Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir Hidayat-ul-Insan (1/2)

Tafsīru Hidāyat-il-Insān
Judul Asli: (
هداية الإنسان بتفسير القران)
Disusun oleh:
Abū Yaḥyā Marwān Ḥadīdī bin Mūsā

Tafsir Al Qur’an Al Karim Marwan Bin Musa
Dari Situs: www.tafsir.web.id

Rangkaian Pos: Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir Hidayat-ul-Insan

Surah al-Muddatstsir (Orang Yang Berkemul)
Surah ke-74. 56 ayat. Makkiyyah

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

 

Ayat 1-10: Beban kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam untuk berda‘wah dan memikul beban da‘wah serta bersabar di atasnya, dan peringatan kepada kaum musyrik dengan hari Kiamat.

 

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ. قُمْ فَأَنْذِرْ. وَ رَبَّكَ فَكَبِّرْ. وَ ثِيَابَكَ فَطَهِّرْ. وَ الرُّجْزَ فَاهْجُرْ. وَ لَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ. وَ لِرَبِّكَ فَاصْبِرْ. فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُوْرِ. فَذلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيْرٌ. عَلَى الْكَافِرِيْنَ غَيْرُ يَسِيْرٍ.

  1. (25821) Wahai orang yang berkemul (berselimut), (25832)
  2. bangunlah, lalu berilah peringatan! (25845)
  3. dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji, (25876)
  4. dan janganlah engkau (Muḥammad) memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. (25887)
  5. Dan karena Tuhanmu, bersabarlah. (25898)
  6. Maka apabila sangkakala ditiup, (25909)
  7. maka itulah hari yang serba sulit,
  8. bagi orang-orang kafir tidak mudah. (259110)

 

Ayat 11-25: Orang yang ingkar urusannya diserahkan kepada Allah subḥānahu wa ta‘ālā.

 

ذَرْنِيْ وَ مَنْ خَلَقْتُ وَحِيْدًا. وَ جَعَلْتُ لَهُ مَالًا مَّمْدُوْدًا. وَ بَنِيْنَ شُهُوْدًا. وَ مَهَّدْتُّ لَهُ تَمْهِيْدًا. ثُمَّ يَطْمَعُ أَنْ أَزِيْدَ. كَلَّا إِنَّهُ كَانَ لِآيَاتِنَا عَنِيْدًا. سَأُرْهِقُهُ صَعُوْدًا. إِنَّهُ فَكَّرَ وَ قَدَّرَ. فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ نَظَرَ. ثُمَّ عَبَسَ وَ بَسَرَ. ثُمَّ أَدْبَرَ وَ اسْتَكْبَرَ. فَقَالَ إِنْ هذَا إِلَّا سِحْرٌ يُؤْثَرُ. إِنْ هذَا إِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِ.

  1. (259211) Biarkanlah Aku (yang bertindak) terhadap orang yang Aku sendiri telah menciptakannya, (259312)
  2. dan Aku berikan baginya kekayaan yang melimpah,
  3. dan anak-anak yang selalu bersamanya, (259413)
  4. dan Aku berikan baginya kelapangan (hidup) seluas-luasnya. (259514)
  5. Kemudian (259615) dia ingin sekali agar Aku menambahnya. (259716)
  6. Tidak bisa! Karena dia telah menentang ayat-ayat Kami (al-Qur’ān). (259817)
  7. Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. (259918)
  8. Sesungguhnya dia telah memikirkan (260019) dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), (260120)
  9. maka celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan?
  10. sekali lagi, celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? (260221)
  11. Kemudian dia (merenung) memikirkan, (260322)
  12. lalu berwajah masam dan cemberut,
  13. kemudian berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri,
  14. lalu dia berkata: “(al-Qur’ān) ini hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu),
  15. Ini hanyalah perkataan manusia. (260423)”

Catatan:

