayat Allah, dan mendustakannya serta menganggapnya sebagai perkataan manusia. Hal ini diungkapkan oleh Allah s.w.t. dengan menghitung-hitung nikmat yang telah Dia berikan kepadanya. Untuk itu Allah s.w.t. berfirman:

ذَرْنِيْ وَ مَنْ خَلَقْتُ وَحِيْدًا.

Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. (al-Muddatstsir: 11).

Yakni dia keluar dari perut ibunya dalam keadaan sendirian, tidak berharta dan tidak beranak, kemudian Allah memberinya rezeki:

مَالًا مَّمْدُوْدًا.

harta benda yang banyak. (al-Muddatstsir: 12).

Yaitu harta yang berlimpah lagi banyak. Suatu pendapat menyebutnya seribu dinar, pendapat yang lainnya mengatakan seratus ribu dinar, dan menurut pendapat yang lainnya berupa lahan pertanian yang sangat luas, sedangkan pendapat yang lainnya lagi mengatakan selain itu. Dan Allah menjadikan baginya:

وَ بَنِيْنَ شُهُوْدًا.

dan anak-anak yang selalu bersama dia. (al-Muddatstsir: 13).

Mujāhid mengatakan makna yang dimaksud ialah tidak pernah absen darinya dan selalu ada bersamanya, tidak pernah bepergian untuk berniaga, melainkan semuanya itu telah ditangani oleh budak-budaknya dan orang-orang upahannya (pegawainya), sedangkan mereka hanya tinggal saja bersama ayah mereka, dan ayah mereka merasa senang selalu bersama mereka serta merasa terhibur. Mereka (anak-anak) itu menurut apa yang disebutkan oleh as-Suddī, Abū Mālik, dan ‘Āshim ibnu ‘Umar ibnu Qatādah ada tiga belas orang. Ibnu ‘Abbās dan Mujāhid mengatakan sepuluh orang anak. Hal ini merupakan nikmat yang tiada taranya, yaitu keberadaan anak-anak di dekat orang tua mereka.

وَ مَهَّدْتُّ لَهُ تَمْهِيْدًا.

dan Ku lapangkan baginya (rezki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya. (al-Muddatstsir: 14).

Yakni, Aku berikan kepadanya berbagai macam harta benda dan peralatan serta hal-hal lainnya.

ثُمَّ يَطْمَعُ أَنْ أَزِيْدَ. كَلَّا إِنَّهُ كَانَ لِآيَاتِنَا عَنِيْدًا.

kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya. Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (al-Qur’ān). (al-Muddatstsir: 15-16).

Yaitu, ingkar karena dia mengingkari nikmat-nikmatNya sesudah mengetahui. Maka Allah s.w.t. berfirman dalam ayat selanjutnya:

سَأُرْهِقُهُ صَعُوْدًا.

Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. (al-Muddatstsir: 17)

Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ḥasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahī‘ah, dari Dārij, dari Abul-Haitsam, dari Abū Sa‘īd, dari Rasūlullāh s.a.w. yang telah bersabda:

وَيْلٌ وَادٍ فِيْ جَهَنَّمَ يَهْوِيْ فِيْهِ الْكَافِرُ أَرْبَعِيْنَ خَرِيْفًا قَبْلَ أَنْ يَبْلُغَ قَعْرَهُ، وَ الصَّعُوْدُ جَبَلٌ مِنْ نَارٍ يَتَصَعَّدُ فِيْهِ الْكَافِرُ سَبْعِيْنَ خَرِيْفًا ثُمَّ يَهْوِيْ بِهِ كَذلِكَ فِيْهِ أَبَدًا.

Wail adalah nama sebuah jurang di dalam neraka Jahannam, orang kafir dijatuhkan ke dalamnya selama empat puluh musim gugur sebelum mencapai dasarnya. Dan Shu‘ūd adalah nama sebuah gunung dari api neraka yang orang kafir naik mendakinya selama tujuh puluh musim semi, kemudian terjatuh darinya dalam masa yang sama, untuk selama-lamanya.

Imām Tirmidzī meriwayatkannya dari ‘Abdu ibnu Ḥumaid, dari al-Ḥasan ibnu Mūsā al-Asyyab dengan sanad yang sama. Kemudian Imām Tirmidzī mengatakan bahwa hadits ini gharīb, kami tidak mengenalnya kecuali hanya melalui hadits Ibnu Lahī‘ah, dari Dārij. Demikianlah menurut Imām Tirmidzī. Ibnu Jarīr telah meriwayatkannya pula dari Yūnus, dari ‘Abdullāh ibnu Wahb, dari ‘Amr ibn-ul-Ḥārits, dari Dārij, tetapi di dalamnya terdapat hal yang gharīb dan munkar.

Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abū Zar‘ah dan ‘Alī ibnu ‘Abd-ur-Raḥmān yang dikenal dengan ‘Allān al-Muqri’ yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Minjab, telah menceritakan kepada kami Syarīk, dari ‘Ammār ad-Duhānī, dari ‘Athiyyah al-Aufī, dari Abū Sa‘īd dari Nabi s.a.w. sehubungan dengan makna firman Allah s.w.t.:

سَأُرْهِقُهُ صَعُوْدًا.

Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. (al-Muddatstsir: 17)

Lalu beliau s.a.w. bersabda:

هُوَ جَبَلٌ فِي النَّارِ مِنَ نَارِ يُكَلَّفُ أَنْ يَصْعَدَهُ فَإِذَا وَضَعَ يَدَهُ ذَابَتْ وَ إِذَا رَفَعَهَا عَادَتْ فَإِذَا وَضَعَ رِجْلَهُ ذَابَتْ وَ إِذَا رَفَعَهَا عَادَتْ.

Shu‘ūd adalah sebuah gunung dari api di dalam neraka, orang kafir dipaksa untuk menaikinya. Maka apabila tangannya ia letakkan di gunung, tangannya itu lebur; dan apabila ia menariknya, maka kembali seperti semula. Dan apabila ia letakkan kakinya, maka kakinya itu lebur; dan apabila ia angkat kembali, maka menjadi utuh seperti semula.

Al-Bazzār dan Ibnu Jarīr meriwayatkannya melalui hadits Syarīk dengan sanad yang sama. Qatādah telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, bahwa Shu‘ūd adalah sebuah batu besar di dalam neraka Jahannam, orang kafir di seret di atasnya dengan muka di bawah. As-Suddī mengatakan bahwa Shu‘ūd adalah sebuah batu yang licin di dalam nereka Jahannam, orang kafir dipaksa untuk mendakinya.

Mujāhid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

سَأُرْهِقُهُ صَعُوْدًا.

Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. (al-Muddatstsir: 17)

Yakni, kepayahan karena adzab. Qatādah mengatakan adzab yang tiada henti-hentinya, pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarīr.

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.