  1. 2582). Imām Bukhārī meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Yaḥyā bin Abī Katsīr, (ia berkata): Aku bertanya kepada Abū Salamah bin ‘Abd-ir-Raḥmān tentang surah yang pertama turun dari al-Qur’ān, ia menjawab: “Yā ayyuh-al-muddatstsir.” Aku berkata: “Orang-orang mengatakan ‘Iqra’ bismi rabbika-lladzī khalaq’.” Abū Salamah menjawab: “Aku telah bertanya kepada Jābir bin ‘Abdullāh radhiyallāhu ‘anhumā tentang hal itu dan berkata seperti yang kamu katakan, lalu Jābir menjawab: “Aku tidak akan menyampaikan kepadamu kecuali yang disampaikan Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam kepada kami, Beliau bersabda: “Aku berdiam di gua Ḥirā’, setelah selesai berdiam, aku turun lalu dipanggil, maka aku melihat ke sebelah kanan, namun aku tidak melihat apa-apa dan aku melihat ke sebelah kiri, namun aku tidak melihat apa-apa, dan aku melihat ke depanku, namun aku tidak melihat apa-apa dan aku melihat ke belakangku, namun aku tidak melihat apa-apa, maka aku angkat kepalaku ternyata aku melihat sesuatu, kemudian aku mendatangi Khadījah dan berkata: “Selimutilah aku dan tuangkanlah air dingin kepadaku.” Beliau berkata lagi: “Selimutilah aku dan tuangkanlah air dingin kepadaku.” Maka turunlah ayat: “Yā ayyuh-al-muddatstsir – Qum fa andzir.
    Catatan:
    Al-Ḥāfizh Ibnu Katsīr berkata dalam kitab tafsirnya: “Jābir bin ‘Abdullāh menyelisihi Jumhur (mayoritas ‘ulamā’) pada perkataannya: “Sesungguhnya surah yang pertama kali turun adalah al-Muddatstsir.” Jumhur berpendapat, bahwa surah yang pertama kali turun dari al-Qur’ān adalah surah Iqra’ (al-‘Alaq).” Selanjutnya Ibnu Katsīr menyebutkan hadits yang terdapat dalam Shaḥīḥ Bukhārī dan Muslim ia berkata: “Imām Muslim meriwayatkan dari jalan ‘Uqail dari Ibnu Syihāb dari Abū Salamah ia berkata: Jābir bin ‘Abdullāh memberitahukan kepadaku bahwa ia mendengar Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang terputusnya wahyu, Beliau bersabda dalam haditsnya: “Ketika aku berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit, lalu aku angkat kepalaku ke arah langit, ternyata ada malaikat yang pernah datang kepadaku di gua Ḥirā’ sedang duduk di atas kursi antara langit dan bumi, aku pun merasa takut terhadapnya sehingga aku jatuh ke tanah, lalu aku pulang ke istriku, maka aku katakan: “Selimutilah aku, selimutilah aku.” Maka Allah subḥānahu wa ta‘ālā menurunkan ayat: “Yā ayyuh-al-muddatstsir – Qum fa andzir.” Sampai firman-Nya: “Fahjur.” Abū Salamah berkata: “Ar Rujz (perkara keji) adalah berhala-berhala.”
    Selanjutnya wahyu pun sering datang dan turun berturut-turut.” Ini adalah lafaz Bukhārī, dan susunan ini yang maḥfūzh di mana hal ini menunjukkan bahwa wahyu telah turun sebelumnya berdasarkan sabda Beliau: “Ternyata ada malaikat yang pernah datang kepadaku di gua Ḥirā’.” Yaitu malaikat Jibrīl ketika datang menemui Beliau membawa firman-Nya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, – Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. – Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, – Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam – Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(Terj. al-‘Alaq: 1-5) Kemudian terjadilah fatrah (terputusnya wahyu), setelahnya kemudian malaikat turun (kembali).”
  2. 2583). Muzzammil dan muddatstsir artinya sama, yaitu berselimut. Allah subḥānahu wa ta‘ālā memerintahkan Rasūl-Nya shallallāhu ‘alaihi wa sallam untuk sungguh-sungguh beribadah baik yang manfaatnya untuk pribadi maupun untuk pribadi dan orang lain (seperti dakwah). Sebelumnya (di surah al-Muzzammil) telah disebutkan perintah kepada Beliau untuk mengerjakan ibadah yang utama untuk pribadi yaitu shalat malam dan bersabar terhadap gangguan kaumnya, dan di surah ini Allah subḥānahu wa ta‘ālā memerintahkan Beliau untuk melakukan da‘wah.
  3. 2584). Ya‘ni peringatkanlah penduduk Makkah dengan neraka jika mereka tidak beriman. Menurut Syaikh Muḥammad bin ‘Abd-il-Wahhāb dalam Al-Ushūl-uts-Tsalātsah adalah memperingatkan manusia terhadap syirk (agar menjauhinya) dan mengajak kepada tauḥīd (beribadah hanya kepada Allah subḥānahu wa ta‘ālā.))
  4. dan agungkanlah Tuhanmu, (258532585). Ya‘ni agungkanlah Allah dari perbuatan syirk orang-orang musyrik, atau agungkanlah Dia dengan tauḥīd dan jadikanlah niatmu dalam memberi peringatan adalah mencari keridhaan Allah dan agar manusia mengagungkan-Nya dan beribadah kepada-Nya.)
  5. dan bersihkanlah pakaianmu, (258642586). Maksud pakaian di sini bisa semua ‘amal, yaitu dengan membersihkan dan memurnikan ‘amal itu dan melakukannya secara sempurna, serta membersihkannya dari segala yang membatalkan dan mengurangi ‘amal itu baik berupa syirk, nifaq, ‘ujub (bangga diri), takabbur (sombong), lalai dsb. yang seorang hamba diperintahkan untuk menjauhinya dalam beribadah kepada-Nya. Bisa juga maksud pakaian di sini adalah pakaian hakiki, yaitu dengan membersihkannya dari najis, dimana membersihkannya termasuk salah satu syarat shalat dan bahwa seseorang diperintahkan membersihkan pakaiannya dari semua najis di setiap waktu, terlebih ketika masuk ke dalam shalat. Jika seseorang diperintahkan membersihkan zhāhir (bagian luar), maka diperintahkan pula membersihkan bāthin dari noda dosa dan maksiat dengan istighfār dan tobat, dan bahwa bersihnya zhāhir termasuk penyempurna bersihnya bāthin.
  6. 2587). Ar-Rujz di sini bisa maksudnya berhala, sehingga Beliau diperintahkan untuk tetap selalu meninggalkan menyembah berhala. Bisa juga maksud ar-Rujz di sini adalah semua ‘amal dan ucapan yang buruk sehingga Beliau diperintahkan untuk meninggalkan dosa-dosa baik yang kecil maupun besar, yang tampak maupun yang tersembunyi, termasuk pula syirk dan dosa-dosa di bawahnya.
  7. 2588). Ya‘ni janganlah engkau memberikan kepada manusia nikmat agar nikmat yang engkau miliki bertambah banyak, dan engkau merasa bahwa engkau telah berbuat baik kepada mereka atau punya jasa kepada mereka, bahkan berbuat ihsanlah kepada manusia sesuai kemampuanmu dan lupakanlah iḥsānmu kepada mereka dan janganlah kamu meminta upahnya kecuali dari Allah subḥānahu wa ta‘ālā dan jadikanlah orang yang engkau berikan iḥsān dan orang yang selainnya dalam keadaan sama. Ada pula yang mengatakan, bahwa maksudnya adalah janganlah engkau memberikan sesuatu kepada seorang pun dengan maksud agar orang itu membalasmu dengan yang lebih banyak dari yang engkau berikan. Sehingga hal ini khusus untuk Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
  8. 2589) Terhadap menjalankan perintah dan menjauhi larangan, dan haraplah pahala dan keridhāan Allah dengan kesabaranmu itu. Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam melaksanakan perintah Tuhannya, segera melakukannya dan memberikan peringatan kepada manusia serta menerangkan kepada mereka semua tuntutan ilahi dengan ayat-ayat yang jelas, Beliau juga mengagungkan Allah ta‘ālā dan mengajak manusia untuk mengagungkan-Nya, dan Beliau bersihkan ‘amal Beliau baik yang tampak maupun yang tersembunyi dari semua keburukan serta menjauhi semua yang dapat menjauhkan diri dari Allah subḥānahu wa ta‘ālā seperti patung dan para penyembahnya, keburukan dan para pelakunya. Beliau memiliki jasa terhadap manusia setelah nikmat Allah tanpa menuntut balasan dan rasa syukur dari mereka, Beliau juga bersabar karena Allah dengan sabar yang sangat sempurna; Beliau sabar dalam menjalankan perintah Allah, sabar dalam menjauhi larangan Allah dan terhadap taqdīr Allah yang pedih sehingga Beliau melebihi para rasūl ulul-‘azmi yang lain, maka semoga shalawat Allah dan salam dilimpahkan kepadanya.
  9. 2590). Yaitu tiupan yang kedua; tiupan dimana manusia bangkit dari kuburnya dan dikumpulkan di padang maḥsyar.
  10. 2591). Karena banyak penderitaannya. Hal ini menunjukkan bahwa yang demikian mudah bagi orang-orang mu’min.
  11. 2592). Ayat ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan mengenai seorang kafir Makkah, pemimpin Quraisy bernama al-Walīd bin Mughīrah al-Makhzūmī; seorang yang menentang kebenaran dan memerangi Allah dan Rasūl-Nya sehingga Allah subḥānahu wa ta‘ālā mencelanya dengan celaan yang berbeda dengan lainnya, dan itulah balasan bagi orang yang menentang kebenaran dan memeranginya; ia memperoleh kehinaan di dunia dan ‘adzab di akhirat.
  12. 2593). Bisa juga diartikan, biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku ciptakan dia dalam keadaan sendiri, ya‘ni tanpa harta, tanpa keluarga dan tanpa yang lainnya, di mana Aku mengurusnya dan membesarkannya dengan memberikan berbagai kenikmatan, sebagaimana disebutkan nikmat-nikmat itu di ayat selanjutnya.
  13. 2594). Mereka (anak-anaknya) membantunya dan memenuhi kebutuhannya dan ia merasakan nikmat bersama mereka.
  14. 2595). Sehingga ia memperoleh apa yang dia inginkan.
  15. 2596). Setelah memperoleh berbagai kenikmatan itu.
  16. 2597). Ya‘ni dia ingin memperoleh kenikmatan pula di akhiratnya sebagaimana yang ia peroleh ketika di dunia.
  17. 2598). Ya‘ni dia mengetahuinya, kemudian mengingkarinya. Ayat-ayat tersebut mengajaknya kepada kebenaran, tetapi ia tidak mau tunduk kepadanya, bahkan bukan hanya berpaling darinya tetapi ditambah lagi dengan memeranginya dan berusaha membatalkannya sebagaimana firman Allah ta‘ālā: “Sesungguhnya dia telah memikirkan…dst.
  18. 2599). Yang ia naiki kemudian jatuh.
  19. 2600). Dalam dirinya apa yang perlu diucapkan untuk al-Qur’ān.
  20. 2601). Yaitu menetapkan ucapan yang digunakannya untuk membatalkan al-Qur’ān.
  21. 2602). Hal itu, karena Dia telah menetapkan perkara buruk di luar batas dan kemampuannya.
  22. 2603). Tentang ucapannya atau pencacatannya terhadap al-Qur’ān.
  23. 2604). Ya‘ni menurutnya, al-Qur’ān bukan firman Allah, bahkan ucapan manusia. Bahkan bukan ucapan orang-orang pilihan tetapi ucapan orang-orang yang fāsiq dan buruk, yaitu para pendusta dan para pesihir. Demikian pula mereka mengatakan, bahwa yang mengajarkan al-Qur’ān kepada Nabi Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah manusia. Sungguh celaka orang yang berkata demikian, alangkah jauh ucapannya dari kebenaran dan sungguh layak memperoleh kesengsaraan. Bagaimana bisa terlintas dalam benak seseorang bahwa perkataan yang paling tinggi dan paling agung, yaitu perkataan Allah rabb-ul-‘ālamīn sama dengan perkataan manusia yang lemah lagi fakir, maka sungguh layak orang itu memperoleh ‘adzab dan siksaan yang keras seperti yang disebutkan dalam ayat selanjutnya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *